• October 7, 2024

Memahami UU Pilkada: Bukan Akhir dari Demokrasi Kita

Undang-undang pemilu daerah bukanlah akhir dari demokrasi baru di Indonesia. Yang paling penting adalah meningkatkan keterlibatan masyarakat agar demokrasi kita tidak mati

Masyarakat Indonesia kaget. Jumat dini hari pekan lalu (26/9), saat sebagian besar masyarakat Indonesia sedang tertidur pulas, anggota DPR periode 2009-2014 yang masa jabatannya akan berakhir dalam hitungan hari, berhasil mengesahkan RUU Pilkada yang kontroversial.

Pagi itu media sosial dipenuhi kekecewaan dari berbagai kalangan, terutama yang menolak pencabutan hak rakyat untuk memilih langsung calon kepala daerahnya. UU Pilkada merupakan langkah yang mencederai semangat reformasi bangsa Indonesia, ujarnya.

Tuduhan adanya motif dendam di balik proses pengesahan RUU Pilkada memang tidak bisa diabaikan begitu saja, namun perlu dipahami juga bahwa RUU tersebut telah melalui proses yang cukup panjang. Pemerintah yang diwakili Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) lah yang mengajukan naskah akademik tersebut pada tahun 2011. Didukung berbagai pertimbangan dan kondisi politik di lapangan, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi awalnya mengusulkan agar gubernur dipilih oleh DPRD sementara masyarakat tetap bisa memilih bupati dan wali kota secara langsung.

Selain permasalahan seperti besaran anggaran, maraknya politik uang, dan konflik horizontal akibat pelaksanaan pilkada langsung, ada satu poin penting yang sempat diangkat pemerintah namun kurang mendapat perhatian. dari media dan masyarakat. Kementerian Dalam Negeri merasa banyak kebijakan pemerintah pusat yang tidak bisa diterapkan di berbagai daerah karena kepala daerah merasa mendapat amanah langsung dari masyarakat. Kondisi ini dipandang sebagai ancaman bagi Indonesia yang merupakan negara kesatuan – bukan negara federal.

Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sebenarnya menyetujui usulan pemerintah tersebut, salah satunya melalui beberapa pernyataan kadernya, termasuk Wakil Ketua DPR Pramono Anung. Pada tahun 2012, Pramono menyatakan sepakat gubernur sebaiknya dipilih oleh DPRD karena merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat, sedangkan bupati dan wali kota tetap dipilih langsung oleh masyarakat karena mempunyai fungsi memberikan pelayanan kepada masyarakat. memasok.

Suka tidak suka, pengesahan UU Pilkada kemarin merupakan bagian dari proses pendewasaan demokrasi Indonesia.
– Tingkat jelai

Persoalan pembahasan UU Pilkada menjadi semakin menarik karena di saat yang sama maraknya protes yang menuntut pemilu langsung di Hong Kong. Mereka yang menolak UU Pilkada berharap aksi serupa juga terjadi di Indonesia. Meski terdapat segelintir protes terhadap UU Pilkada di berbagai daerah di Indonesia, namun skalanya masih belum besar. Protes besar-besaran mahasiswa seperti tahun 1998 masih jauh.

Ada banyak teori yang dapat menjelaskan situasi tersebut. Menurut saya, hal ini terjadi karena sebenarnya jumlah masyarakat yang mendukung UU Pilkada tidak lebih sedikit dibandingkan yang menolaknya. Kondisi tersebut terlihat dari perdebatan sengit yang terjadi di media sosial, dimana masing-masing pihak terlihat memiliki jumlah orang yang sama.

Bagi pendukung UU Pilkada, pelaksanaan pilkada langsung selama ini lebih banyak menimbulkan permasalahan dibandingkan manfaat bagi masyarakat. Model pemilu seperti ini dipandang sebagai peluang besar bagi mereka yang punya uang untuk membeli suara masyarakat kelas bawah. Meski pilkada langsung menghasilkan beberapa pemimpin daerah yang berkualitas, seperti Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama atau Ridwan Kamil, proses ini juga menghasilkan lebih dari 300 kepala daerah yang terjerat kasus korupsi.

Sebuah proses demokrasi yang panjang

Meski terdapat perbedaan alasan dan perbedaan yang dimiliki masing-masing kubu, kedua kubu sebenarnya sepakat bahwa demokrasi adalah proses yang panjang, mahal, dan seringkali rumit.

Perlu diingat bahwa Indonesia baru memiliki sistem demokrasi kurang dari dua dekade, yang sebenarnya masih sangat muda untuk sebuah sistem demokrasi. Negara-negara yang sistem demokrasinya berjalan sangat baik, misalnya Amerika Serikat, membutuhkan waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk mencapai kondisi seperti saat ini. Indonesia juga membutuhkan waktu yang lama untuk menemukan formulasi yang benar-benar sesuai dengan budaya masyarakat. Suka tidak suka, pengesahan UU Pilkada kemarin merupakan bagian dari proses pendewasaan demokrasi Indonesia.

Bangsa Indonesia patut berbangga karena dalam waktu yang relatif singkat bangsa ini mampu menciptakan sistem ketatanegaraan demokratis yang relatif baik, dimana tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan atau penyalahgunaan kekuasaan. penyalahgunaan kekuasaan oleh karena itu dapat diminimalkan.

UU Pilkada bukanlah akhir dari segalanya, masih banyak cara yang bisa ditempuh. UU Pilkada bisa diajukan ke Mahkamah Konstitusi (CCH) untuk ditinjau secara substantif, sebuah langkah yang dilakukan beberapa pihak. Namun perlu diingat bahwa Mahkamah Konstitusi dalam beberapa putusannya telah menyatakan bahwa baik pilkada langsung maupun pilkada oleh DPRD sama-sama konstitusional. Terkait hal tersebut, beberapa ahli berpendapat bahwa keputusan mengenai teknis pelaksanaan pilkada ada di tangan legislatif dan eksekutif.

Terbitnya dua peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengembalikan pilkada langsung, juga merupakan bagian dari proses pendewasaan demokrasi yang harus kita jalani. Aturan ini bisa menurunkan suhu politik di Tanah Air, meski hanya sementara karena nanti persetujuannya harus diserahkan ke DPR untuk menjadi undang-undang atau tidak.

Jika kedua langkah tersebut gagal, ada jalan lain yakni pengajuan uji undang-undang oleh pemerintahan Presiden terpilih Joko “Jokowi” Widodo.

Apapun hasilnya, kita semua harus menyadari bahwa politik itu dinamis, begitu pula keinginan masyarakat. Yang terpenting adalah meningkatkan keterlibatan masyarakat agar demokrasi kita tidak pernah mati. —Rappler.com

Tasa Nugraza Barley adalah konsultan komunikasi yang pernah menjadi jurnalis di sebuah surat kabar berbahasa Inggris di Jakarta selama dua tahun. Dia suka membaca buku dan bertualang, dan dia sangat menikmati rasa kopi yang diseduh. Ikuti Twitter-nya @garsbanget


casinos online