• November 22, 2024

Menteri Jonan membekukan izin rute AirAsia Surabaya-Singapura

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan tergolong pejabat yang ekspresif. Beberapa kali media mengabarkan dirinya memarahi bawahannya, atau pejabat setempat, seperti Bupati Sidoardjo.

Kemarin, Jumat (2/1), Yunusn memahami direktur maskapai Air Asia Indonesia. Hal itu dilakukan Jonan saat sidak di sejumlah kantor operasional sejumlah maskapai di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Kemarahan Jonan dipicu surat dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang menanyakan alasan pilot AirAsia QZ8501 tidak mengambil data cuaca dari BMKG sebelum terbang pada Minggu pagi (28/12). Kemarahan Jonan antara lain terbaca Di Sini.

Tak mau cepat (dan tegas?) mau kalah dengan sang menteri, pada hari yang sama, kemarin, Kementerian Perhubungan mengeluarkan surat yang membekukan izin Indonesia AirAsia rute Surabaya-Singapura. Hal itu didapat media melalui siaran pers yang ditandatangani Kepala Pusat Komunikasi Kementerian Perhubungan JA Barata. Berdasarkan siaran persnya, rute AirAsia Indonesia Surabaya-Singapura dihentikan sementara mulai 2 Januari 2015 hingga ada hasil evaluasi dan investigasi. Penghentian sementara tersebut tertuang dalam Surat Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. AU.008/1/1DRJU-DAU-2015 tanggal 2 Januari 2015.

Padahal, sejak tragedi jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 menimpa bangsa ini, kita semua sepakat perlunya meningkatkan keselamatan penerbangan nasional. Seperti yang saya tulis, keselamatan penerbangan kita di dunia masuk dalam kelas 2, sekelas Ghana dan Bangladesh. Ironisnya sebagai negara yang masuk liga besar seperti grup G20. Saya wawancara lewat akun Twitter mantan Menteri Perhubungan yang kemudian menjadi Menteri Koordinator Negara dan Perekonomian Hatta Rajasa. Apa yang dilakukan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono untuk meningkatkan keselamatan penerbangan pasca tragedi jatuhnya pesawat Adam Air KI 574 pada 1 Januari 2007?

Hatta Rajasa menjabat Menteri Perhubungan ketika Adam Air jatuh. Ia tak menjawab pertanyaan saya, padahal saat dinyatakan hilang kontak, akun tersebut mentweet: “Saudara-saudara, mari kita doakan agar penerbangan AirAsia QZ8501 yang hilang pada penerbangan Surabaya-Singapura segera dapat ditemukan.” Akun Twitter @hattarajasa pun mengucapkan Selamat Tahun Baru. Cukup aktif. Tapi ke arah yang sama. Menggunakan media baru dengan pola pikir media lama.

Jadi, kita bisa menyambut baik tindakan Kementerian Perhubungan yang membekukan sementara izin rute AirAsia Surabaya-Singapura sebagai bentuk ketegasan pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo melalui Menteri Perhubungan Jonan. Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sejak awal memantau langsung bencana di lapangan.

Tindakan Kementerian Perhubungan yang membekukan sementara izin AirAsia rute Surabaya-Singapura patut disambut baik sebagai wujud ketegasan pemerintahan Jokowi.

Soalnya, dalam surat Kementerian Perhubungan disebutkan alasan pelanggaran perjanjian pelanggaran rute tersebut. Dalam surat Direktorat Jenderal Perhubungan Udara No. AU.008/30/6/DRJU-2014, tanggal 24 Oktober perihal izin penerbangan yang diberikan kepada Indonesia AirAsia, sesuai dengan jadwal penerbangan pada hari Senin, Selasa, Kamis dan Sabtu. Namun dalam praktiknya, penerbangan PT Indonesia AirAsia rute Surabaya-Singapura dioperasikan di luar izin yang diberikan, yakni pada hari Minggu. Siaran pers Kementerian Perhubungan juga menyebutkan, AirAsia belum mengajukan permintaan perubahan operasional ke Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Ini merupakan pelanggaran terhadap persetujuan rute yang diberikan.

Membaca surat tersebut, kesimpulannya, penerbangan AirAsia QZ8501 yang membawa 162 penumpang dan awak itu ilegal. Tanpa izin. Bagaimana itu bisa terjadi? Padahal perubahan jadwal penerbangan perlu persetujuan Kementerian Perhubungan?

Indikasi perubahan jadwal penerbangan AirAsia QZ8501 pagi itu dengan terbang lebih awal dari jadwal semula pada pukul 07.20 WIB terlihat dari cerita 10 penumpang yang membatalkan penerbangan karena tidak membaca informasi perubahan jadwal. Ini adalah ceritanya. Pesawat ini lepas landas dari Bandara Juanda pada pukul 05.35 WIB. Perkembangan informasi sejak hilangnya AirAsia dapat dilihat di LIVE BLOG Rappler.com.

Jadi, menurut saya, ada dua kesalahan yang dilakukan AirAsia Indonesia jika mengacu pada siaran pers dan peraturan Kementerian Perhubungan. Pertama, melanggar izin terbang DAG. Kedua, mengubah jam terbang tanpa izin. Apakah itu benar?

Saya mencoba menghubungi AirAsia Indonesia pada Sabtu pagi (3/1) melalui WhatsApp. Juru bicaranya, Malinda Yasmin menjawab: “Besok. Kami tidak bisa memberikan informasi sampai proses evaluasi dan investigasi selesai. Kami akan bekerja sama dengan pemerintah selama proses ini.” Pertanyaan saya adalah meminta tanggapan AirAsia atas surat pembekuan rute Surabaya-Singapura.

Saya punya Tuan. Jusman Syafii Djamal, mantan Menteri Perhubungan RI, bertanya. Ia menjabat pada periode Mei 2007-Oktober 2009 dan menggantikan Menteri Perhubungan Hatta Rajasa pasca tragedi Adam Air. Saya bertanya melalui Facebook, dan dijawab di dinding Facebook yang sama.

Kutipan awal dari Bpk. Jusman:

“Silakan lihat bagaimana sanksi ini dijatuhkan. Apakah pernah ada investigasi mendalam sebelumnya? Apakah Direktur Operasi Maskapai Penerbangan sudah diperiksa? Kepala Bandara Juanda Diperiksa? Apakah otoritas bandara sudah memeriksanya? Apakah Koordinator Kunci sudah diperiksa? Direktur yang memberi izin trayek juga diperiksa. Karena itu adalah rantai proses. Karena tidak mungkin seorang pilot berani terbang jika tidak ada izin rute resmi. Mustahil konter check-in Dan gerbang dibuka oleh Pengelola Bandara Juanda jika tidak ada izin slot resmi. Apalagi jika tidak ada izin kelaikan udara dan tidak izin tampak dari Otoritas Penerbangan Sipil.”

Tn. Jusman pun bertanya, mungkinkah ada fenomena “Pesawat Hantu” dalam kasus ini? Kapan pesawat lepas landas, terbang, dan mendarat tanpa izin?

“ATC tidak mungkin melayani permohonan izin lepas landas Dan pendaratan pesawat tanpa izin. Apalagi bandara yang akan Anda tuju adalah Changi Singapura yang terkenal sangat ketat. Tidak mungkin mereka menerima “pesawat hantu” yang membawa penumpang yang ditilang jika tidak memiliki izin resmi. Sulit dipercaya bahwa Bandara Changi akan menerima pendaratan “Pesawat Hantu” di landasan pacunya, asalkan gerbang dan terbuka menangkal imigrasi jika pesawat AirAsia ini mendarat nanti. Lalu bagaimana sebenarnya manajemen AirAsia sebagai perusahaan publik? terdaftar di pasar saham dengan standar GCG serta grup AirAsia yang terkenal pengusaha mungkin mengorbankan integritas yang besar’nama merk Alas Asia’ yang menyandang nama negara Malaysia, hanya demi keuntungan yang sedikit? Jadi harus melakukan proses izin ilegal seperti itu?” lanjut Pak Jusman.

