Penulis Joko Pinurbo enggan melupakan dan membacakan puisi di makam Udin
- keren989
- 0
Dalam puisi berjudul ‘Ziarah Udin’, Joko Pinurbo menceritakan kecintaan Udin terhadap profesinya, meski pada akhirnya harus membayarnya dengan nyawanya.
YOGYAKARTA, Indonesia — Penulis Joko Pinurbo membacakan puisi yang ditulisnya khusus untuk mendiang jurnalis Fuad Muhammad Syafruddin, atau akrab disapa Udin, di depan makamnya pada Senin, 17 Agustus 2015.
Puisi ini khusus ditulis Jokpin, sapaan penulisnya, untuk dibacakan pada Retreat dan Ziarah Udin yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta.
“Puisi ini saya tulis khusus untuk ziarah Udin siang tadi. Udin adalah ikon perjuangan jurnalis. “Dia bekerja melampaui batas kemampuannya, dia bekerja dengan cinta,” kata Jokpin sebelum membacakan puisi.
Dalam puisi berjudul Ziarah Udin Hal itu menceritakan kepada Jokpin tentang kecintaan Udin terhadap profesinya meski pada akhirnya harus dibayar dengan nyawanya.
“Kemerdekaan, Udin, adalah harta cinta yang harus kautebus dengan kematianmu,” kata Jokpin sambil membaca dua baris pertama puisinya.
Kematian Udin digambarkan dalam puisi Jokpin sebagai telah membebaskan masyarakat dari belenggu kezaliman. Hal ini terlihat pada ayat kedua yang dibacakan Jokpin.
“Kematian tidak memisahkanmu dari kami, para pembawa berita yang menyalakan firman, di gang-gang yang tidak dapat dijangkau oleh cahaya. “Kematian Anda membuka pintu yang tertutup oleh tirani, gemetar dan ketakutan kami,” katanya.
Usai membacakan puisinya, Jokpin meletakkan puisi tersebut di makam Udin, sebagai tanda bahwa ia pernah datang menemui Udin.
“Puisi ini saya tulis dengan tangan, mungkin hanya satu, dua atau tiga puisi yang saya tulis dengan tangan. “Puisi ini akan kutaruh di kubur sebagai tanda telah datangnya aku,” ucapnya usai membaca puisi tersebut.
Selain Jokpin, sejumlah aktivis dan jurnalis juga membacakan puisi saat menunaikan ibadah haji. Salah satunya adalah jurnalis Tempo Anang Zakaria yang aktif di AJI Yogyakarta. Dalam kesempatan itu ia membacakan puisi karya Wiji Thukul berjudul Sajak suara.
Dalam ziarah tersebut, istri Udin, Marsiyem, turut hadir. Mendengar puisi tersebut dibacakan, Marsiyem seakan menangis karena masih ada orang yang peduli dengan tragedi yang menimpa suaminya.
“Saya bersyukur karena teman-teman semua masih peduli dan bersuara agar kasus ini tidak terlupakan dan bisa diselesaikan,” ujarnya.
Berikut isi puisi Jokpin untuk Udin selengkapnya:
Ziarah Udin
Kebebasan, Udin, kekayaan dan cinta
yang harus Anda rekonsiliasi dengan kematian Anda.
Kemerdekaan adalah sebuah masa kerinduan
yang memberitakan kabar baik darimu.
Kemerdekaan adalah kami berdiri di sekitar Anda
untuk melihat matamu yang bersih dan berani
Kematian tidak memisahkanmu dari kami,
penyiar yang menyalakan berita itu
di gang-gang yang bisa dijangkau cahaya.
Kematianmu membuka pintu yang tertutup
oleh tirani, oleh gemetar dan ketakutan kita.
Teruslah menulis, Udin, tulislah
dalam kolom sunyi di sisa hari dan hati kita.
Menulislah di tengah keletihan dan kegelisahan kita.
Kematian tidak memisahkan Anda dari kami
karena tinta yang menodai tangan kita
masih merah membara, masih berbau darahmu.
—Rappler.com
BACA JUGA: