Siswa SMA di Aceh dikeluarkan karena menikah
- keren989
- 0
Untuk memperjuangkan Syarifah bisa bersekolah kembali, pihak keluarga mengirimkan surat ke Dewan Perwakilan Rakyat Kota Sabang (DPRK) pada 12 Januari 2015.
BANDA ACEH, Indonesia – Syarifah Zakiyah (17), siswa Sekolah Menengah Atas Negeri (SMA) 1 Sabang, Provinsi Aceh, dikeluarkan dari sekolah karena sudah menikah.
Sayed Djamaludin, mertua Syarifah, kepada wartawan di Banda Aceh, Kamis (22/1), mengatakan pihaknya tidak bisa menerima keputusan Kepala SMA Negeri 1 Sabang karena menantunya tidak punya aturan hukum.
Syarifah yang kini duduk di bangku kelas XI, sebelumnya pernah dikeluarkan dari sekolah pada 8 Januari lewat surat yang dikirimkan kepada orang tua siswa. “Sejak 9 Januari 2015, menantu saya tidak bersekolah padahal ingin melanjutkan sekolah,” kata Sayed.
Ia menambahkan, Syarifah menikah dengan putranya, Sayed Ghalab Shah, 36, yang baru saja menyelesaikan gelar master di bidang Perkapalan di sebuah universitas di Jerman.
“Saat anak saya pulang, saya memintanya untuk mencari calon istri. Lalu dia pergi ke rumah seseorang keluargakamu “Kami berada di Desa Tualang Cut, Kabupaten Aceh Timur, untuk meminta mencarikan istri,” jelas Sayed.
Ternyata ketika saya melihat Syarifah yang saat itu sedang liburan sekolah, anak-anak saya tertarik sehingga kami putuskan untuk menikahkan mereka, kata Sayed seraya menambahkan, Syarifah saat itu bersekolah di SMA Krueng Barona. Kabupaten Aceh Besar.
Karena masih memiliki ikatan keluarga, Sayed memutuskan pada 4 Agustus 2014 untuk memindahkan sekolah Syarifah ke Kota Sabang di Pulau Weh setelah mendapat persetujuan orang tuanya. Syarifah kemudian tinggal bersamanya.
Seminggu kemudian, Syarifah dan Sayed Ghalab menikah pada 11 Agustus 2014 di Kantor Urusan Agama (KUA) Meuraxa, Kota Banda Aceh. Saat menikah, Syarifah masih berusia 16 tahun dua bulan.
“Menantu saya bersekolah di SMA Negeri 1 Sabang selama 1 semester. “Kami kaget saat mendapat surat pemecatan dia dari sekolah,” kata Sayed.
Sayed bertemu dengan kepala sekolah untuk mengizinkan Syarifah tinggal di sekolah tersebut. “Kalau memang perlu dibuat kesepakatan selama dia tidak hamil di sekolah, pihak sekolah tetap menolak,” jelas Sayed.
Dalam surat yang ditandatangani Kepala SMA Negeri 1 Sabang, Nur Cahaya disebutkan, keputusan memecat Syarifah diambil dalam rapat dewan guru yang digelar pada 15 Desember 2014.
Surat yang dibagikan Sayed kepada wartawan juga berbunyi, “tidak ada undang-undang tertulis yang menyatakan bahwa siswi yang sudah menikah tidak boleh bersekolah di sekolah menengah atas.”
Alasan Syarifah dikeluarkan dari SMA Negeri 1 Sabang karena tidak lazimnya sekolah dasar dan menengah menyediakan tempat bagi siswi yang sudah menikah karena masih di bawah kelompok usia untuk menikah. Selain itu, di SMA Negeri 1 Sabang tidak ada riwayat siswa yang sudah menikah bersekolah.
Dalam poin pertimbangan alasan pembekuan Syarifah disebutkan, “untuk menghindari risiko dan dampak negatif yang serius terhadap siswa dan fungsi sekolah serta kredibilitas sekolah.” Dalam surat tersebut juga disebutkan bahwa pihak sekolah telah memberikan kesempatan kepada Syarifah untuk dipindahkan ke sekolah lain.
Kepala SMA Negeri 1 Sabang, Nur Cahaya, melalui telepon membenarkan, Syarifah tidak melanggar aturan hukum. “Tetapi kami memiliki kebiasaan yang diakui sebagai aturan tidak tertulis di masyarakat.”
“Kami memikirkan dampak sosial dari terus memberinya kesempatan bersekolah. Misalnya saja dia menceritakan kepada teman-temannya padahal usia siswa SMA termasuk dalam kelompok di bawah umur, ujarnya seraya menyebutkan pihaknya sudah memberikan solusi agar Syarifah mengikuti Paket C.
“Sebelum mengambil keputusan ini, kami berkoordinasi dengan Kepala Dinas Pendidikan Sabang. “Beliau mendukung keputusan yang kami ambil karena prihatin dengan dampak yang timbul di kemudian hari,” kata Nur Cahaya.
Menulis ke DPR
Untuk memperjuangkan Syarifah agar bisa kembali bersekolah, ia melayangkan surat ke Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Sabang pada 12 Januari 2015, karena keputusan SMA Negeri 1 Sabang dinilai tidak mendidik, tanpa menemukan solusi yang baik.
“Kami berharap anggota DPRK Sabang mencari jalan keluar yang terbaik agar anak-anak kami tidak menjadi korban karena Syarifah masih berminat untuk bersekolah,” kata Sayed.
“Agar anak-anak kami tidak kehilangan waktu belajar terlalu lama, kami mohon kepada anggota DPRK Sabang untuk segera memerintahkan Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Sabang agar menerima kembali gadis tersebut untuk bergabung menjadi siswa di sekolah tersebut.”
Sayed menambahkan, pihaknya belum mendapat tanggapan dari DPRK Sabang. Dalam surat tersebut juga disebutkan pihaknya siap membuat kesepakatan di depan notaris untuk mendapatkan solusi terbaik karena yang terpenting Syarifah tetap bersekolah.
Nur Cahaya menyatakan, pihaknya dipanggil DPRK Sabang pada Senin (19/1) lalu terkait skorsing Syarifah dari sekolah. “Dalam pertemuan itu kami menjelaskan alasan dan dampak yang akan timbul. “Dewan bisa menerima keputusan yang kami ambil,” ujarnya. – Rappler.com