Pengunduran diri dari musibah di Masjidil Haram
- keren989
- 0
“Kak, Asst. Tn. Wb. Kami mendapat kabar bahwa jamaah haji Indonesia menjadi korban Kejatuhan derek di Masjid Agung?” Pertanyaan itu saya kirimkan melalui WhatsApp kepada Menteri Agama Lukman H. Saifuddin, Jumat tengah malam, 11 September, tepat pukul 00.30.
Sekitar satu jam sebelumnya, di Twitter, saya melihat “Masjid Haram” dimulai kecenderungan. Saya mengklik, membuka link tersebut, yang memperlihatkan foto di dalam masjid terbesar di dunia. Berantakan. Korban berhamburan, tertimpa a derekyang digunakan untuk renovasi perluasan masjid.
Otoritas Haji Arab Saudi menginformasikan bahwa kurang lebih 800.000 jamaah haji dari seluruh dunia telah tiba di Mekkah. Jumat adalah hari sibuk di Masjid Agung. Sehari sebelumnya Mekah dan Jeddah dilanda badai pasir dan angin kencang.
Derek yang terjatuh akibat angin kencang dan hujan. Derekmerupakan alat berat yang biasa digunakan untuk memindahkan material bangunan dalam kegiatan konstruksi.
“Ya, benar… Saya OTW di RS Ajyad Mekkah,” jawab Menteri Lukman. Memanggil “Suster” adalah gaya anak Twitter. Lukman populer di Twitter dan aktif men-tweet.
Yang terjadi selanjutnya adalah kegembiraan luar biasa di ruang redaksi media, termasuk Rappler. Kemeriahan konser Bon Jovi selama tiga jam sebelumnya berubah menjadi kekhawatiran.
Korban berjatuhan dalam musibah di Masjid Agung.
Tadi malam Lukman mengabarkan, satu jemaah haji asal Indonesia meninggal dunia, 20 orang luka-luka. Jumlahnya terus bertambah, hingga Lukman masuk rumah sakit tadi malam sekitar pukul 23.45 WIB, 33 jemaah haji asal Indonesia menjadi korban, dua di antaranya meninggal dunia.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi yang berada di Jeddah bersama Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengatakan, kedutaan dan konsulat jenderal di sana telah diperintahkan untuk bekerja sama dengan Amirul Hajj Indonesia untuk merawat jamaah haji Indonesia yang menjadi korban.
Presiden juga menyampaikan belasungkawa dan simpatinya, kata Retno saat saya menghubunginya.
Innalillahi wainnailaihi roji’un. Saya berharap para korban meninggal husnul khotimah dan mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT. Ketika saya masih kecil, saya mendengar cerita dari kakek dan nenek dan orang tua saya bahwa banyak jamaah haji di Mekkah yang ingin “disiksa” saat menunaikan ibadah haji.
Puluhan tahun yang lalu, sulit dan lama untuk sampai ke tanah suci. Ketahanan fisik dan mental sangat diperlukan. Namun saya yakin musibah Masjid Agung yang terjadi kemarin sore cukup mengagetkan keluarga korban. Semoga Allah SWT memberi mereka kekuatan.
Pahala Sholat di Masjid Agung
Semalam, hingga saat ini, saya mengenang anugerah Allah SWT, kesempatan menunaikan ibadah haji tahun 2000. Saya pergi dengan suami saya.
Kami menghabiskan seluruh tabungan yang harus kami keluarkan untuk menunaikan ibadah haji sebesar Rp 19.500.000 per orang. Tabungan kami masing-masing Rp 20 juta. Sisa uangnya untuk uang saku.
Niatnya menunaikan rukun Islam yang kelima, sekaligus mendoakan agar kita dikaruniai keturunan. Saya dan suami menikah pada tahun 1994.
Kami mengambil paket haji reguler, 41 hari. Puas sekali dengan pelaksanaan ibadahnya, shalat di Masjid Nabawi Madinah dan di Masjidil Haram Mekkah.
Di Masjid Madinah, mampir dua kali untuk mendapat kesempatan salat di Raudhah, makam Nabi Muhammad SAW. Di Masjid Agung, hampir setiap hari mencairkan es di sekitar Ka’bah, di luar kegiatan umrah. Masjid Agung dibangun untuk menjadi “rumah” Ka’bah, tempat salat selama berada di Mekkah.
Sejauh yang saya ingat, saya melakukan 8 umrah selama haji. Sangat gembira. Secara fisik saya masih muda sehingga tidak bisa dibandingkan dengan jemaah yang jauh lebih tua dari saya yang begitu antusias beribadah di masjid.
