• October 18, 2024
Peraturan pilkada tentang penyandang disabilitas mental berpotensi menimbulkan masalah

Peraturan pilkada tentang penyandang disabilitas mental berpotensi menimbulkan masalah

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Calon pemilih yang mengalami gangguan jiwa/ingatan harus membuktikannya dengan surat keterangan dokter. Hal ini dikritik oleh organisasi pemilu.

JAKARTA, Indonesia — Komisi Pemilihan Umum (KPU) sedang menyusun peraturan sebagai persiapan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada akhir tahun 2015. Salah satu rancangan peraturan tersebut mengatur tentang persyaratan bagi pemilih, di mana pemilih tidak boleh mengalami gangguan kejiwaan atau kejiwaan.

Namun salah satu pasal dalam rancangan peraturan tersebut mewajibkan warga yang mengalami gangguan jiwa/ingatan untuk membuktikannya dengan surat keterangan dokter.

Namun hal ini ditengarai dapat menimbulkan permasalahan di lapangan.

“Petugas pendaftaran pemilih bisa menuduh siapa pun, termasuk pemilih yang sehat mental, dikategorikan memiliki gangguan mental/ingatan,” kata peneliti Persatuan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Lia Wulandari kepada Rappler.

Menurut Lia, pemilih yang dituding tidak sehat jiwa akan sangat sulit membuktikan dirinya waras karena dokter hanya akan memberikan surat keterangan kepada orang yang tidak sehat mentalnya.

Adanya syarat pemilih “tidak boleh mengalami gangguan jiwa/ingatan” memang karena masyarakat yang mengalami gangguan jiwa/ingatan tidak mempunyai hak untuk memilih. Namun, jika sudah sembuh, mereka berhak memilih kembali.

“Nah, bukti kesembuhan itu yang harus didapat dari dokter. Bukan sebaliknya, dokter membuktikan ada yang sakit jiwa, kata Wakil Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz.

Sementara itu, Jaringan Pemilihan Umum Akses Disabilitas (AGENDA), sebuah LSM yang memperjuangkan hak pilih penyandang disabilitas, menilai rancangan peraturan ini merupakan kemunduran dibandingkan pemilu tahun lalu, di mana penyandang disabilitas intelektual masih bisa menggunakan hak pilihnya jika penyakit mereka tidak terlalu serius.

“Ini kemunduran, seharusnya mereka tetap mempunyai hak pilih,” kata manajer proyek AGENDA, Mochammad Afifuddin.

Namun KPU membantahnya. “Harus ada suratnya jika ingin menyatakan kepada diri sendiri atau keluarga bahwa Anda mengalami gangguan jiwa dan tidak dapat memilih. “Kalau tidak ada, tetap kami catat di daftar pemilih,” kata Komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay, Selasa, 7 April seperti dikutip dari rumahpemilu.org.

Menurut Hadar, surat yang dimaksudnya menunjukkan ketidakmampuan memilih. Jika dia atau keluarganya mengirimkan surat tersebut ke KPU, maka namanya tidak akan tercatat dalam daftar pemilih. Namun jika tidak menyertakan surat keterangan gangguan jiwa dari dokter, maka namanya tetap ada.

Partainya, lanjut Hadar, tidak bisa begitu saja meneruskan nama pemilih tanpa dasar apa pun. Jika hal ini terjadi, maka hal tersebut merupakan penghapusan hak pilih warga negara Indonesia.

—Rappler.com

akun demo slot