Relawan Jati Gede mencari warga yang mengungsi akibat pembangunan waduk
- keren989
- 0
Sekitar 55 persen warga hanya menerima santunan sebesar Rp 29 juta
JAKARTA, Indonesia – Lowongan kerja sukarela bagi warga terdampak pembangunan Waduk Jati Gede di Sumedang, Jawa Barat, mulai dibuka pada 4 September. Tugas pertama mereka adalah mengumpulkan warga yang secara sporadis mengungsi di desa tetangga.
“Bulan ini kita harus mengundang dan mencari mereka,” kata salah satu koordinator relawan Dik Tanbih kepada Rappler, Senin 7 September.
Setidaknya, jika relawan sudah terkumpul cukup, maka akan dikerahkan 20-30 relawan blusukan mencari warga yang “hilang”.
Dimana orang-orangnya sekarang?
Menurut Tanbih, warga di Desa Jemah sudah dievakuasi sejak kemarin, Minggu 6 September. Namun dia mengaku tidak mengetahui ke mana mereka pindah.
“Ada kurang lebih 800 kepala keluarga di Desa Jemah. Mereka lari kemana-mana,” kata Tanbih.
Tak jelas di mana ratusan kepala keluarga itu bersembunyi karena sebagian dari mereka hanya mendapat kompensasi Rp29 juta dari perusahaan China Syno Hidro yang menggarap Waduk Jati Gede.
Sekitar 55% warga hanya menerima kompensasi sebesar itu. Sisanya dibayar Rp 122 juta. Inilah perselisihan antara warga dan perusahaan China.
“Mereka mau pindah ke mana dengan biaya Rp 29 juta? “Ini adalah bencana sosial,” kata Tanbih.
Warga menuding pemerintah dan perusahaan tidak menggunakan data kependudukan terkini, melainkan data tahun 1984.
Dampaknya, banyak warga yang menikah setelah 31 tahun dan berhak mendapat kompensasi sebagai kepala keluarga. Namun sayangnya mereka hanya dianggap sebagai kepala keluarga faksi.
Terdapat ribuan warga di 27 desa lainnya yang bernasib sama dengan warga di Desa Jemah, yang hanya menerima kompensasi yang relatif sedikit dan terancam mengungsi atau ditelantarkan dimana-mana.
Sementara itu, Waduk Jati Gede terus tergenang air. Hingga minggu pertama, ada 4 kota yang terdampak lebih dulu yakni Cipaku, Paku Alam, Suka Kerja, dan Pada Jaya.
“Ada sekitar 100 warga desa yang diantar ke Cipaku,” kata Tanbih. Sisanya akan menyusul.
Tanbih pun mengaku prihatin dengan masih banyaknya warga yang mengungsi secara ilegal, apalagi Pulau Jawa akan memasuki musim hujan pada November mendatang.
Ide pembangunan waduk Jati Gede pertama kali dibahas pada tahun 1967 oleh pemerintahan Presiden Soekarno. Namun pada tahun 1979, pemerintah menunda pembangunan waduk Jati Gede karena tidak mempunyai dana.
Menurut Kompas, terjadi kericuhan karena warga sekitar menolak pembangunan Waduk Jati Gede. Mereka juga menuntut Bank Dunia untuk tidak memberikan utang baru kepada Indonesia.
Namun pada Oktober 2005, pemerintah China menyatakan bersedia mengeluarkan dana sebesar 199,8 USD atau sekitar Rp 2,04 triliun untuk membiayai pembangunan waduk tersebut.
Pada bulan Januari 2015, Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden No. 1 Tahun 2015 ditandatangani tentang penanganan dampak sosial pembangunan Waduk Jati Gede.
Pembangunan waduk ini sendiri baru dimulai pada Juli 2015.
Warga tidak direlokasi
Perwakilan Dewan Pengawas Kehutanan dan Lingkungan Sunda Tatar (DPKLT) Taufan Suranto membenarkan hingga saat ini warga masih terdampar.
Topan menuduh perusahaan konstruksi tersebut mengabaikan hak-hak warga yang digusur sebagaimana diatur dalam Rencana Aksi Bank Dunia untuk Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali.
“Faktanya, di Bank Dunia, orang-orang harus direlokasi. Bagaimana orang tidak hanya bisa dimukimkan kembali, tapi jugapindah selama 6 bulan sampai saya mendapatkan pekerjaan lagi,” kata Taufan.
“Sekarang tidak ada perusahaan Tiongkok. Mereka hanya memberi Anda uang. “Dananya berasal dari Exim Bank China,” ujarnya.
Taufan menilai keputusan kompensasi sepihak ini tidak adil bagi warga yang lahir dan besar di kota tersebut.
Mangga yang masih tega menolong orang #Jatigede mendaftar sebagai sukarelawan @savejatigede #savejatigede pic.twitter.com/t2G1s3Ts24
— Damar Juniarto (@DamarJuniarto) 5 September 2015
Lalu bagaimana dengan pemerintah daerah?
“Sampai saat ini mereka belum merealisasikan bantuan apa pun,” kata Tanbih.
Ia dan relawan lainnya masih menunggu generasi muda di seluruh tanah air untuk membantu pekerjaannya di Desa Cipaku, untuk mengorganisir relawan.
Apakah kamu tertarik? —Rappler.com
BACA JUGA: