Mengapa pemerintah memberikan amnesti bagi koruptor?
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Tahun ini menjadi tahun istimewa bagi para narapidana, termasuk narapidana koruptor, karena mereka akan mendapat dua amnesti, yakni amnesti umum dalam rangka HUT Kemerdekaan 17 Agustus dan remisi satu dekade.
Menurut Kepala Subbagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Lapas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Akbar Hadi, amnesti umum dihitung dari lamanya penahanan.
Misalnya seorang narapidana divonis 1 tahun penjara, kemudian mendapat grasi umum selama 1 bulan. Begitu pula dengan hukuman 6 tahun penjara, ia mendapat remisi 6 bulan.
Jika total hukuman penjara lebih dari 6 tahun, remisi dimaksimalkan menjadi 6 bulan.
Lalu bagaimana dengan remisi satu dekade?
Pembebasan setiap 10 tahun ini berlaku sejak tahun 1955 berdasarkan Keputusan Presiden nomor 120 pada tahun yang sama.
“Amnesti satu dekade diberikan kepada narapidana tanpa syarat, kecuali narapidana seumur hidup yang buron,” kata Akbar kepada Rappler, Senin, 10 Agustus.
Pemberian grasi satu dekade terakhir diberikan pada tahun 2005 dengan perhitungan hukuman penjara dibagi 1/12. Misalnya, terpidana divonis 3 tahun penjara dikalikan 1/12 maka ia mendapat remisi 3 bulan.
Angka remisi 3 bulan ini sudah maksimal. Jika seorang narapidana divonis 10 tahun penjara, ia akan mendapat remisi selama 3 bulan.
Hadi mengatakan, narapidana yang mendapat amnesti tidak pernah diumumkan oleh kementerian. “Nama-nama penerima grasi tercantum di rutan yang diumumkan pada 17 Agustus,” ujarnya.
Dia mengatakan, tidak semua narapidana yang memenuhi syarat bisa mendapat grasi. “Pusat yang mengusulkan,” ujarnya.
Pemberian pengabaian yang kontroversial
Seperti tahun-tahun sebelumnya, amnesti ini mendapat protes dari para aktivis antikorupsi.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sejauh ini sudah ada 42 narapidana korupsi yang mendapatkan pengampunan dan pembebasan bersyarat.
Ada nama-nama besar di dalamnya, seperti:
- Burhanudin Abdullah dan Aulia Pohan, pejabat bank sentral dalam kasus aliran dana Bank Indonesia tahun 2010
- Mantan Gubernur Nangroe Aceh Darussalam Abdullah Puteh dalam kasus pembelian helikopter MI-2 Rostov buatan Rusia senilai Rp 13,687 miliar
- Artalyta Suryani dalam kasus suap pengacara Urip Tri Gunawan
- Pengusaha Hartati Murdaya dalam kasus suap Bupati Buol Amran Batalipu
Kasus pemberian grasi dan pembebasan bersyarat kepada Hartati merupakan kasus yang paling kontroversial. Perkara tersebut bermula dari putusan hakim Pengadilan Tipikor pada 4 Februari 2013 yang menyatakan Hartati bersalah melakukan tindakan suap bersama.
Ia kemudian divonis 2 tahun 8 bulan penjara.
Berdasarkan data ICW, jika berdasarkan putusan hakim tanpa pengampunan atau pembebasan bersyarat, Hartati tidak akan bebas hingga akhir tahun 2015.
Hargai itu dirilis pada 30 Agustus 2014 Kemudian, mendapat pembebasan bersyarat dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) saat itu, Amir Syamsuddin.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyatakan Hartati memenuhi syarat dan prosedur untuk mendapatkan pembebasan bersyarat.
Namun menurut ICW, ketentuan pembebasan bersyarat bagi koruptor diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak narapidana atau lebih dikenal dengan PP 99/2012.
Dalam Pasal 43 A Ayat 1 huruf a PP 99/2012 disebutkan, selain telah menjalani 2/3 masa pidananya, salah satu syarat penting bagi seorang narapidana korupsi untuk mendapatkan pembebasan bersyarat adalah bahwa terpidana bersedia bekerja sama dengan pihak yang bersalah. Kanan. penegakan hukum untuk membantu mengungkap kasus pidana. apa yang dia lakukan (rekan keadilan).
Lebih lanjut, Pasal 43 A Ayat 3 berbunyi, “Kesediaan bekerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dinyatakan secara tertulis oleh aparat penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Kemudian pada pasal 43 B pada intinya disebutkan bahwa Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam memberikan pertimbangan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia wajib meminta rekomendasi dari instansi terkait yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung. , dan/atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam hal terpidana dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) – sebagai lembaga yang menangani kasus korupsi Hartati – menyatakan akan mengusut kapasitas pengusaha tersebut sebagai tersangka. rekan keadilan. Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menolak merekomendasikan Hartati untuk mendapatkan pembebasan bersyarat.
Artinya, berdasarkan PP 99/2012, syarat pembebasan bersyarat Hartati tidak terpenuhi sehingga batal demi hukum.
Rappler membenarkan hal tersebut kepada Amir Syamsuddin, mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Meski demikian, dia mengakui keputusan pembebasan bersyarat Hartati sudah sesuai prosedur dalam ketentuan.
“Silakan baca sendiri PP 99/2012. Semuanya ada di sana,” kata Amir.
ICW mengirim surat ke Jokowi
Aktivis ICW Lalola Easter Kaban menyayangkan pemerintah masih memberikan amnesti kepada koruptor.
“Mengapa kita merayakan hari kemerdekaan dengan memberikan dispensasi kepada orang-orang yang bertanggung jawab atas sesuatu yang menjadi pekerjaan rumah bangsa (pemberantasan korupsi)?” kata Lalola.
Untuk itu, ICW memutuskan melayangkan surat protes kepada Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada hari ini, Senin.
“Kami berpendapat pemberian amnesti satu dekade Proklamasi Kemerdekaan tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Narapidana (PP 99/2012),” kata Koordinator ICW Adnan Topan Husodo dalam surat tersebut.
Lola menambahkan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia harus memperhatikan prasyarat jrekanan yang mendukung itu.
“Harus ada rekomendasi dari penyidik,” kata Lalola.
Lalu bagaimana tanggapan penegak hukum?
Johan Budi, Plt Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, mengatakan meski keputusan ada di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, sebaiknya kementerian memilih siapa yang akan menerima pengampunan.
“Pemberian amnesti adalah domain Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Namun, yang terbaik adalah memberikan amnesti kepada narapidana atas kejahatan yang masuk dalam kategori tersebut kejahatan luar biasa persyaratannya harus diperketat,” kata Johan, Senin.
Meski tekanan masih terus dilontarkan, Kemenkum HAM mengaku belum bisa berbuat banyak.
“Kami hanya pelaksana,” kata Direktur Jenderal Kemenkum HAM Akbar Hadi seraya mengatakan keputusan akhir ada di tangan Presiden Jokowi. —Rappler.com
BACA JUGA: