Membangun kembali kepercayaan terhadap Mahkamah Konstitusi
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Panitia seleksi calon hakim konstitusi memaparkan nama dua calon ketua kepada Presiden. Mereka adalah dosen hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Udayana, I Dewa Gede Palguna dan guru besar Fakultas Hukum Universitas Andalas, Yuliandri.
Dalam dua hari ke depan, negara kita akan mengalami perubahan yang rutin namun tidak kalah pentingnya, yaitu pengumuman Ketua Mahkamah Konstitusi (KC) Republik Indonesia.
Tim Panitia Seleksi calon Hakim Mahkamah Konstitusi yang dipimpin pakar konstitusi Saldi Isra dari Universitas Andalas Padang, memaparkan nama dua calon terpilih kepada Presiden Joko “Jokowi” Widodo. Mereka adalah dosen hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Udayana, I Dewa Gede Palguna dan guru besar Fakultas Hukum Universitas Andalas, Yuliandri.
Mungkin kedua nama ini masih sangat asing bagi masyarakat, begitu pula saya yang belum mengetahui secara mendalam tentang kedua kandidat tersebut. Namun, semoga siapapun yang terpilih bisa menjadi teladan dalam menjaga keadilan dan kepastian hukum di Indonesia. MK bersama MA menjadi dua pilar penting dalam dua perkara tersebut.
Sebab tentu masih segar dalam ingatan kita ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Akil Mochtar dalam kasus gratifikasi yang menjebloskannya ke balik jeruji besi. Kasus korupsi terkait sengketa Pilkada Kabupaten Lebak juga melibatkan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan adiknya Tubagus Chairi Wardana.
Keterlibatan Akil merupakan salah satu skandal penegakan hukum terbesar di Indonesia dan mencoreng nama lembaga tersebut. Kepercayaan masyarakat juga dipertaruhkan.
Namun terpilihnya Hamdan Zoelva sebagai pengganti Akil nampaknya sudah cukup sebagai upaya pemulihan, apalagi Hamdan menolak seluruh tuntutan yang diajukan eks calon presiden, Prabowo Subianto, pada rangkaian Pilpres Juli tahun lalu.
Kini, mampukah kedua kandidat ini membangun kepercayaan itu?
Menurut Saldi, nasib terpilihnya hakim tertinggi di Tanah Air sepenuhnya bergantung pada presiden. Sebagai kepala negara, Joko punya hak prerogratif untuk mengeluarkan keputusan presiden atas nama-nama pilihan kedua orang tersebut. Presiden sendirilah yang menentukan kapan harus mengambil keputusan tegas tersebut.
Tanggal 7 Januari akan menjadi akhir masa jabatan Hamdan. Artinya, presiden harus segera memutuskan siapa yang akan menggantikan posisi hakim di Mahkamah Konstitusi. Meski waktu yang tersedia sangat sedikit, namun keputusan ini tidak boleh diambil secara terburu-buru. Jokowi tentu tidak ingin skandal memalukan Akil terulang kembali.
Sebagai presiden yang lahir dari sejuta amanah rakyat Indonesia, Jokowi punya tanggung jawab besar dalam menentukan Ketua Mahkamah Konstitusi. Sebab kedudukannya sangat strategis dalam menjaga keadilan di negeri ini. Jokowi memang perlu memilih sosok yang benar-benar bersih dan berintegritas tinggi serta memiliki pengetahuan dan kemampuan yang memadai di bidang hukum. Hukum yang saya maksud disini adalah hukum yang “tajam ke bawah dan tumpul ke atas”.
Pansel menyatakan nama kedua calon hakim tersebut sudah jelas, berdasarkan hasil pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (FPATK). Keduanya memiliki catatan bersih melalui laporan yang disampaikan masyarakat.
Kedua orang tersebut dipilih atas dasar integritas, kemampuan dan kemandirian. Tentu kita berharap ketiga hal tersebut akan terlihat ketika salah satunya menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi). Ketiga hal tersebut juga harus diwarnai dengan keputusan-keputusan strategis yang diambil dalam tiga tahun ke depan pada lembaga hukum tersebut.
Jadi, saya Dewa Gede Palguna atau Yuliandri? —Rappler.com
Karolyn Sohaga adalah seorang aktivis sosial yang memiliki ketertarikan pada sastra, isu perempuan dan hak asasi manusia.