• September 20, 2024

Puluhan siswa SD Jemah mengungsi akibat pembangunan Waduk Jatigede

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Anak-anak SD di Desa Jemah sedih. Akibat pembangunan Waduk Jatigede, mereka kini kehilangan tempat tinggal dan tidak memiliki gedung sekolah baru

JAKARTA, Indonesia – Gedung sekolah dasar di Desa Jemah, Sukabumi, Jawa Barat, yang terkena dampak pembangunan Waduk Jatigede, rupanya belum direlokasi oleh pemerintah setempat. Lebih dari 40 siswa mengungsi.

“Di Desa Jemah ada SD dengan 17 murid yang kelasnya langsung dikosongkan, tapi anak-anaknya tidak tahu pindah ke mana,” kata Pristi Mochtar, relawan yang tergabung dalam Save Jatigede kepada Rappler, Jumat, September. 11.

Informasi tersebut didapat setelah relawan menemukan warga Desa Jemah yang mengungsi secara sporadis. Menurut keterangan relawan, sebagian besar warga Desa Jemah mengungsi di Desa Cipicung dan Ujung Jaya.

Dari laporan warga, relawan menemukan siswa SD Jemah tidak bisa berkumpul kembali karena sekolahnya belum dipindahkan.

Menurut Pristi, awalnya pemerintah setempat menjanjikan relokasi sementara sekolah ke lokasi pengungsian di Paku Alam. “Tapi sepertinya (siswa SD) disuruh bergerak sendiri-sendiri atau mengikuti orang tuanya,” ujarnya.

Hingga saat ini, kata Pristi, tim relawan yang berjumlah 8 orang sedang melakukan pendataan sekolah dasar yang terkena dampak pembangunan Waduk Jatigede.

Data terakhir, total SD yang terendam akibat mega proyek ini sebanyak 21 gedung dengan jumlah siswa 1.737 orang.

Namun, bukan hanya SD Jemah saja yang belum jelas relokasinya. Nasib tiga SD lainnya di Desa Cipaku juga belum jelas. Ketiga sekolah dasar ini berlokasi di Dusun Kebon Koli dan Sadang.

“Mereka (warga) mengaku akan dipindahkan ke Dusun Ancol, Desa Karang Pakua, namun orang tua siswa menolak karena jarak dan biaya yang mahal,” kata Pristi.

Guru SD Jemah : Anak-anak sedih

Tete Yosep Wisanta, guru SD Jemah, membenarkan kepada Rappler bahwa 41 muridnya sudah tidak bisa berkumpul lagi.

“Anak-anak sedih. Kalau di sekolah biasanya berkumpul, sekarang terpisah,” kata Tete yang mengajar di sekolah dasar tersebut sejak 1997.

Menurutnya, pemerintah daerah harus mempersiapkan dengan baik pemindahan sekolah karena akan berdampak langsung kepada siswa.

“Susahnya kenal teman baru dalam jangka waktu lama,” kata Tete.

Ia pun mengaku kecewa dengan janji pemerintah yang membiarkan anak berada di satu kelas. Kenyataannya, jangankan gedung, tenda darurat untuk sekolah pun belum ada.

Tete berharap pemerintah berinisiatif membangun kompleks sekolah untuk anak-anak SD Jemah di dekat tempat tinggal mereka.

“Di Desa Jemah ada dua dusun yang belum terendam banjir. Ada Dusun Dangder. Mengapa tidak pindah ke sana secara kolektif? Begitu pula dengan masjidnya. “Agar anak-anak bisa berkumpul,” ujarnya.

Ia mengaku tak bisa berbuat banyak kecuali terus mengajar anak-anak di SD tetangga, SD Lontong. —Rappler.com

BACA JUGA:

SGP hari Ini