Presiden menghindari konflik polisi-KPK
- keren989
- 0
Jelas terlihat konflik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan hanya dengan kepolisian, tapi juga dengan partai besutan Jokowi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
JAKARTA, Indonesia – Di tengah seruannya untuk campur tangan dalam ketegangan yang meningkat antara Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Presiden Joko “Jokowi” Widodo hanya memberikan pernyataan singkat pada Jumat sore yang tidak memberikan indikasi bahwa ia cenderung tidak melakukan intervensi. . untuk melakukannya.
“Saya sampaikan kepada Ketua KPK dan Wakil Kapolri bahwa sebagai kepala negara saya meminta institusi kepolisian dan KPK memastikan proses hukum berjalan objektif dan sesuai hukum,” kata Jokowi dalam siaran televisi. konferensi pers usai pertemuan dengan pimpinan kedua lembaga beserta Wakil Presiden Jusuf Kalla dan beberapa menteri.
“Saya juga meminta sebagai kepala negara agar tidak ada gesekan antara kepolisian dan KPK dalam menjalankan tugasnya masing-masing.
“Ini adalah dua hal yang ingin saya katakan dan kami berharap semua orang, terutama media, meliput semuanya secara objektif.”
Polisi dan Partai Jokowi vs KPK
Pernyataan Jokowi tidak banyak menjawab kontroversi yang dipicu oleh penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto pada Jumat dini hari di Depok, Jawa Barat, di luar Jakarta. (BACA: Krisis politik Indonesia semakin dalam dengan penangkapan pejabat antikorupsi)
Jokowi hanya melontarkan pernyataan sia-sia yang tidak menyelesaikan ketegangan antara KPK dan Polri. Dia seharusnya tidak membiarkan hal itu terjadi.
— Sidney Jones (@sidneyIPAC) 23 Januari 2015
Namun yang jelas, konflik KPK bukan hanya dengan kepolisian, tapi juga dengan partai besutan Jokowi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Bambang ditangkap usai mengantar putranya ke sekolah atas pengaduan yang diajukan pada 19 Januari 2015 oleh Sugianto Sabran, calon legislatif PDI-P asal Kalimantan Tengah, terkait sengketa pemilukada yang terjadi pada 2010.
“Ini adalah masalah hukum, namun ada konteks politik di dalamnya.
– Pengacara Bambang Widjojanto
Dalam pengaduannya, Bambang didakwa menyuruh seseorang berbohong ke pengadilan demi memenangkan kasus yang mana ia bertugas sebagai pengacara. Perjury dapat dihukum hingga 7 tahun penjara. Kasus itu terjadi sebelum dia diangkat menjadi Komisioner KPK.
Namun, penangkapan ini dianggap sebagai pembalasan atas penunjukan Komisioner KPK. Umum Budi Gunawan menjadi tersangka korupsi pada 13 Januari 2015, beberapa hari setelah Jokowi menetapkannya sebagai satu-satunya Kapolri.
Budi adalah ajudan Ketua PDI-P Megawati Sukarnoputri, pelindung politik Jokowi. (MEMBACA: Jokowi menghadapi krisis politik besar pertama)
Penangkapan Bambang juga terjadi sehari setelah pimpinan PDI-P menuduh Ketua KPK Abraham Samad menyebut Budi sebagai tersangka sebagai pembalasan karena tidak terpilih sebagai cawapres Jokowi.
“Ini persoalan hukum, tapi ada konteks politiknya,” kata kuasa hukum Bambang, Nursyahbani Katjasungkana, kepada wartawan di Mabes Polri.
Sebelumnya, KPK menyatakan Polri sudah menyetujui pembebasan Bambang pada Jumat sore, namun belum terealisasi hingga sore hari di Jakarta.
Dukungan untuk KPK, kritik untuk Jokowi
Sementara itu, pejabat dan aktivis lain di Mabes KPK mengeluarkan pernyataan keras yang mengecam penangkapan Bambang dan menghimbau masyarakat untuk “Bersatu melawan korupsi dan mereka yang menghalangi upaya pemberantasan korupsi.”
Sentimen masyarakat selalu mendukung KPK. Lembaga antirasuah ini tetap menjadi lembaga publik paling tepercaya di Indonesia, setelah selama bertahun-tahun memenjarakan beberapa politisi tingkat tinggi dari hampir semua partai politik dan pejabat pemerintah, termasuk jenderal polisi. Akibatnya, mereka mempunyai sejarah konflik dengan politisi, polisi, anggota parlemen, dan kantor kejaksaan. (MEMBACA: Belajar dari pemberantasan korupsi di Indonesia)
Akibatnya, sentimen masyarakat biasanya negatif terhadap individu dan lembaga yang dianggap mengancam atau menyerang KPK.
Pada hari Jumat, ketika para aktivis terkemuka dan pemimpin masyarakat sipil menyuarakan dukungan mereka terhadap lembaga tersebut, beberapa pihak bahkan mengatakan bahwa mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebaiknya menangani kasus-kasus ketegangan yang terjadi sebelumnya antara kedua lembaga tersebut.
“Dibandingkan SBY, SBY lebih baik dari Jokowi (dalam hal ini),” kata Zainal Arifin Mochtar, Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
Sentimen yang diungkapkan untuk mendukung Yudhoyono pada hari Jumat cukup mengejutkan, karena mantan presiden tersebut juga dikritik karena mengeluarkan surat tersebut pernyataan non-intervensi serupa dalam dua kasus konflik polisi-KPK di bawah pemerintahannya.
Namun KPK membenarkan bahwa Yudhoyono telah meminta nasihat mereka sebelum menunjuk seorang kapolri, hal yang tidak dilakukan Jokowi terhadap Budi Gunawan.
Krisis ini terjadi ketika Jokowi, yang terpilih dengan janji pemerintahan yang bersih, akan merayakan 100 hari pertamanya menjabat.
Instansi hukum seperti KPK harus diperkuat, Jokowi katanya di jalur kampanye 26 Juni 2014. “Ke depan KPK harus diperkuat, anggarannya harus ditambah,” ujarnya. – dengan laporan dari ATA, Febriana Firdaus, Dio Damara/Rappler.com