Lima poin penting dari kasus Adlun Fiqri
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Adlun Fiqri yang mengunggah video aksi pungutan liar (pungli) yang dilakukan aparat kepolisian di Ternate memang dibebaskan. Namun Tim Advokasi menilai proses hukum terhadap oknum polisi tersebut harus tetap dilanjutkan.
JAKARTA, Indonesia – Adlun Fiqri, pria pengunggah video pungutan liar (pungli) yang dilakukan aparat kepolisian di Ternate, Maluku Utara, memang sudah dibebaskan. Laporan terhadapnya pun dicabut dari Polres Ternate. Namun kasus tersebut dinilai belum cukup jika diakhiri sampai disini.
Hal itu disampaikannya dalam konferensi pers yang digelar Tim Advokasi Pembela Kebebasan Berekspresi dan Tolak Kriminalisasi, Senin, 5 Oktober, di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Berikut poin-poin penting kasus Adlun Fiqri yang disampaikan narasumber yang terdiri dari perwakilan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Komisi Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS), LBH Jakarta dan Savenet.
1. Kasus tersebut terungkap karena pemberitaan besar
Kasus Adlun Fiqri terungkap karena banyaknya pemberitaan di media massa dan media sosial.
Selain itu, aktivis di Ternate ini juga sangat informatif dalam memberikan perkembangan terkini. Namun, jika kasus ini terjadi di tempat lain, kasus kriminalisasi ini mungkin tidak akan diketahui.
“Bayangkan jika sebuah kasus terjadi di wilayah yang informasinya sulit diakses, berapa banyak lagi orang yang bisa dikriminalisasi?” kata Putri dari KontraS saat mengungkapkan keprihatinannya.
2. Adlun Fiqri bukanlah yang pertama
Kriminalisasi atas nama pencemaran nama baik merupakan hal yang lumrah terjadi di Indonesia. Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dijadikan dasar hukum penangkapan masyarakat yang menyampaikan kritiknya di depan umum.
“Menurut catatan LBH Jakarta, ada 20 kasus kriminalisasi pada tahun ini. Dan ini hanya di Jabodetabek,” kata Maruli dari LBH Jakarta.
Hal ini juga didukung oleh Damar dari Savenet. “Dalam tiga tahun ada 112 kasus yang dilaporkan ke kami, tahun ini 35 kasus,” ujarnya.
3. Kriminalisasi bisa menimpa siapa saja
Disampaikan Putri, bahaya kriminalisasi dengan pasal pencemaran nama baik bisa menimpa siapa saja.
“Tidak hanya Adlun yang merupakan mahasiswa, aktivis, petani, buruh dan lain-lain juga bisa menjadi korban kriminalisasi,” kata Putri.
Apalagi kriminalisasi ini bisa membuat takut masyarakat. Polisi menggunakan hukum sebagai alat untuk membungkam orang-orang yang kritis, kata Maruli.
4. Polisi harus mengundurkan diri
Unggahan video aksi pungutan liar yang dilakukan salah satu polisi lalu lintas di Ternate harus menjadi masukan bagi pihak kepolisian.
Tindakan Adlun merupakan reaksi warga yang cinta tanah air yang berupaya melakukan perubahan di tingkat kepolisian, kata Putri. Tindakan Adlun sebenarnya bisa membantu polisi dalam melaksanakan reformasi birokrasi di institusinya.
Polisi harus berterima kasih kepada Adlun dan dijadikan bahan koreksi bagi polisi, kata Maruli dari LBH Jakarta.
Rekaman Adlun bisa dijadikan bukti awal untuk penyidikan lebih lanjut terhadap aksi pungli yang masih sering dilakukan aparat kepolisian.
5. Perubahan UU ITE
Saat ini, pemerintah sedang mengusulkan revisi UU ITE.
Pemerintah ngotot mengatur penghinaan dalam UU ITE, padahal KUHP sedang dibahas di DPR, kata Erasmus.
Dengan banyaknya kriminalisasi atas nama penghinaan dan pencemaran nama baik, Tim Advokasi meminta pemerintah menghapus pasal tersebut dalam UU ITE. Selain itu, Tim Advokasi juga meminta agar mekanisme kontrol dan pengawasan diperkuat melalui RUU Perubahan UU ITE dan RUU KUHAP.—Rappler.com
BACA JUGA: