• September 7, 2024

Menunggu strategi Jokowi untuk mengurangi emisi karbon

Pemerintah Tiongkok mengumumkan strategi pengelolaan energinya melalui Dewan Negara. Detail strategi ini terungkap dua hari lalu. Seperti dikutip kantor berita Tiongkok, Xinhua, pemerintahan Presiden Xi Jinping telah menjanjikan kemandirian energi, termasuk pengembangan inovasi energi dan energi ramah lingkungan. Strategi pengembangan energi Tiongkok sudah berjalan Link ini.

Pengumuman Dewan Negara tersebut cukup detail, antara lain membatasi konsumsi batu bara sebesar 4,8 miliar ton pada tahun 2020, dan memastikan porsi batu bara tidak lebih dari 62 persen dalam gabungan konsumsi energi Negeri Tirai Bambu pada tahun 2020. Tiongkok juga akan meningkatkan produksi energi ramah lingkungan, termasuk tenaga nuklir, hingga 20 persen dari bauran energi pada tahun 2020.

Strategi energi ini bertujuan untuk memenuhi target pengurangan emisi karbon dioksida, yang juga dikenal sebagai gas rumah kaca (GRK), paling lambat pada tahun 2030. Tiongkok merupakan penghasil emisi GRK, sekaligus pengguna utama energi batu bara. Dalam pertemuan para pemimpin ekonomi negara-negara anggota APEC, Presiden Xi Jinping dan Presiden Barack Obama mengumumkan komitmen bersama untuk mengurangi emisi GRK di masing-masing negara. Pengumuman dari dua negara penghasil emisi terbesar di dunia ini menjadi berita utama di media internasional.

AS berkomitmen untuk menurunkan GRK sebesar 26-28 persen dari posisinya pada tahun 2005, pada tahun 2025. Pengumuman tersebut menyadarkan posisi Barack Obama di kancah dunia. Di dalam negeri, presiden negara adidaya ini sedang menurun popularitasnya. Partai Demokrat yang mendukungnya kalah dalam pemilihan paruh waktu pada awal November.

Obama mengunjungi Asia sebagai politisi yang “lemah”. Namun, pengumuman bersama oleh Presiden Xi Jinping menempatkan AS di bawah Obama sebagai negara permanen pengubah permainan dalam kampanye global melawan dampak perubahan iklim.

Bicara pengubah permainanSaya ingat pengalaman saya meliput pertemuan puncak perubahan iklim di Kopenhagen, Denmark pada tahun 2009. Saat itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertekad menjadi pengubah permainan.

Dalam forum tersebut, SBY mengumumkan rencana Indonesia untuk mengurangi emisi karbon atau disebut juga gas rumah kaca hingga 26 persen pada tahun 2020. Cop-15, demikian sebutan KTT Perubahan Iklim Kopenhagen, dibayangi oleh kegagalan akibat perdebatan sengit antara AS, Tiongkok, dan negara-negara berkembang. Ceritanya bisa dibaca di laporan ini.

Pengumuman SBY ini mendapat pujian di forum internasional, termasuk di kalangan aktivis lingkungan hidup. Bagaimana angka 26 persen itu bisa diperoleh juga masih menjadi misteri bagi para delegasi. Di pesawat kepresidenan dalam perjalanan ke Kopenhagen, penulis pidato presiden, Dino Patti Djalal, bolak-balik ke kabin presiden untuk meninjau pidato dan pengumuman. Delegasi Indonesia yang dipimpin Rachmat Witoelar, mantan Menteri Lingkungan Hidup, sudah berada di Cop-15 beberapa hari sebelum rombongan Presiden tiba di sana.

Bahkan delegasi Indonesia pun tidak memahami bagaimana angka tersebut bisa muncul dan bagaimana cara menghitungnya untuk mencapai target tersebut. Yang banyak diketahui masyarakat adalah proyek penanaman sejuta pohon yang menurut Kementerian Kehutanan merupakan upaya nyata penurunan emisi gas rumah kaca. Deklarasi tersebut dilakukan secara besar-besaran.

SBY juga mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2008 yang menetapkan tanggal 28 November sebagai Hari Arbor. Kampanye ini dibalut dengan sebutan satu orang satu pohon. Saya tidak tahu mengapa saya menggunakan istilah itu”pria“. SBY mengajak menanam 4 miliar pohon trembesi secara bertahap hingga tahun 2020, dan 9,2 miliar pada tahun 2050. Pemerintah juga mengeluarkan peraturan no. 61/2011 diterbitkan untuk menindaklanjuti tujuan penurunan emisi gas rumah kaca. Tidak banyak yang diketahui masyarakat.

Dari sisi diplomasi luar negeri, inisiatif SBY pada Cop-15 sebagai kelanjutan Bali Roadmap dalam hal penurunan emisi GRK mendapat apresiasi. Tak heran jika SBY setelah lengser dari kursi kepresidenan diganjar dengan jabatan sebagai Ketua Global Green Growth Institute, sebuah lembaga di bawah naungan PBB. Pekan ini SBY memulai tugasnya memimpin pertemuan lembaga tersebut, di Seoul, Korea Selatan.

Awal pekan ini, saat bertemu dengan media jelang pengumuman kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengatakan pihaknya akan merumuskan kebijakan energi yang mendorong dorongan energi ramah lingkungan. .

“Kenaikan harga BBM mendekati harga pasar normal akan memberikan insentif bagi pengembangan energi terbarukan,” kata Sudirman. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menambahkan, komitmen BUMN, termasuk Perusahaan Gas Negara (PGN) untuk meningkatkan konversi energi ke gas.

Dalam dokumen rencana induk pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 megawatt yang dibagikan kepada media (17/11), terdapat catatan bahwa pemerintah akan memberikan fasilitas untuk mengatasi kendala tersebut (kemacetan) penanaman modal berupa: jaminan pemerintah terhadap penanaman modal, percepatan persetujuan pinjaman kredit luar negeri, fasilitasi pengadaan tanah, fasilitasi perizinan, penyesuaian harga beli dan jual tenaga listrik IPP agar lebih menarik khususnya energi terbarukan, fasilitasi penyediaan gas untuk pembangkit listrik dan perlindungan hukum bagi pelaksana proyek.

Nawa Cita, visi dan misi Presiden Jokowi-JK, juga sempat menyampaikan maksud kedaulatan energi. Hal ini belum dijelaskan secara detail kepada publik. Saat kampanye Pilpres, tim pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla, Darmawan Prasojo mengungkapkan, pasangan yang diusungnya akan mengurangi subsidi BBM secara bertahap selama empat tahun ke depan.

Pengurangan subsidi BBM ini dilakukan seiring dengan berkembangnya energi alternatif yang mempunyai potensi besar di Indonesia, sehingga tersedianya alternatif yang murah dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap BBM.

“Penghapusan subsidi akan menggantikan energi. Misalnya minyak sawit untuk solar dan etanol sebagai pengganti premium,” kata Darmawan seperti dikutip dari situs tersebut viva.co.id.

Selain penanaman pohon, masyarakat belum banyak mengetahui implementasi komitmen Indonesia dalam menurunkan emisi GRK, serta kebijakan energi. Pada masa SBY, diluncurkan proyek energi dari minyak jarak. Gagal total. Konon, kendalanya adalah soal administrasi perdagangan, yang secara mengejutkan tidak terpikirkan saat proyek ini diluncurkan langsung oleh SBY pada tahun 2007. Proyek Blue Energy yang digagas orang dekat SBY bahkan menuai kritik tajam. Gagal.

Sejauh ini penggunaan energi fosil masih mendominasi di Indonesia. Minyak mentah tercatat sebagai yang terbesar, disusul gas dan batu bara. Menurut data Komite Inovasi Nasional, energi terbarukan seperti air, panas bumi dan lainnya baru mencapai tujuh persen.

Sesuai dengan kebijakan diversifikasi energi, direncanakan penurunan penggunaan energi fosil dari 93 persen menjadi 83 persen pada tahun 2025. Penggunaan energi baru dan terbarukan ditingkatkan menjadi 17 persen, dan lima persen di antaranya adalah biofuel. Kalau bisa disebut kebijakan energi, masih bersifat umum.

Akankah Presiden Jokowi melakukan perbaikan dengan menerapkan kebijakan energi yang lebih rinci dan transparan? —Rappler.com

Uni Lubis, mantan Pemimpin Redaksi ANTV, menulis blog tentang 100 Hari Pemerintahan Jokowi. Ikuti Twitter-nya @unilubis dan membaca blog pribadinya unilubis.com.


sbobet mobile