• September 20, 2024

Telusuri 10 orang yang dijatuhi hukuman mati karena kasus narkoba

Jakarta, Indonesia – Di tengah hiruk pikuk Konferensi Asia Afrika (KAA) 2015 pekan ini, 10 terpidana mati kasus narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkotika) cemas menanti waktu eksekusi yang semakin dekat.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Tony Spontana mengungkapkan, eksekusi gelombang kedua yang akan membawa sepuluh orang di antaranya ke hadapan regu tembak hanya tinggal menunggu keputusan permohonan peninjauan kembali (PK). ) dari terpidana Zainal Abidin.

Siapa saja mereka dan apa saja yang terlibat di dalamnya? Berikut daftarnya:

Andrew Chan dan Myuran Sukumaran (Australia)

Kedua warga negara Australia ini ditangkap karena berupaya menyelundupkan heroin seberat 8,3 kilogram dari Bali pada akhir tahun 2005.

Duo Bali Nine –sebutan mereka, merujuk pada nama kelompok pengedar narkoba Bali Nine yang dimotori Chan dan Sukumaran– akhirnya dijatuhi hukuman mati pada tahun 2006.

Chan dan Sukumaran melakukan beberapa upaya hukum melalui tim kuasa hukumnya untuk menghindari hukuman mati yang mereka terima, namun tidak berhasil.

Permintaan belas kasihan mereka telah diajukan menolak oleh Jokowi. Demikian pula upaya untuk mengajukan peninjauan kembali (JC), kasasi, dan gugatan peninjauan kembali terhadap kewenangan pemberian grasi, atas kebijaksanaan Presiden Republik Indonesia, juga gagal.

Okwudili Oyatanze (Nigeria)

Dili, sapaan akrab Okwudili, terbang dari Pakistan ke Indonesia pada tahun 2001 dengan membawa 1,15 kilogram heroin. Ia tertangkap saat pemeriksaan di Bandara Soekarno Hatta dan akhirnya dijatuhi hukuman mati pada tahun 2002.

Pria asal Nigeria ini berusaha mendapatkan keringanan hukuman dengan mengajukan banding ke PK. Meski demikian, semua upaya ini tidak berhasil dan dalam waktu dekat dia harus menjalani eksekusi.

Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina)

Ibu dua anak berusia 30 tahun ini ditahan, kemudian diadili dan didakwa dengan hukuman mati pada tahun 2010. Majelis hakim memutuskan ia dinyatakan bersalah dalam kasus percobaan penyelundupan 2,6 kilogram heroin ke Indonesia yang diperkirakan bernilai sekitar US$500.000.

Pemerintah Filipina, negara asalnya, mengajukan permohonan grasi pada tahun 2011. Presiden Benigno S. Aquino III sendiri yang memperkenalkannya kepada Presiden Indonesia saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Saat itu, moratorium eksekusi sedang diberlakukan di Indonesia, sehingga permohonan grasi Mary Jane ditangguhkan. Adalah penerus SBY, Jokowi, yang pada Januari tahun ini akhirnya memutuskan menolak memberikan amnesti kepada Mary Jane.

Tak mendapat ampun, Mary Jane mengajukan upaya hukum PK yang kemudian ditolak Mahkamah Agung.

Perkembangan terakhir, kuasa hukum Mary Jane, Agus Salim menyatakan akan mengajukan upaya PK kedua pada pekan depan. Kali ini dengan bukti baru yang diyakininya akan diterima Mahkamah Agung.

(BACA: Pengacara: Badan Anti Narkoba PH akan memberikan bukti untuk Mary Jane)

Martin Anderson (Ghana)

Warga negara Ghana Martin Anderson mendengarkan pengacaranya saat sidang peninjauan kembali di Jakarta, 19 Maret 2015. Foto oleh Bagus Indahono/EPA

Pria asal Ghana yang akrab disapa Belo ini terjerat kasus narkoba dan divonis hukuman mati karena tertangkap membawa Heroin seberat 50 gram masuk ke dalam negeri. dia ditangkap di kediamannya di Kelapa Gading pada tahun 2003.

Seperti terpidana mati lainnya, Jokowi juga menolak permohonan grasinya.

Belakangan, ia mengajukan PK dengan alasan heroin yang dibawanya ke Tanah Air hanya untuk konsumsi pribadi dan bukan untuk dijual. Namun setelah melalui tiga kali sidang, upaya PK Martin akhirnya ditolak Mahkamah Agung.

Serge Areski Atlaoui (Perancis)

Warga negara Perancis Serge Areski Atlaoui berbincang dengan pengacaranya Nancy Yuliana Sunjoto di ruang sidang Tangerang, 1 April 2015. Foto oleh Bagus Indahono/EPA

Inilah satu-satunya warga negara Eropa dalam daftar 10 orang terpidana mati karena kasus narkoba yang akan segera dieksekusi.

Jika mayoritas terpidana kasus narkoba ditangkap saat menyelundupkan dari atau ke negara asalnya, Serge Areski Atlaoui ditangkap pada 11 November 2005 karena terbukti terlibat dalam pengoperasian pabrik ekstasi dan sabu di Cikande, Tangerang.

Bersamaan dengan pembacaan putusan PK Martin Anderson pada Senin awal pekan ini, Mahkamah Agung menolak PK Sergei, upaya hukum terakhir yang dilakukannya untuk menghindari hukuman mati dari Mahkamah Agung pada tahun 2007.

(BACA: Pengadilan Indonesia menolak banding terhadap hukuman mati orang Prancis)

Pengadilan Tinggi menjatuhkan hukuman mati kepada pria asal Prancis ini saat mengajukan banding atas hukuman seumur hidup ke Pengadilan Negeri (PN) Tangerang yang semula diterimanya.

Raheem Agbaje Salami (Nigeria)

Raheem Agbaje Salami ditangkap di Bandara Juanda Surabaya pada tahun 1997 karena ada 5,2 kilogram heroin di bagasinya saat memasuki Surabaya.

Pria berusia 42 tahun ini kemudian menjalani proses hukum dan divonis hukuman mati pada tahun 1999. Soal upaya hukum atas hukuman mati yang diterimanya, nasib Raheem tak jauh berbeda dengan rekan-rekannya yang lain. Baik keringanan maupun PK yang dimohonkannya ditolak.

Belakangan, Raheem juga membantah penolakan Jokowi atas grasi yang diajukannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Upaya ini juga gagal.

(BACA: Nigeria mohon ampun bagi warganya yang dijatuhi hukuman mati di Indonesia)

Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria)

Silvester terlibat kasus narkoba dan dijatuhi hukuman mati pada 11 September 2004. Sayangnya, setelah menjalani masa tahanan, ia malah menghabiskan waktunya untuk melakukan aktivitas positif. melanjutkan bisnis narkoba.

Tercatat pada tahun 2012, 2014, dan 2015, pria asal Nigeria ini kedapatan masih aktif mengendalikan bisnis narkoba menggunakan jasa salah satu teman satu selnya di Lapas Nusakambangan.

Rodrigo Gularte (Brasil)

Jika Serge Areski Atlaoui menjadi satu-satunya dalam daftar yang berasal dari Eropa, maka Rodrigo Gularte menjadi satu-satunya yang berasal dari Amerika Latin.

Pria asal Brazil ini ditangkap pada 31 Juli 2004 oleh petugas bea dan cukai di Bandara Internasional Soekarno Hatta. Ia dan dua rekannya kedapatan menyembunyikan 19 kilogram kokain di dalam papan selancar modifikasi yang mereka bawa.

Usai divonis hukuman mati, pihak keluarga mengungkap bahwa Rodrigo sudah menderita gangguan jiwa yakni skizofrenia dan bipolar sejak masa remajanya. Untuk itu, mereka berharap Rodrigo bisa lepas dari hukum. Harapan tersebut pada akhirnya tidak menjadi kenyataan.

Rencana hukuman mati ini membuat marah presiden Brasil. (BACA: Presiden Brazil Tolak Kredensial Dubes Indonesia)

Zainal Abidin (Indonesia)

Di antara warga negara Australia, Filipina, Brasil, Prancis, Nigeria, dan Ghana yang menunggu eksekusi, terdapat satu warga negara Indonesia. Dialah Zainal Abidin.

Zainal ditangkap di rumah keluarga besarnya di Desa Ilir, Palembang, Sumatera Selatan pada 21 Desember 2001. Di antara seluruh narapidana, Zainal menjadi satu-satunya yang terjerat kasus ganja.

Pengadilan Negeri Palembang memvonis Zainal 18 tahun penjara. Di tingkat banding, hukuman Zainal ditingkatkan menjadi hukuman mati. Pada tingkat kasasi tahun 2002, keputusan tersebut tidak diubah.

Zainal kemudian mengajukan PK pada 2 Mei 2005. Butuh waktu lama setelah permohonan PK-nya diproses. Mahkamah Agung menolaknya pada Maret 2015. Ia kembali mengajukan PK kedua, namun masih belum ada keputusan. — Rappler.com

slot demo