• September 25, 2024

Ridwan Kamil membentuk gugus tugas khusus pemberantasan prostitusi di Bandung

BANDUNG, Indonesia — Jam menunjukkan pukul 20.00 WIB. Sebanyak 620 personel polisi Polrestabes Bandung secara serentak menggerebek 400 rumah di kawasan lokalisasi Saritem di Kecamatan Andir, Kota Bandung pada Rabu, 20 Mei 2015. Kedatangan petugas polisi mengejutkan penghuni rumah yang merupakan pekerja seks. , mucikari, dan juga sejumlah kliennya. .

Pelaku praktik pergonglian tidak bisa berbuat banyak. Mereka menyerahkan diri untuk dikawal aparat karena tertangkap basah di rumah bordil yang sebenarnya ditutup pada tahun 2007 oleh Pemerintah Kota Bandung. Ada ratusan pekerja seks, mucikari, dan klien yang diamankan polisi untuk didata dan diproses lebih lanjut. Kehadiran mereka semakin menguatkan kabar bahwa roda bisnis seks masih berputar di tempat itu.

“Itu Saritem perintah dari pemerintah daerah untuk tutup, tapi sepertinya kami cek lapangan masih buka,” kata Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Angesta Romano Yoyol usai penggerebekan.

“Dan tidak tanggung-tanggung, hampir 400 rumah masih dijadikan tempat prostitusi. “Hukum harus kita terapkan,” kata Yoyol.

Maraknya prostitusi di kota berjuluk Paris-nya Jawa ini tidak hanya ditandai dengan terus beroperasinya lokalisasi Saritem yang sudah ada sejak penjajahan Belanda, tetapi juga terungkapnya kasus prostitusi online.

Pada 28 April 2015, Satuan Reserse dan Kriminal Polres Kota Bandung menangkap tiga mucikari dan dua pelacur saat melakukan transaksi seks di sebuah hotel di Jalan Asia Afrika, Bandung. Modus yang dilakukan ketiga muncikari itu adalah menjajakan perempuan yang mereka rawat melalui fasilitas BlackBerry Messenger.

(BACA: 3 muncikari prostitusi online ditangkap saat bertransaksi di Bandung)

Belum lagi puluhan pengaduan masyarakat mengenai aktivitas prostitusi yang diterima Polrestabes Bandung.

Praktik perdagangan seks ini diyakini masih banyak terjadi di Kota Bandung, bahkan berkembang ke arah yang baru. Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menilai prostitusi sudah menjadi permasalahan multidimensi.

“Kalau multidimensi tidak bisa begitu saja diserahkan ke Dinas Sosial, maka perlu juga kerjasama dengan Muspida dan kerjasama dengan pihak lain. Makanya kita bentuk tim yang lintas lembaga, lintas lembaga,” kata Emil, sapaan akrab Wali Kota.

Tim yang dimaksud adalah Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Prostitusi. Tim ini bertugas memberantas praktik prostitusi sejalan dengan upaya Polrestabes Bandung. Anggotanya melibatkan berbagai pihak, mulai dari Satpol PP, perangkat daerah, dinas kesehatan, dinas pendidikan, pemberdayaan perempuan, perekonomian dan lain-lain.

“(Tugasnya) melakukan upaya komprehensif mulai dari pendidikan hingga kesehatan. Cakupannya juga mulai dari kewilayahan, penertiban oleh polisi pelayanan publik dan lain-lain,” ujarnya.

“Mudah-mudahan penanganan prostitusi di Bandung bisa lebih kuat dengan adanya gugus tugas seperti ini,” harapnya.

Bagaimana dengan Saritem?

Pasca penggerebekan besar-besaran, sekitar 400 rumah yang dijadikan tempat prostitusi di kawasan Saritem masih ditutup garis polisi. Sebanyak 150 petugas polisi ditugaskan menjaga kawasan tersebut. Menurut Yoyol, pengamanan di Saritem akan dilakukan hingga kawasan tersebut bebas dari prostitusi.

“Jadi tidak ada sasarannya. Pokoknya sampai kita atur sampai bersih dari hal-hal negatif. Kita harus mendukung kebijakan walikota. Saat ini personel yang bertugas berjumlah 150 orang,” kata Yoyol.

Lebih lanjut Yoyol mengungkapkan, ratusan rumah yang dijadikan tempat prostitusi akan dibongkar oleh Pemerintah Kota Bandung, karena rumah tersebut tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB).

“Kalau rumahnya disegel, tidak akan dibuka. Itupun Wali Kota akan mengecek apakah IMB-nya ada atau tidak. Sepengetahuan Wali Kota, tidak ada IMB untuk lantai dua. Itu dari lantai 4 sampai lantai 5, tidak ada artinya apa-apa. Nanti mungkin kita akan usulkan ke Wali Kota apakah harus dirobohkan atau bagaimana,” kata Yoyol.

Sementara itu, Ridwan Kamil bertekad tak mundur dalam pemberantasan prostitusi, termasuk menutup total lokasi Saritem.

“Saitem pada dasarnya sudah tidak berfungsi. Yang ada adalah satu atau dua orang yang masih ngotot untuk melakukan kegiatan tersebut. Tentu kita akan atur, negara tidak boleh kalah. “Jadi kita segel saja,” tegas Emil.

Emil pun berencana mengubah tata ruang di kawasan hitam.

“Ada rencana dari segi tata ruang, daripada rumah digunakan untuk prostitusi mending digunakan untuk usaha,” ujarnya.

Meski demikian, Emil tak bisa menutup mata terhadap banyaknya warga sekitar yang akan dirugikan secara ekonomi jika Saritem ditutup. Di sinilah peran Satgas Prostitusi untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Emil mengaku sudah memiliki sejumlah rencana untuk memberdayakan warga sekitar lokasi, termasuk mucikari dan pekerja seks. Namun hanya mereka yang memiliki KTP Bandung saja yang akan dibantu.

Solusinya penggantian dengan catatan hanya warga Bandung. Karena lima puluh pengusaha (seks) itu diklaim bukan dari Bandung. (PSK) yang digerebek bukan dari Bandung, yang digerebek hanya dua orang, dari Bandung,” kata Emil.

Untuk warga tersebut, Emil mengatakan, pihaknya akan mendata, berapa kerugian yang akan ditimbulkan jika ada barang yang tertahan atau kredit yang belum dibayarkan. Emil juga akan memudahkan warga Saritem untuk mendapatkan pinjaman Kredit Melati (Melawan Rentenir) yang diluncurkan pada Mei lalu.

Makanya saya berani menawarkan solusi karena ada mekanismenya, ujarnya.

“Mudah-mudahan dengan cara ini kita melatih niat mereka untuk berubah, kejujuran mereka, dan saya akan memantaunya. Mudah-mudahan kita bisa menyelesaikannya dalam hitungan bulan. Karena dari ceritanya, inti permasalahannya adalah perekonomian. Oleh karena itu, sulit dilakukan tanpa solusi ekonomi. Upaya pembebasan lahan juga akan kami lanjutkan,” kata Emil.

Hanya pencitraan?

Namun, upaya Wali Kota Bandung membentuk Satgas Prostitusi dinilai sebagian pihak hanya retorika belaka. Ketua Komisi D DPRD Kota Bandung Ahmad Nugraha menilai tindakan Wali Kota itu sudah ketinggalan jaman. Seharusnya hal itu dilakukan sejak Ridwan Kamil menjabat Wali Kota.

“Itu sudah ketinggalan jaman. Seharusnya sudah selesai saat dia menjabat. Isu Saritem sudah ada sejak lama. Kalau ada masalah, lalu bertindak, maka akan muncul sesuatu yang luar biasa seperti ini. Ini mengarah pada branding,” kata Ahmad kepada Rappler.

Menurut Ahmad, Wali Kota mengabaikan masalah prostitusi. Faktanya, praktik prostitusi sudah bukan rahasia lagi.

“Bohong kalau Satpol PP tidak tahu. Bahkan, polisi banyak menggerebek (pekerja seks) yang tertangkap, aktivitasnya ada di sana. Ini bukti Wali Kota tidak pernah merespon permasalahan yang terjadi dan tidak pernah diselidiki,” kata politikus PDI-Perjuangan itu.

Hal senada juga diungkapkan Direktur Yayasan Bahtera, Tamami Zein. Ia juga mengatakan, pekerjaan Wali Kota hanya sebatas penciptaan citra. Kesimpulan tersebut ia sampaikan karena Wali Kota belum memiliki konsep yang jelas mengenai penyelesaian masalah prostitusi.

“Saya kira itu masih sebatas gambar. Terobosannya tidak diikuti dengan komitmen instansi terkait. Penanganannya belum memiliki konsep. Apa konsep pemberdayaan? Dipukul lalu dibawa ke Polisi. Setelah itu apa? Tidak jelas,” kata Tamami.

Menurut Tamami, belum adanya kejelasan konsep seperti itu terjadi saat Ridwan Kamil menangani permasalahan anak jalanan. Saat itu, anak jalanan tersebut dijemput Satpol PP, namun belum ada tindak lanjut yang jelas.

“Anjal (anak jalanan) hanya bermain angkutan. Konon akan dibangun di kawasan Pasteur, namun belum jelas nasib anak sekolahnya. Hanya main-main,” ujarnya.

Tamami pun menolak anggapan Emil yang menyebut permasalahan ekonomi menjadi pemicu aktivitas prostitusi tersebut. Yayasan Bahtera yang mendampingi 213 pelacur anak di Saritem menemukan, anak-anak yang dilacurkan bukan karena masalah ekonomi, melainkan pola asuh yang salah.

Oleh karena itu, Tamami berpendapat, Pemerintah Kota Bandung harus mengkaji terlebih dahulu permasalahan yang terjadi dan menentukan konsep penanganannya dengan melibatkan berbagai pihak terkait.

Menurut Tamami, Wali Kota bisa memberdayakan perempuan dalam Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) untuk menyelesaikan permasalahan sosial yang terjadi.

“PKK mempunyai peran penting di tingkat pencegahan dengan melaksanakan berbagai program parenting, bagaimana mencegah anak dari kekerasan, eksploitasi dan penelantaran. Intinya dalam mengasuh anak, peran PKK sangat diperlukan, sangat penting,” kata Tamami. —Rappler.com

link sbobet