Saking antusiasnya, saya sering tergoda untuk buru-buru mendekat ke Ka’bah mencairkan esberharap bisa mencium Hajar Aswad, dan menyentuh Multazam, tempat yang direkomendasikan untuk kita berdoa.
Setelah itu, beberapa tahun kemudian, saya masih mendapat kesempatan untuk menunaikan umroh sebanyak dua kali. Setiap kali Anda menebus mencairkan es Wa’da, hampir mencairkan es pamit sebelum aku meninggalkan Masjidil Haram, air mata berlinang deras, mengingat mungkin ini terakhir kalinya aku bisa salat di Baitullah.
Pahala salat di Masjidil Haram setara dengan 100.000 salat di masjid biasa. Itulah yang saya pelajari. Hal ini pula yang membuat saya, dan jutaan jemaah haji dan umrah di seluruh dunia, selalu berdoa memohon kesempatan salat di sana.
Belakangan, meski punya kemampuan fisik dan finansial, sulit untuk kembali ke sana karena ada kuota haji. Peminat haji meningkat setiap tahunnya, padahal untuk tahun 2015 misalnya, pemerintah Indonesia menetapkan kuota 155.200 jemaah haji.
Pembatasan tersebut dilakukan karena kapasitas Masjid Agung dirasa sudah tidak mencukupi lagi. Tahun lalu, Masjidil Haram menyambut 2 juta jamaah dari seluruh dunia.
Perluasan masjid menuai kritik
Masjid terbesar di dunia ini masih terus diperluas sehingga mampu menampung 2,2 – 2,5 juta jamaah pada musim haji yang jatuh di bulan Dzulhijah. Biaya ekspansi berjumlah $10,6 miliar. Ini bukan masalah bagi negara petrodolar tersebut. Derek dan mesin konstruksi mengepung Masjidil Haram selama setahun terakhir, setelah musim haji 2014 berakhir.
Proyek perluasan masjid bahkan menuai kritik banyak pihak karena dinilai mengancam situs bersejarah di sekitar masjid. Terdapat rumah masa kecil Nabi Muhammad SAW di salah satu sudut luar kawasan Masjidil Haram. Sekarang menjadi perpustakaan.
Setiap jamaah haji dan umrah pasti mengunjungi rumah kecil ini. Beredar informasi di media sosial bahwa perluasan Masjidil Haram meresahkan rumah Nabi. Hal ini dibantah oleh otoritas Arab Saudi.
Pemerintah Arab Saudi menggenjot pembangunan hotel mewah di sekitar Masjidil Haram. Kita tahu bahwa di kerajaan semua proyek mahal, terutama yang berada di sekitar tempat suci, dikendalikan oleh keluarga kerajaan.
Sami Angawi, pakar arsitektur Islam asal Arab Saudi, prihatin dengan pesatnya perkembangan kota Mekkah. Ia mengatakan kepada Reuters bahwa kondisi tersebut bertentangan dengan hakikat dan kesucian Mekkah sebagai rumah Tuhan.
“Secara historis, Mekah dan Madinah kuat dalam unsur spiritual, namun yang terjadi sekarang adalah Anda hanya mendapatkan gedung pencakar langit,” kata Sami.
Arab Saudi membantah kekhawatiran ini.
Para sahabat yang menunaikan ibadah umrah tahun ini mengungkapkan keprihatinannya atas jatuhnya korban jiwa akibat berbagai peralatan konstruksi di kawasan Masjidil Haram.
Ilham Bintang, pendiri dan pemimpin redaksi tabloid Cek & Ricek, menunaikan ibadah umrah pada Mei 2015. Pagi ini Ilham Bintang mengirimkan foto situasi Masjidil Haram saat itu.
Derek yang menjulang tinggi di atas masjid. Di area sekitar Ka’bah bisa Anda lihat derek dan rangka baja untuk konstruksi.
Rupanya, saat musim haji dimulai tahun ini, derek itu masih ada di situs masjid. Ketika hujan dan angin kencang melanda Mekah, derek terjatuh dan menimpa jamaah yang berada di dalam masjid.
Media kembali menyoroti ekspansi komersial besar-besaran yang dilakukan pemerintah Arab Saudi di sekitar Masjidil Haram. Ekspansi yang merenggut nyawa.
Siapa yang salah?
Saat aku menunaikan ibadah haji, aku diberi pesan oleh seorang pembimbing agama. Di tanah suci akan banyak cobaan dan godaan yang dapat mengganggu ibadah kita. Tidak senang.
Jadi, kamu harus ikhlas. Jangan terlalu banyak mengeluh. Jika ada kekurangan, itu bagian dari uji coba. Istiqomah hanya.
Karena berusaha ikhlas, ketika agen perjalanan haji mengingkari janjinya, mulai dari fasilitas akomodasi hingga makanan, jamaah biasanya tidak mengeluh. Bersenandung Dalam hatiku, ya, seperti yang kukatakan dengan tergesa-gesa, “ ya Tuhan“.
Orang Jawa berkata: “panggilan…panggilan. Nanti pahala hajinya berkurang.”
Saya membayangkan kesiapan mental seperti ini ada di benak jamaah haji kita, termasuk ketika mereka melihat bagaimana pemerintah Arab Saudi dengan acuh tak acuh terus memasang peralatan konstruksi, termasuk derek di masjid, ketika musim haji tiba. Berisiko tinggi. Sebab masjid hampir selalu dipenuhi jamaah.
Beraninya kamu memprotes atau mengeluh? Menghadapi tentara, tentara penjaga masjid pun sudah gelisah.
Apalagi Indonesia mendapat kuota haji setiap tahunnya paling besar dibandingkan negara lain. Kebanyakan protes adalah sebuah perjuangan. Kadang saya berpikir, terkait apa yang diterapkan pemerintah Arab Saudi, nampaknya banyak ormas Islam dan aktivis partai Islam yang lebih memilih bungkam.
Menyerah. Ini adalah posisi yang disukai para peziarah.
“Insya Allah, ini bukan salah siapa-siapa, mungkin saya juga harus introspeksi diri,” kata Nuruddin, salah satu jemaah yang terluka akibat musibah Masjid Agung.
Ia didatangi Lukman di Rumah Sakit An-Noor di Mekkah. Kepala, tangan dan kakinya diperban. Ia terisak dan memeluk Menteri Lukman.
“Terima kasih tuan sudah datang. Mohon doakan kami. “Jangan berhenti berdoa pak,” kata Nuruddin, Jumat malam, 11 September.
Menurut Nuruddin, apa yang dialaminya adalah takdir.
Saya yakin mayoritas atau bahkan seluruh korban bencana Masjid Agung mempunyai perasaan yang sama. Apa yang kita alami sehari-hari di dunia ini sudah diatur. Apalagi jika berada di tanah suci, di rumah Allah SWT.
Di grup WhatsApp mulai ramai perbincangan mengenai kontroversi penyelenggaraan ibadah haji. Apakah hanya setahun sekali seperti yang selama ini dilakukan, atau seperti yang pernah dikatakan tokoh Nahdlatul Ulama, Masdar F. Mas’udi. Menurut penafsiran MasdarHaji dapat dilaksanakan beberapa kali, mulai tanggal 1 Syawal hingga 10 Dzulhijjah.
Pemikiran Masdar berdasarkan penelitiannya, dan juga sebagai solusi atas besarnya minat menunaikan ibadah haji. Hal ini tentu tergantung kesepakatan masing-masing negara, termasuk tuan rumah, Arab Saudi.
Ide ini menuai kontroversi dan kritik dari berbagai pihak di Tanah Air. Saya tidak berani memberikan pendapat mengenai hal ini, karena pengetahuan agama saya masih terbatas. Dangkal.
Namun kini, pembahasan tersebut kembali mengemuka akibat bencana Masjid Agung. Besarnya minat terhadap haji menyebabkan perluasan pembangunan. Aspek keselamatan dilupakan, ditambah faktor cuaca. Menjadi korban.
Sejak mengikuti pelatihan bencana di Bank Dunia di Washington DC, AS pada tahun 2007, saya yakin bahwa sebagian besar bencana dan malapetaka juga disebabkan oleh manusia.
Manusia telah membuat bencana. Tidak lagi bencana alam. Banjir, tanah longsor, letusan gunung berapi, bahkan gempa bumi dan tsunami dapat mengurangi potensi jatuhnya korban jiwa jikapun ada kesiapan (kesiapan).
Badai pasir, angin kencang, dan hujan lebat di Mekkah memang sangat menarik karena merupakan fenomena alam. Namun otoritas Arab Saudi harus menghentikan seluruh proses pembangunan dan mengeluarkan alat-alat berat yang bisa terjatuh dan menimpa jemaah, saat masjid sedang berada pada puncak aktivitas. musim haji.
Untuk saat ini, kita bisa berakhir seperti Nurrudin dan para korban luka lainnya, serta keluarga mendiang Iti Rasti Darmini dan Masnauli Hasibuan. Menyerah dan mendoakan korban dan keluarganya. Sebuah pelajaran pahit bagi pemerintah Arab Saudi.
Bencana bagi jamaah haji dan keluarganya. — Rappler.com
BACA JUGA:
Uni Lubis adalah jurnalis senior dan Eisenhower Fellow. Dapat dihubungi di @UniLubis.