• November 24, 2024
Mengkampanyekan RUU Pilkada itu sulit

Mengkampanyekan RUU Pilkada itu sulit

JAKARTA, Indonesia – Hasil akhir pembahasan rancangan undang-undang pemilihan kepala daerah (RUU Pilkada) kemungkinan besar masih diwarnai perbedaan pandangan. Lobi antarfraksi di tingkat pansus (pansus) RUU Pilkada tidak berjalan mulus, bahkan cenderung alot. Masing-masing fraksi nampaknya masih mempertahankan argumentasinya, terutama terkait opsi pemilihan kepala daerah.

Sekretaris Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Bambang Wuryanto menyatakan, seluruh proses lobi terkait pembahasan RUU Pilkada telah dilakukan. Sebelum mencapai garis finis, Fraksi PDI Perjuangan terus mendorong agar opsi pemilihan kepala daerah tetap menggunakan sistem pemilihan langsung.

“Kami hanya belum menemukan solusinya. Belum ada kesepakatan. “Kami masih punya sikap masing-masing,” kata Bambang usai rapat pimpinan fraksi di Gedung DPR, Jakarta, Senin (8/9).

Menurut Bambang, apa yang terjadi dalam pembahasan RUU Pilkada merupakan dampak dari Pilpres 2014. Perbedaan tajam masih terus berlanjut. Bambang menanggapi pernyataan Ketua Dewan Pembina Partai Golongan Karya Akbar Tandjung dengan serius.

Saat menghadiri pemaparan calon Ketua Umum Partai Golkar di Yogyakarta, Akbar mengatakan, bagusnya pemerintah pusat dikuasai Joko Widodo-Jusuf Kalla, tapi Koalisi Merah Putih – partai yang mengusung paslon pendukung Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa – akan mengatur semua kebijakan di parlemen.

Partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih adalah Gerindra, Golkar, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

“Misalnya sampai ke level bawah juga sama. “Jadi menurut saya pola perpecahan sebagai sesama anggota bangsa, suasana persatuan kurang kondusif,” kata Bambang cemas.

Situasi ini, kata Bambang, telah menimbulkan keretakan persatuan bangsa. Pembahasan RUU Pilkada sedikit banyak menunjukkan potensi tersebut. Menurut Bambang, situasi ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan melakukan lobi antarfraksi saja.

Makanya kami menghimbau kepada para petinggi partai, mungkin bisa mendiskusikan apa yang dibutuhkan negara, ujarnya.

Tak hanya petinggi partai, Bambang mendesak Jokowi-JK juga turun tangan dan melakukan komunikasi politik untuk mencari solusi. “Rata-rata kami hanya melaksanakan tugas-tugas di atas,” ujarnya.

Dampak jangka panjang

Ketua Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Syarifudin Sudding mengingatkan, perbedaan pandangan dalam RUU Pilkada lebih mungkin disebabkan oleh perbedaan posisi politik. Situasi ini sulit untuk menemukan titik temu. Faktanya, sistem pemilihan kepala daerah oleh DPRD dinilai bertentangan dengan amanat konstitusi.

“Menurut saya, jangan melanggar konstitusi hanya karena kepentingan politik,” ujarnya.

Sudding mengatakan, jika DPRD menggelar pemilihan kepala daerah, hampir pasti situasi politik akan menimbulkan perbedaan tajam hingga lima tahun ke depan. Hampir bisa dipastikan Koalisi Merah Putih dengan suara mayoritas DPRD provinsi dan kabupaten/kota akan memenangkan calon kepala daerah yang diusungnya.

Implikasi lebih lanjut, ketika DPR dikuasai Koalisi Merah Putih, maka akan berdampak luas pada prosesnya. Pemilihan PNS seperti Kapolri, Panglima TNI, BPK, Ketua MA, semuanya di DPR, ujarnya.

Potensi kepala daerah yang berkualitas, kata Sudding, akan tertutup dengan adanya mekanisme tersebut. Menurut dia, koalisi pasti akan memilih calon yang sudah ada kesepakatan bersama. Mekanisme penetapannya juga jauh dari transparan karena tidak melibatkan masyarakat.