Tanggapan lengkap mengenai fenomena “Pesawat Hantu” dapat dibaca di blog saya, ini tautannya.

Apa yang disampaikan oleh Bpk. Jusman yang notabene membidangi dunia penerbangan, dari sisi regulasi memang menimbulkan pertanyaan. Jika benar AirAsia QZ8501 terbang tanpa izin tergolong fenomena “Pesawat Hantu”, berapa banyak kejadian yang terjadi di dunia penerbangan kita? Apakah ini dampak dari pesatnya pertumbuhan industri penerbangan? Siapa saja pihak yang harus bertanggung jawab? Tentu bukan hanya pihak maskapai saja, karena proses penerbangannya melibatkan banyak jaringan instansi, mulai dari Bandara Juanda, menara kendali ATC, hingga otoritas Bandara Changi.

“Ada dua kesalahan yang dilakukan AirAsia Indonesia. Pertama, pelanggaran hari izin terbang. Kedua, mengubah jam terbang tanpa izin”

Saya sudah biasa mendengar berita adanya kolusi antar pejabat atau otoritas perizinan di Indonesia. Tidak mengherankan. Tapi Changi? Otoritas Bandara Singapura? Mungkinkah otoritas Bandara Changi mengizinkan penerbangan QZ8501 mendarat di sana jika tidak mengantongi izin penerbangan dari otoritas penerbangan Indonesia? Bayangkan saja jika pesawat tidak jatuh dan mendarat dengan selamat di tempat tujuan.

Apakah itu logikanya?

Inilah yang harus dijawab oleh otoritas Bandara Changi dan semua pihak yang terlibat, termasuk Menteri Perhubungan Jonan. Surat Kementerian Perhubungan membuka kontak Pandora, serangkaian pertanyaan yang harus dijawab, diklarifikasi ke publik. Jika tidak, di manakah revolusi spiritual yang dijanjikan pemerintahan Jokowi-JK?

Dua hari sebelum tragedi AirAsia QZ8501, beredar kabar pembatalan penerbangan AirAsia penerbangan langsung dari Melbourne, Australia hingga Bali. Ini merupakan rute baru yang sedang gencar dipromosikan oleh AirAsia yang dipimpin oleh pengusaha flamboyan Tony Fernandes. Penumpang mendapat pemberitahuan pada Hari Natal (25/12) melalui pesan singkat di ponselnya bahwa penerbangan dibatalkan keesokan harinya, 26 Desember 2014, karena tidak mendapat izin dari otoritas penerbangan Australia dan Indonesia. Padahal, itu merupakan penerbangan pertama rute Melbourne-Denpasar.

Akibat pembatalan mendadak ini, banyak pemesanan kamar hotel dan penerbangan lanjutan yang hilang. Rencana pernikahan terganggu karena penumpang dialihkan ke jalur tidak langsung melalui Kuala Lumpur. Baca beritanya di tautan ini.

Kekecewaan penumpang diungkapkan di Facebook AirAsia, karena Air Asia begitu gencar mempromosikan penerbangan tersebut. Kabar di atas juga menyebutkan bahwa Air Asia mengalami kerugian besar di pasar Australia.

Jika demikian, Tony Fernandes harus menjelaskan kepada publik: Apa yang salah dengan AirAsia?

Dan pengusutan pelanggaran izin penerbangan harus melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi. Ikuti uangnya.

Agar semuanya selesai. —Rappler.com

Uni Lubis, mantan Pemimpin Redaksi ANTV, menulis blog tentang 100 hari pemerintahan Jokowi. Ikuti Twitter-nya @unilubis dan membaca blog pribadinya unilubis.com.

hk pools