• September 20, 2024

Masih ada polisi yang baik di Indonesia

Di balik persepsi buruk aparat kepolisian, wajah-wajah tersebut memberikan angin segar di kepolisian

Selasa pagi, 8 September 2015, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, arah persimpangan dengan kantor Kementerian Pertanian, diblokir. Di ujung perlintasan, lalu lintas menuju Cilandak terhenti.

Di persimpangan, seorang polisi paruh baya berdiri dan berusaha menjaga lalu lintas tetap berjalan. Namun setelah sepuluh menit berhenti, polisi itu akhirnya menyeberang jalan.

Ia berjalan perlahan menuju perlintasan Cilandak. Awalnya saya berpikir, “Tidak mungkin orang ini berjalan kaki ke Persimpangan Cilandak.” Jaraknya cukup jauh dan menanjak.

Tapi karena dia berjalan lebih cepat dariku, aku tidak bisa terus mengawasinya. Ternyata tebakanku salah.

Sesaat kemudian, lalu lintas mulai lancar. Saat saya sampai di pintu keluar tol sebelum pertigaan Cilandak, ada polisi yang ada di sana, mengatur lalu lintas agar arus kembali lancar.

Sebenarnya ada seorang polisi yang dilihat dari penampilannya, lebih muda dari petugas lalu lintas. Namun entah kenapa kehadiran polisi senior inilah yang berhasil memecah kemacetan.

Ada beberapa cara untuk melihat situasi ini. Pertama, itu pekerjaannya. Dia bertanggung jawab untuk mengatur lalu lintas.

Kedua, bagi yang suka berpikiran negatif, mungkin Anda mengira polisi tersebut mungkin sedang berusaha mencari simpati atau dukungan.

Tapi ada cara ketiga; cara lain untuk melihatnya. Namun pertama-tama, mari kita ingat kembali gambaran terkini tentang polisi.

RUU Gemuk, Korupsi, Anti KPK

Sudah menjadi rahasia umum bahwa ada petugas polisi lalu lintas yang bisa berdamai ketika pengemudi kendaraan bermotor melakukan pelanggaran lalu lintas. Tidak ada seorang pun yang menganggapnya serius.

Belakangan ini kasus RUU gendut membuka mata banyak orang, bahwa lembaga penegak hukum ini memang sangat membutuhkan reformasi – bukan sekedar reformasi birokrasi seperti program pemerintah yang fokus pada peningkatan kinerja dan diganjar dengan tambahan pendapatan.

Reformasi yang diperlukan adalah reformasi pola pikir, agar mereka dapat menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab.

Tak cukup dengan tagihan gendut, masih banyak kasus lain yang kemudian terungkap, seperti kasus korupsi simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) yang melibatkan mantan Kepala Korlantas Polri Irjen Djoko Susilo. Pengadilan Tipikor memvonisnya 10 tahun penjara, namun kemudian Pengadilan Tinggi Jakarta menambah hukumannya menjadi 18 tahun penjara.

Pada April tahun ini, mantan Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Brigjen Didik Purnomo juga divonis 5 tahun penjara karena kasus yang sama.

Belum lama ini, meski bukan Korps Lalu Lintas, media diramaikan dengan pemberitaan dugaan kriminalisasi petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketua KPK nonaktif Abraham Samad, Wakil Ketua KPK nonaktif Bambang Widjojanto, dan sejumlah penyidik ​​KPK lainnya didakwa dengan berbagai kasus.

Dugaan adanya konspirasi tak terhindarkan karena kasus mereka yang terjadi bertahun-tahun lalu baru mencuat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wakil Kapolri Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka. Ketentuan tersebut kemudian dibatalkan dalam sidang pendahuluan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Melihat hal ini, sulit dipercaya masih ada polisi yang bekerja dengan baik.

Selingkuh dari istrinya sendiri

Jika polisi melakukan tugasnya dengan baik, mudah untuk mengatakan itu tugasnya, atau hanya sekedar pencitraan.

Di tengah memburuknya citra polisi, kita mudah menjadi pesimis ketika melihat seorang polisi berdiri di tengah kemacetan lalu lintas, dan berpikir: “Apa yang dia lakukan? lambaikan saja!”

Namun ketika polisi itu bergerak, rela berjalan jauh dan membereskan kemacetan yang membuat saya dan banyak pengendara lain tidak bisa pulang kerja hingga larut malam, itu sudah cukup memberikan sudut pandang berbeda.

Saya kira kita masih bisa berharap pada polisi. Itu memang tugas mereka, tapi tak ada salahnya kita mengapresiasi mereka ketika mereka melakukan tugasnya dengan baik. Percayalah, polisi yang memecah kemacetan bukanlah satu-satunya polisi yang baik di negeri ini.

Belum lama ini, dalam sebuah acara televisi swasta, seorang polisi lalu lintas bernama Aiptu Jailani menjadi terkenal karena menilang istrinya sendiri karena mengemudi berlawanan arah.

Jailani kaget karena ternyata sopirnya adalah istrinya sendiri. Di saat yang sama, istrinya marah ketika mengetahui suaminya masih memberikan tilang.

Namun pada malam harinya, ketika pulang ke rumah, dia membawakan bunga untuk istrinya sambil berkata, “Bu, maaf Ayah kena tilang. Ayah berharap ibu mengerti. Ayah sayang pada Ibu.” —Rappler.com

Camelia Pasandaran adalah jurnalis Rappler Indonesia dan dosen komunikasi di Universitas Multimedia Nusantara. Dia dapat ditemukan di Twitter @CameliaWiguna.


Pengeluaran SGP