Petisi antikorupsi dari siswa SD hingga anggota DPR
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Hari ini, Selasa 9 Desember 2014 merupakan Hari Anti Korupsi Sedunia. Menjelang siang, sejumlah jurnalis bersiap meliput aksi teatrikal pegiat dan penggiat antikorupsi di depan gedung DPR. Namun, tiba-tiba Gedung Nusantara III DPR diramaikan dengan kedatangan rombongan tamu.
Kali ini pengunjungnya bukan perwakilan organisasi masyarakat (ormas) atau politisi daerah, apalagi perwakilan DPR dari luar negeri. Tapi, sekelompok siswa sekolah dasar (SD).
Sekitar 60 siswa kelas 3, 4, dan 5 SD Global Mandiri Jakarta mengenakan seragam batik berwarna biru dengan selebaran kertas bertuliskan “Petisi Harapan Anak Indonesia untuk Bapak/Ibu Anggota DPR-MPR RI Periode 2014-2019”. Niat dan harapan anak-anak tersebut tertuang dalam 10 poin permohonan.
‘Kami berharap bapak/ibu anggota DPR bisa berbuat yang terbaik untuk bangsa, tidak tidur saat persidangan, tidak korupsi, tidak membuat kerusuhan di persidangan, dan memulihkan sekolah yang rusak’
“Kami berharap anggota DPR bisa berbuat yang terbaik untuk bangsa, tidak tidur saat persidangan, tidak korupsi, tidak membuat kerusuhan di persidangan, dan memulihkan sekolah yang rusak,” kata Abel, siswa kelas 4 SD, kata. isi petisi tersebut, di ruang jurnalis, Kompleks DPR Senayan, Selasa (9/12).
Jika kita cermati perbincangan mereka, nampaknya anak-anak ini belum begitu paham bahwa hari ini adalah momen penting pemberantasan korupsi di Tanah Air. Padahal, poin itu menjadi salah satu kritik mereka terhadap DPR.
Bahkan, mereka tidak mengetahui bahwa lembaga yang gedungnya mereka kunjungi baru saja membentuk gugus tugas antikorupsi dan sedang menggalang dukungan untuk petisi. on line melawan korupsi. Pasalnya, salah satu dari dua perwakilan tersebut ketika ditanya tentang pengertian korupsi, kesulitan mendefinisikannya. Tentu saja, mereka masih anak-anak.
Namun yang menarik, isi permohonan yang dibicarakan di antara mereka adalah nomor dua, yakni anggota DPR tidak tidur saat sidang.
Amanda, siswa kelas 3, memberikan alasannya memilih poin tersebut. Diakuinya, dia melihat anggota dewan tertidur saat sidang berlangsung. “Saya tahu dari televisi. “Tidak boleh, seharusnya mereka memperhatikan sampai selesai,” kata gadis berkacamata itu.
Meski merupakan salah satu siswa terbawah di kelompoknya, Amanda mampu menjelaskan alasannya memilih poin tertentu.
Selain soal larangan tidur sambil bekerja, ia juga menyebut satu hal lagi yang menurutnya patut diperjuangkan DPR. “Nomor tujuh. Perhatikan anak berkebutuhan khusus,” ujarnya penuh harap.
Mengapa? “Saya mempunyai saudara laki-laki yang berkebutuhan khusus, autisme. Saya ingin nomor tujuh,” kata gadis berusia 8 tahun itu.
Nurhayati Assegaf tentang ‘tidur di ruang sidang’
Di hadapan anak-anak dan guru pendamping, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf menerima mereka. Kelompok ini mencoba menjelaskan sejumlah alasan, khususnya terkait anggota dewan yang tertidur selama persidangan.
Menurut Nurhayati, anggota DPR tidak boleh tidur saat rapat paripurna karena cukup memalukan. Jika mereka sangat mengantuk, mereka harus kembali ke kamar mereka.
Namun politisi Partai Demokrat ini membela diri dengan menyebut anggota DPR kelelahan karena harus bekerja tanpa henti. “Soalnya aku capek kerja sampai pagi. “Tapi tidak semua anggota DPR tidur,” ujarnya. Lanjut Nurhayati, selain lelah, ia beralasan banyak anggota DPR yang sudah berusia lanjut.
Ia kemudian bertanya lagi kepada kelompok siswa sekolah dasar. “Pernahkah Anda melihat anggota DPR rapat hingga larut malam? Pernah nonton sidang anggota DPR sampai ketiduran?” tanyanya kepada mahasiswa.
“Sudah! Belum!” Jawaban siswa sekolah dasar tersebut tidak seragam.
Yang lain berkata, “Tidur!” dan ruangan menjadi riuh karena obrolan sejumlah anak.
‘Jadi, tidak semua anggota DPR itu buruk. Jika salah satu anggota DPR tidak baik, bukan berarti semuanya tidak baik.
– Nurhayati Assegaf
Nurhayati berpesan kepada mahasiswa agar tidak menganggap semua anggota DPR itu jahat. “Jadi tidak semua anggota DPR itu buruk. “Kalau salah satu anggota DPR tidak baik, bukan berarti semua orang tidak baik,” ujarnya.
Selain berisi kritik, petisi anak sekolah dasar itu juga mengandung harapan, termasuk harapan mereka untuk menjadi wakil rakyat ketika besar nanti.
Joshua Austin, siswa kelas 5, bercita-cita menjadi anggota DPR setelah berkeliling ke berbagai tempat di Senayan. “Saya ingin jadi anggota DPR karena gajinya tinggi,” ujarnya.
Ditanya berapa jumlahnya, bocah 10 tahun itu menjawab, “Rp 40 juta. Saya tahu dari kakak saya,” ujarnya sambil tersenyum malu-malu.
Menurut Ratih, salah satu guru SD Global Mandiri yang mendampingi kunjungan tersebut mengaku, 10 isi petisi tersebut murni dari siswa yang semula berjumlah 50 butir. Petisi tersebut merupakan bagian dari rangkaian agenda kunjungan mereka untuk mempelajari segala hal tentang institusi-institusi terkemuka di negara tersebut.
Bukan hanya soal korupsi di DPR atau kisruh di persidangan, tapi juga memberi harapan terhadap kinerja DPR/MPR yang baik, ujarnya meyakinkan.
Berikut petisi yang disampaikan anak-anak SD tersebut kepada anggota DPR/MPR:
Demikian pula rasa cinta dan hormat kami kepada para anggota DPR/MPR RI periode 2014-2019. Berikut petikan harapan yang ditulis oleh anak-anak generasi penerus Indonesia:
Kami berharap Bapak/Ibu Anggota DPR/MPR RI:
- Bisa berbuat yang terbaik untuk bangsa
- Tidak tidur selama persidangan
- Tidak korup
- Tidak ada kekacauan selama persidangan
- Untuk dapat memperbaiki sekolah yang rusak
- Mengutamakan kesejahteraan rakyat di atas kepentingan pribadi
- Merawat anak berkebutuhan khusus
- Dapat mengasuh anak yatim dan anak terlantar
- Meningkatkan mutu pendidikan anak bangsa dan kesejahteraan pendidik
- Meningkatkan fasilitas pendidikan yang berkualitas
Selasa, 9 Desember 2014
Atas nama anak Indonesia dan ditulis oleh tangan kecil generasi penerus anak Indonesia. – Rappler.com