• September 24, 2024
Perlukah fatwa membatasi penggunaan kaset kajian masjid?

Perlukah fatwa membatasi penggunaan kaset kajian masjid?

Kalla mengatakan penggunaan pengeras suara di masjid sebaiknya dibatasi 10 menit saja.

JAKARTA, Indonesia (UPDATED) – Jelang puasa Ramadhan, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyerukan perlunya fatwa yang mengatur penggunaan pengeras suara di masjid. Apakah itu perlu?

Dalam pidato pembukaan Komisi Fatwa Ijtima Ulama Majelis Ulama Indonesia (MUI) se-Indonesia di Pondok Pesantren Attauhidiyah, Tegal, Jawa Tengah, Kalla mengangkat persoalan penggunaan pengeras suara masjid yang menurutnya terkadang sembarangan.

Ia menceritakan pengalamannya saat pulang kampung ke Bone, Sulawesi Selatan, di mana ia merasa terganggu dengan suara pengajian yang disiarkan dari masjid-masjid di sekitar rumahnya. Siaran dimulai pukul 04.00 waktu setempat, satu jam sebelum azan subuh. Pertunjukannya hanya rekaman kaset, bukan acara aslinya.

Kalla menilai, aktivitas memutar rekaman dengan pengeras suara justru sia-sia dan meresahkan masyarakat sekitar.

“Masalahnya yang mengaji hanya kaset. Dan sesungguhnya jika orang membaca Al-Qur’an maka akan mendapat pahala. Tapi kalau diputar kasetnya dapat reward kan? “Itu menjadi polusi suara,” kata Kalla, Senin, seperti dikutip media.

Menurut Kalla, sebaiknya penayangannya dibatasi 10 menit saja, mengingat banyaknya masjid di Indonesia.

“Di Indonesia ada masjid setiap 500 meter. Jika orang berjalan kaki dari rumah menuju masjid, waktu yang dibutuhkan tidak lebih dari 10 menit. Jadi tidak perlu membangunkan orang satu jam lebih awal. “Pengajian Alquran tidak boleh lebih dari lima menit,” kata Kalla yang akrab disapa JK.

Kalla pun meminta MUI mengatur masalah ini. “Mintalah fatwa kepada MUI, boleh atau tidak,” kata Kalla.

Namun ternyata tidak semua pihak merasa persoalan pengeras suara merupakan sesuatu yang cukup penting untuk dijadikan regulasi.

Ketua Pengurus Nadhlatul Ulama Cabang Kediri, Achmad Subakir, misalnya, menyebut pernyataan Kalla soal pahala adalah salah.

“Semua suara pembacaan ayat suci Alquran, baik yang dilakukan manusia secara langsung maupun melalui media elektronik, memiliki kadar pahala yang sama bagi pendengarnya,” ujarnya. LajuSenin.

Selain itu, permasalahan Kalla hanyalah permasalahan pribadi yang seharusnya bisa ia selesaikan sendiri dengan pengelolaan masjid yang dirujuknya.

Solusinya adalah bertemu dan membuat kesepakatan antara JK dan takmir masjid, apakah volume pengeras suara diperkecil atau bagaimana, kata Bakir.

MUI: Tidak perlu ada fatwa

Ketua Majelis Ulama Indonesia Slamet Effendy Yusuf mengatakan MUI tak perlu mengeluarkan fatwa pelarangan pemutaran rekaman tilawah sebelum salat di masjid.

“Tidak perlu pakai fatwa soal ini, sepele. Cukup imbauan saja seperti yang disampaikan Pak JK, kata Slamet seperti dikutip CNN Indonesia.

Slamet mengatakan MUI mengeluarkan fatwa untuk hal-hal penting seperti proses pembuatan undang-undang dan terorisme. “Yang penting, kalau isu survei kajian itu fatwad, namanya dilebih-lebihkan,” ujarnya.

Namun rupanya Kalla bukan satu-satunya orang yang bermasalah dengan penggunaan pengeras suara masjid yang terlalu sering dan dalam waktu lama.

//

Keluhan serupa juga muncul di beberapa blog lain. Blog Islam reformis salah satu diantara mereka. Penulis berpendapat bahwa Islam tidak pernah memerintahkan meninggikan suara saat shalat jika mengganggu orang lain.

“Muslim yang baik adalah tetangga yang baik. Ia akan memikirkan perasaan tetangganya yang mungkin baru pulang kerja dan perlu istirahat, atau yang mempunyai bayi yang memerlukan tidur malam yang nyenyak, atau yang sedang sakit dan memerlukan suasana tenang. Allah Maha Mendengar. Dia tidak membutuhkan doa yang dipanjatkan dengan suara yang memekakkan telinga,” katanya.

Bagaimana menurutmu? Haruskah ada aturan yang lebih ketat mengenai penggunaan pengeras suara di tempat ibadah? —Rappler.com