• October 8, 2024

Misinya adalah menyelamatkan para pedagang tradisional Pasar Santa

“Iya kenapa tidak menempel. Satu pengunjung, satu mobil. Belum lagi para pedagang di atas harus membawa mobil. Ada baiknya jika Anda berbelanja langsung di rumah. Itu jajanan mereka sambil ngobrol berjam-jam,” curhat Imah, salah satu pedagang kulit ayam yang berjualan di Pasar Santa, Jakarta Selatan.

Sebagaimana dilaporkan Republik, Imah, 42 tahun, dan ratusan PKL lainnya terpaksa diusir dari tempat berjualannya akibat kemacetan di sekitar Pasar Santa. Padahal, menurut Imah, yang menyebabkan kemacetan adalah mobil pemilik dan pengunjung kios baru di lantai atas Pasar Santa.

Rupanya, kepopuleran Pasar Santa berdampak pada para pedagang tua yang sudah berpuluh-puluh tahun mencari nafkah di sana, terutama mereka yang berkontrak di bawah dan di sekitar pasar. (BACA: 8 Alasan Seru Menghabiskan Akhir Pekan di Pasar Santa)

Satpol PP melakukan pengosongan area trotoar di sekitar Pasar Santa pada akhir pekan lalu. Rencananya sejumlah bangunan semi permanen di sekitar pasar juga akan dibongkar karena akan menimbulkan kemacetan di kawasan tersebut.

Penggusuran lebih terasa di pasar. Di sini, menurut beberapa pedagang, uanglah yang berkuasa. Jika pedagang tidak mampu membayar sewa atau membeli toko yang mereka tempati, bersiaplah untuk pergi.

Joko, penjahit di toko Virgo, mengaku kontraknya masih tersisa 6 bulan lagi. “Pemilik toko belum menghubungi saya. Kalau sewanya naik, kita lihat berapa,” akunya. Namun Joko tampak tenang. Usahanya masih berjalan dengan baik, berbeda dengan nasib pedagang lain yang khawatir usahanya akan tergusur.

‘Lindungi pedagang’

Kepemilikan toko-toko di Pasar Santa biasanya dimiliki oleh perorangan. PD Pasar Jaya sekaligus pengembang pasar hanya membantu merawat pasar yang berubah wajah menjadi modern dalam waktu kurang dari setahun.

Tentu saja dengan kepopuleran Pasar Santa saat ini, banyak pemilik toko yang mengincar uang lebih banyak.

Pasar ini dibangun pada tahun 1971 awalnya identik dengan suasana kumuh dan berlumpur, seperti pasar tradisional lainnya di Indonesia.

Sejak tahun 2007 hingga 2014, pasar ini sempat vakum, seolah tak berpenghuni. Jarang sekali kita melihat orang berbelanja di Pasar Santa.

Namun, untuk menghidupkan kembali semangat pasar yang ramai, pada Juli 2014, pihak manajemen menggandeng para pemuda untuk berjualan di pasar tersebut.

Banyak anak muda Jakarta yang tertarik menyewa kios di lantai atas pasar dengan biaya sewa Rp 3 juta hingga Rp 3,5 juta per tahun. Dengan biaya yang relatif murah, Pasar Santa pun langsung didapuk menjadi tempat nongkrong terkini anak muda Jakarta. Nama tidak resminya kini berubah menjadi Pasar Modern Santa.

Ada pertanyaan, ada memasok, begitu kata orang. Sejak Pasar Santa dihidupkan kembali, harga sewa/jual kios juga meningkat hingga 100%. (BACA: 7 Warung Baru yang Wajib Dikunjungi di Pasar Santa)

“Kalau dilihat dari sisi bisnis, bisa dimaklumi. Tapi dari sisi kemanusiaan, apalagi ini pasar, maka patut dipertanyakan,” kata Oka, salah satu pemilik warung Mie Chino yang juga aktif mengkampanyekan gerakan #SustainableSanta. on line melindungi pedagang tradisional Pasar Santa.

Saat ini, jelas Okta, syaratnya pemilik toko mendapat penawaran yang sangat menarik. Mereka kemudian meminta penyewa untuk membeli toko atau memberikannya kepada penyewa lain. Dan sebagian besar pedagang tidak mampu membeli toko dengan ‘harga baru’.

Dealer lama mengatakan itu adalah mobil pemilik dan pengunjung kios baru di lantai atas.

#Santa Berkelanjutan sendiri merupakan gagasan anak muda yang membuka toko di Pasar Santa. Bagi mereka, pasar bukan sekadar pasar tempat transaksi jual beli dan mencari keuntungan.

“Kami ingin semua orang di sini tidak terganggu dalam mencari nafkah, baik pedagang lama maupun baru. Pasar ini selalu ramai,” jelas Oka.

Sebuah kelompok yang menamakan dirinya Asosiasi Pedagang Pasar Santa juga telah membuat petisi on line demi melindungi para pedagang, biasanya para pedagang asongan tradisional dibawahnya, demi kemaslahatan hidup mereka.

Jika Anda tertarik, Anda bisa menandatangani petisi Di Sini. Petisi ini ditujukan kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama dan wakilnya Djarot Saiful Hidayat.

“Dari awal kami memperhatikan ‘rakyat bawah’ (pedagang di bawah). Banyak dari kita berbelanja bahan makanan segar di bawah, sungguh. Misalnya sayur mayur dan nasi. Meski harus kita akui, harga bahan pokok di sini sedikit lebih mahal dibandingkan pasar lain,” lanjut Oka.

Proyek percontohan regional lainnya

“Kalau ada yang datang ke sini dan bertanya ada kiosnya atau tidak, saya jawab tidak ada. Mengapa tidak mencari di tempat lain?” kata Oka.

Para insan kreatif Pasar Santa telah membuka kerjasama yang luas untuk membangun pasar di Indonesia. “Kalau butuh bantuan, masukan, kami bisa bantu angkat. Saran, pendapat dan segala macamnya kami siap membantu,” kata Oka.

Pria bertato ini mengatakan, beberapa kelompok mengunjungi Pasar Santa untuk studi banding. Ada masyarakat Cirebon, Cimahi, bahkan Jawa Timur yang datang bertanya, menanyakan pendapatnya penyewa masukan apa pun. Mereka bahkan mengundang penyewa untuk membuka cabang di kampung halamannya.

Dari sini terlihat jelas bahwa pasar mempunyai peluang untuk berkembang. Tapi, dari ‘kasus Pasar Santa’, pasar lain punya peluang untuk mempersiapkan diri.

“Misalnya masalah parkir bukan tanggung jawab kami penyewa, tapi manajer pasar. Itu karena ketidaksiapan mereka,” kata Oka.

Meletakkan

Salah satu pedagang Pasar Santa yang terpaksa digusur masih belum tahu harus berjualan di mana.  Foto oleh Johana Purba/Rappler

Karena terkendala parkir, PKL akhirnya bersedia digusur.

“Nah, gimana, pedagang bawa mobil, pembeli juga bawa mobil,” kata Eni, pemilik warung nasi yang biasa berdagang di pinggir Pasar Santa.

Kini lapak Eni sudah digusur.

Dia bilang dia tidak marah pada siapa pun. “Dealer maunya, ada di atas, ada juga di bawah,” kata Eni. Ia sejak awal sudah mengetahui risiko berdagang di pinggir jalan, yakni siap digusur kapan saja.

“Kami hanya membayar sewa kepada ‘pengelola’ di sini,” ujarnya.

Jumat, 13 Februari 2015 lalu, puluhan PKL di Pasar Santa menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur. Mereka menuntut persamaan hak bagi pedagang kecil dari pemerintah.

Menurut Koordinator Advokasi Persatuan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHHAM) Arimo Manurung, para pedagang tidak diberikan relokasi setelah lokasi perdagangan sebelumnya digusur.

“Mereka hanya punya waktu 24 jam dua kali untuk membersihkan barang. Setelah itu mereka diusir, tanpa diberikan tempat berdagang pengganti yang layak,” Arimo, seperti dikutip Merdeka.com.

Rantai perekonomian di Pasar Santa begitu kuat sehingga mengikat beberapa kelompok. Mereka yang punya uang akan berkuasa. Tapi satu hal yang tidak bisa dibeli dengan uang adalah gairah.

“Sebagai penyewa tetap berkomitmen, kreatif, dengan penuh semangat, dan tidak terlalu serakah, pasar ini harus terus berjalan. Kami dari awal ingin tempat ini tetap menjadi pasar,” kata Oka. —Rappler.com


Data SGP