“Apakah Anda ingin berharap pada calon independen? Tidak mungkin itu. “Yang pasti koalisi akan mengusung calonnya,” ujarnya.

Jika melihat pengalaman Revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, Sudding berharap keadaan seperti itu tidak terjadi lagi. Dalam kasus ini, perbedaan pandangan yang tajam dalam pembahasan RUU MD3 membuat Fraksi PDI Perjuangan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (CHC). Menggugat setiap undang-undang yang baru disahkan ke Mahkamah Konstitusi merupakan hak setiap orang, namun justru menimbulkan suasana yang kurang harmonis.

“Apakah setiap produk yang dipaksa dilegalkan kemudian dibawa ke Mahkamah Konstitusi? Yang terbaik adalah melihat keinginan komunitas luar. Demokrasi adalah tentang efektivitas pemerintahan. “Jika ada kelemahan, tugas kami memperbaikinya,” ujarnya.

Sudding mengatakan upaya lobi saat ini sedang berlangsung. Namun hanya ada dua fraksi yakni PDI-P dan Hanura yang konsisten mendukung sistem pemilu langsung.

Sedangkan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa di DPR memilih opsi pemilihan langsung pada pilkada provinsi, sedangkan untuk pilkada kabupaten/kota menggunakan pemilu DPRD. Upaya lobi, kata Sudding, harus dilakukan dengan pendekatan yang lebih harmonis.

“Politik harusnya cair, jangan kaku,” ujarnya mengingatkan.

Penuh minggu depan

Hasil rapat tersebut, pimpinan fraksi mengagendakan rapat paripurna pengesahan RUU Pilkada.

“Sidang paripurna ditetapkan pada 25 September. “Kami akan selesaikan dulu proses panitia kerja dan tim perumus (RUU Pilkada),” kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI Abdul Hakam Naja usai menghadiri rapat pimpinan.

Menurut Hakam, proses pembahasan akan berlanjut mulai hari ini, Selasa (9/9) di tingkat panitia kerja, tim perumus, dan tim sinkronisasi RUU Pilkada. Rapim sengaja memperpanjang tanggal pengesahan RUU Pilkada karena masih banyak persoalan yang belum disepakati.

“Kami memberikan ruang untuk penyempurnaan formulasinya, paling lambat tanggal 23 September,” ujarnya.

Dari sisi fraksi, Hakam menyebut belum banyak perubahan. Hanya satu fraksi yakni Partai Keadilan Sejahtera yang memutuskan mengubah keputusan pilkada langsung ke DPRD. Yang jelas PKS ada pergeseran, waktu rapat terakhir tanggal 2 September tidak diumumkan, ujarnya.

Abdul Hakim, Sekretaris Fraksi PKS, membenarkan partainya memutuskan mengubah pandangan terkait pilkada langsung menjadi pilkada pilihan DPRD. Hakim mengatakan keputusan itu diambil berdasarkan rapat internal DPP PKS.

“Kami sudah rapat paripurna DPP pada hari Rabu. Pimpinan PKS menginstruksikan DPRD yang akan menentukan pilihannya, ujarnya.

Menurut Hakim, PKS menganggap pemilu DPRD juga merupakan proses demokrasi. Proses tersebut dinilai lebih efektif karena dapat menjamin terpilihnya pemimpin yang berkualitas, berintegritas, dan efektif dalam mengawasi proses pembangunan bagi masyarakat.

“Kalau dibilang kemauan rakyat pemilu langsung, itu (masih) untung dan rugi. Memang benar tidak pernah ada keputusan yang bisa disepakati semua pihak. “Itu wajar, tapi nanti keputusan politiklah yang menentukan,” ujarnya.

Hakim mengatakan, ada juga sebagian masyarakat yang nyaman dengan sistem pemilihan langsung, namun ada juga yang kurang setuju. Oleh karena itu, menjadi tugas DPR untuk menentukan pilihan tersebut.

“Karena masyarakat memberikan amanahnya kepada anggota DPR, maka dinamika di DPR yang menentukannya nanti,” ujarnya.

lagutogel