Panggung utama Stamford Bridge untuk cameo
- keren989
- 0
Jakarta, Indonesia – Dalam beberapa pekan terakhir, hampir semua orang yakin winger Barcelona Pedro Rodriguez akan bermain untuk Manchester United. Keyakinan ini tidak salah. Pada tanggal 18 Agustus, Ketua Pelaksana Ed Woodward dari United terbang ke Barcelona untuk memperjelas rencana memindahkan pemain berusia 28 tahun itu.
Namun, kejutan datang dua hari kemudian. Pedro berwarna biru! Spekulasi kepindahan ke United atau Manchester City, dua klub yang meminatinya, terbantahkan.
#CFC meraih @_Pedro17_ dari bawah hidung #MUFCpenandatanganan #FCB penyerang dengan potensi biaya €30 juta. pic.twitter.com/Ivw9zwFyLG
— Berita Omnisport (@Omnisportnews) 20 Agustus 2015
Pedro memang pindah ke Inggris. Alih-alih Manchester, nasib Pedro beralih ke London.
Senang sekali, saya sudah Biru! Terima kasih semuanya dan istimewa @FC Barcelona untuk mencapai titik ini @ChelseaFC pic.twitter.com/fgERbDXLcJ
— Pedro Rodríguez (@_Pedro17_) 20 Agustus 2015
kata Sky Sports Kepindahan Pedro dipengaruhi kedekatannya dengan gelandang Chelsea Cesc Fabregas. Bahkan, istri Fabregas, Daniella Semaan, dikabarkan mempengaruhi keputusannya. Fabregas dan Pedro merupakan teman baik saat keduanya bermain untuk Blaugrana—sebutan Barcelona.
Kehadiran Pedro sedikit memperpanjang kelesuan Chelsea di bursa transfer. Sebelumnya, klub milik taipan minyak Rusia Roman Abramovich itu tak banyak bermanuver. Mereka hanya merekrut striker kelas cadangan Radamel Falcao, bek kiri muda Baba Rahman, dan kiper Asmir Begovic sebagai pelapis Thibaut Courtois.
Pedro tidak sesuai dengan kebutuhan Manchester United
Ada banyak spekulasi mengenai mengapa United menarik diri pada menit-menit terakhir. Klub dengan koleksi gelar Liga Inggris terbanyak itu memang mendekati Pedro dengan sangat serius. Pasalnya mereka membutuhkan tambahan striker untuk mengcover Wayne Rooney dan memberikan persaingan.
(BACA: Tuan Louis Van Gaal tidak lagi ‘panic buy’)
Apalagi di saat yang bersamaan pembom Pemain utama United lainnya, Robin van Persie, berangkat ke klub Turki Fenerbahce. Ujung tombak hampir seluruhnya dimiliki oleh Rooney dan Javier Hernandez, pemain yang sangat tidak disukai manajer Louis van Gaal.
Masalahnya, Pedro tidak langsung menjawab kebutuhan United. Klub berjuluk Setan Merah itu membutuhkan “pemain nomor 9”, yakni penyerang murni. Sedangkan bakat Pedro sangat cair. Dia adalah pemain serba bisa yang berperan sebagai striker, second striker atau bahkan shadow striker (seperti yang diketahui salah sembilan).
Bahkan, ia dikabarkan akan digantikan di Barcelona oleh manajer Luis Enrique punggung penuh. Ini jelas merupakan penghinaan bagi pemain yang memiliki kecerdikan seperti Pedro.
Ini menambah ketajaman Chelsea
Lalu mengapa Chelsea membeli Pedro? Padahal, klub yang dilatih Jose Mourinho itu punya stok yang melimpah sayap. Mereka adalah Willian, Eden Hazard, dan Juan Cuadrado. Belum termasuk Ramires dan Oscar yang bisa dipasang di posisi tersebut.
Meski punya banyak bekal di posisi itu, tak banyak yang punya kemampuan mencetak gol. Selain Bahaya, produktivitas para sayap tidak pernah mencetak lebih dari 10 gol sepanjang Premier League 2014-2015. Padahal, Chelsea hanya mengandalkan penyerang utamanya Diego Costa untuk meraih kemenangan.
Ketika, pembom Pemegang paspor Spanyol itu mengalami cedera hamstring yang berulang dengan mudah. Ketergantungan Chelsea pada Costa terlihat pada pertandingan kedua Premier League musim ini melawan Manchester City.
Costa yang masih belum fit tak berkontribusi banyak. Dia hanya mengambil satu pukulan. Pada saat yang sama, para sayap diharapkan untuk mendukung beban mencetak gol, tidak pernah produktif. Hazard, Willian, dan Ramires yang saat itu mengisi posisi tersebut sudah tiada.
Alhasil, Chelsea harus bersiap kalah 0-3 Masyarakat—Nama panggilan kota.
Sebab, kehadiran Pedro bisa membagi beban Costa dalam mencetak gol. Apalagi Pedro sangat produktif. Baik dari segi mencetak gol maupun membantu. Menurut Telegraph, Pedro mencetak 99 gol dan mencetak 63 gol selama 8 musim di Blaugrana. membantu dalam 321 pertandingan. Artinya rata-rata dia selalu mencetak satu gol atau membantu dalam dua pertandingan.
Statistik mencolok tersebut tak berbanding lurus dengan peluangnya bermain dengan kekuatan penuh. Di Barcelona, Pedro harus “antri” untuk bermain. Banyaknya penyerang top dunia yang datang dan pergi ke Camp Nou—markas Barcelona—membuat Pedro bersaing ketat.
Betapa tidak, ia harus bersaing dengan Thierry Henry, Samuel Eto’o, Zlatan Ibrahimovic, Neymar, Alexis Sanchez, dan kemudian Luis Suarez. Ini belum termasuk pencetak gol terbanyak Barcelona Lionel Messi.
Musim lalu misalnya. Dia harus menunggu Neymar cedera sebelum bisa bermain sejak awal. Jika pemain asal Brasil itu pulih, Pedro harus kembali ke tempat yang lebih identik dengan namanya: bangku cadangan.
Alhasil, Pedro selalu jauh dari sorotan utama atas gelar-gelar yang diraih Barcelona. Panggung selalu menjadi milik Messi, Neymar, Suarez dan pemain utama lainnya.
Tak banyak yang tahu kalau Pedro merupakan salah satu anugerah “ajaib” Barcelona. Gol-gol yang dicetaknya selalu menjadi laga penentu. Satu-satunya gol Pedro dalam pertandingan klasik melawan Real Madrid di Santiago Bernabeu, kandang Real, membuat Barcelona memenangkan Divisi Primera 2008-2009.
Pedro juga menyumbangkan gol saat Barcelona mengalahkan Manchester United 3-1 pada Final Liga Champions 2010-2011 di Stadion Wembley, London. Dia juga mencetak gol kemenangan Barcelona di babak pertama waktu tambahan dalam dua final Piala Super Eropa: melawan Shakhtar Donetsk (1-0) pada tahun 2009 dan Sevilla (5-4) pada tahun 2015. Keduanya mencetak gol dalam menit yang sama: 115. Ajaib!
Namun, Pedro sepertinya tidak pernah benar-benar mendapatkan trofi tersebut. Dia bukan pemain utama dalam kisah kemenangan Barcelona. Pedro adil cameo yang datang dan pergi tanpa meninggalkan jejak apapun.
Panggung kemenangan selalu menjadi milik pemain utama.
Pedro selalu identik dengan pemain “paruh waktu”. Atau dalam istilah yang lebih sederhana, “pemain pekerja lepasBarcelona. Dia datang saat tim membutuhkannya, sukses dan pulang saat tim meraih gelar juara. Jadi siklusnya terus berlanjut.
Kolumnis Telegrap Guillem Balague membela Pedro. Menurutnya, jika ada yang memanggil Pedro dengan sebutan pemain “paruh waktu”.maka itu adalah “kesalahan nyata”
Penjelasan yang lebih dramatis diberikan oleh seorang kolumnis Wali Sid Lowe. “Setiap kali para pemain Barcelona menerima trofi, Pedro berdiri agak terpisah. Tetap di balkon, agak jauh dari rekan-rekannya. Dia menatap kosong ke kejauhan. Bagaikan menunggu kapal yang akan mengangkutnya melintasi cakrawala.”
Kapal telah tiba. Itu biru.—Rappler.com