• September 16, 2024

Ribuan masyarakat Aceh hanyut dalam doa

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Aceh mengawali rangkaian acara peringatan bencana tsunami dengan doa. Ribuan warga antusias mengikuti acara doa bersama tersebut.

BANDA ACEH, Indonesia – Dalam rangka memperingati 10 tahun bencana gempa bumi dan tsunami yang menewaskan lebih dari 170.000 warga Aceh, ribuan warga provinsi paling barat Indonesia itu tenggelam dalam doa bersama pada Kamis malam (25/12).

Meski hujan deras turun, tak menyurutkan semangat warga Aceh untuk mengunjungi Masjid Raya Baiturrahman di pusat Kota Banda Aceh, tempat diadakannya dzikir dan tausiyah. Doa ini diadakan untuk menandai dimulainya peringatan tsunami selama satu dekade menyusul gempa berkekuatan 9,3 skala richter yang berpusat di Samudera Hindia 10 tahun lalu.

Warga, termasuk perempuan dan anak-anak, berbondong-bondong mendatangi masjid bersejarah kebanggaan masyarakat Aceh itu dengan menggunakan bus, mobil, becak, dan sepeda motor, usai salat Maghrib. Masjid ini memiliki kapasitas penuh 8.000 jamaah.

Sholat berjamaah yang diawali dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an dilakukan setelah shalat Isya. Kebanyakan pria memakai kemeja kepompong putih dan topi putih. Hampir seluruh jamaah haji wanita mengenakan mukena berwarna putih.

Gubernur Aceh Zaini Abdullah dalam sambutan singkatnya pada acara doa bersama tersebut mengatakan, bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 menyebabkan masyarakat Aceh terjerumus dalam kesedihan yang mendalam karena kehilangan orang-orang yang mereka cintai.

“Bencana tsunami ini menimbulkan simpati masyarakat Indonesia dan dunia internasional sehingga kondisi Aceh kembali pulih. “Saya atas nama masyarakat Aceh mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu Aceh,” ujarnya.

Zaini menambahkan, masyarakat Aceh sangat memegang teguh syariat Islam. “Bagi masyarakat Aceh, gempa dan tsunami ini adalah kehendak Tuhan dan masyarakat Aceh menerima kehendak Tuhan. “Jika Allah menghendaki, maka tidak ada kekuatan yang bisa menghentikannya,” ujarnya.

“Tsunami juga merupakan peringatan Allah kepada kita karena banyak perbuatan dan perilaku kita yang jauh dari jalan Allah. “Mari kita ingat tsunami sebagai peringatan Allah agar kita kembali ke jalan lurus-Nya.”

Ia juga mengatakan, peringatan 10 tahun terjadinya tsunami harus dijadikan momentum untuk meningkatkan semangat kerja, dan tidak larut dalam kesedihan, sehingga Aceh dapat bangkit dari keterpurukan untuk mencapai kesejahteraan bagi masyarakat daerahnya.

Syekh Ali Jaber, ulama kelahiran Madinah yang bermukim di Jakarta, dalam khutbahnya di acara doa bersama tersebut mengajak seluruh masyarakat untuk meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah. Ia juga mengimbau masyarakat Aceh untuk tidak melupakan sejarah karena Islam pertama kali masuk ke nusantara, melalui pintu Aceh.

“Indonesia harus bangkit dari Aceh. “Kita harus bisa membuktikan kepada seluruh dunia bahwa Indonesia bisa bangkit dari Aceh,” ujarnya seraya mengajak jemaah untuk mewujudkan kebangkitan Indonesia dari provinsi yang menerapkan syariat Islam.

Zulfikar, seorang nelayan berusia 55 tahun, yang kehilangan istri dan empat anaknya, mengaku sengaja datang ke acara peringatan tersebut untuk mengenang mereka yang hilang dalam bencana tsunami.

“Saat terjadi tsunami saya sedang berada di tengah lautan. Jenazah mereka tidak pernah ditemukan,” katanya seraya menambahkan bahwa ia telah menikah lagi dan kini memiliki dua anak.

Azhari Hasan, Ketua Panitia Peringatan 10 Tahun Tsunami, mengatakan puncak acara memperingati satu dekade bencana terjadi pada Jumat pagi di Lapangan Blang Padang atau Terima kasih kepada Taman Dunia. Wakil Presiden Jusuf Kalla bersama 35 perwakilan negara sahabat serta puluhan delegasi lembaga PBB, donor dan LSM internasional turut hadir. –Rappler.com

situs judi bola