• October 5, 2024

Tidak percaya dan tidak menggunakannya bukan berarti menentangnya

Hari Solidaritas Hijab Internasional ini adalah momen yang tepat untuk mengatakan, muslimah mempunyai kebebasan untuk memilih berhijab dimanapun dan kapanpun – namun muslimah juga harus bebas memilih untuk tidak berhijab dimanapun dan kapanpun.

Saya tidak berhijab dan tidak percaya hijab itu wajib bagi wanita muslim. Alasannya sederhana: Menurut saya hijab tidak cocok untuk iklim Indonesia yang lembab. Ayat-ayat Al-Qur’an yang sering diklaim sebagai landasan wajibnya muslimah berhijab sebenarnya didasarkan pada konteks zaman, lebih menekankan pada kesopanan. atauJika Anda menghendaki Bahasa inggris, kesopanan.

Bisa dibilang pendapat saya ini tidak sejalan dengan apa yang diyakini sebagian besar orang, baik Muslim maupun bukan. Tak jarang ada yang memperdebatkan pendapat saya dengan mengatakan, “Mengapa kamu mengaku Muslim dan memilih aturannya? Islam itu satu paket, semua perintahnya harus ditaati! Apa kamu tidak takut berbuat dosa?”

Ketika saya bersekolah di negara yang mayoritas penduduknya non-Muslim, banyak teman saya yang malah mengira saya bukan Muslim. Saya percaya ini adalah kesempatan yang baik untuk menjelaskan keragaman penafsiran dalam Islam.

Pertama, perlu diingat bahwa tidak ada otoritas tunggal dalam Islam. Bahwa Al-Qur’an dan hadits sebagai pedoman utama merupakan keyakinan umum umat Islam. Namun setiap ayat Al-Qur’an bisa diberi banyak tafsir tergantung mazhab yang anda yakini, tergantung ulama yang anda ikuti, Terserah pada Muslim atau wanita Muslim untuk memutuskan penafsiran mana yang akan diyakini.

Ada umat Islam yang memilih tafsir Alquran secara harafiah, bahwa setiap ayat harus dibaca dengan benar secara harfiah dan diimplementasikan kebocoran saku tanpa melihat konteks turunnya ayat tersebut. Saya memilih berada pada kelompok yang berpandangan sebaliknya, bahwa konteks waktu dan ruang di mana suatu ayat diturunkan harus dijadikan tolak ukur dalam penafsiran.

Saya bukan ahli dalam penafsiran, dan pendapat saya berubah dari waktu ke waktu berdasarkan apa yang saya baca, renungkan, dan pahami. Hal ini juga sering menjadi bahan kritik, jika Anda bukan seorang penafsir kenapa tidak mengikuti saja apa yang disampaikan ulama? Saya hanya bisa menjawab, saya yakin kita diberikan alasan untuk menganalisis dan memutuskan keyakinan dan tindakan sebelum mengikuti atau menolak suatu penafsiran, bukan sekadar mengikuti suatu penafsiran.

Saya juga berhijab selama tiga tahun semasa sekolah menengah pertama (SMP) karena hijab merupakan bagian dari seragam wajib. Saya belajar banyak tentang Islam selama tiga tahun di sekolah. Namun harga yang harus dibayar adalah rasa panas dan gatal akibat berhijab di udara Indonesia yang lembab.

Sahabat Muslim asal Singapura, Sya Taha, membuat analisis menarik tentang keyakinan wanita muslim tentang hijab dan penggunaannya. Menurutnya, perempuan muslim dapat dikategorikan menjadi empat matriks:

1. Orang yang meyakini hijab itu wajib dan memakainya,

2. Mereka yang meyakini hijab itu wajib, namun tidak memakainya,

3. Yang tidak meyakini hijab itu wajib, tapi memakainya, dan

4. Orang yang tidak meyakini hijab itu wajib dan tidak memakainya.

Kategori pertama adalah mereka yang meyakini bahwa hijab adalah perintah Allah, dan memutuskan untuk memakainya setiap hari. Baik pemakai jilbab yang modis (“hijaber”) maupun jilbab panjang seperti tirai, sepanjang alasannya karena meyakini jilbab itu wajib, dapat digolongkan dalam kelompok ini.

Kategori kedua adalah muslimah yang meyakini hijab itu wajib namun merasa belum siap memakainya. Mungkin karena mereka masih menikmati hal-hal yang berlabel “duniawi”, seperti sering mengunjungi klub malam, minum alkohol atau tidak rutin beribadah, mereka menganggap diri mereka tidak pantas mengenakan hijab, yang merupakan simbol ketaatan beragama.

Pada kategori ketiga, ada juga yang tidak meyakini hijab itu wajib, tapi memakainya. Ada yang terpaksa karena peraturan mengharuskannya, ada pula yang memilih berhijab karena kepentingan sosial seperti lebih diterima di lembaga keagamaan atau kelompok sosialnya.

Pada kategori keempat adalah mereka yang tidak meyakini kewajiban berhijab dan tidak memakainya. Mereka – termasuk saya – seringkali dianggap sebagai wanita muslimah kategori kedua, sehingga bujukan untuk berhijab seringkali datang dari berbagai orang, baik yang terkenal maupun tidak dikenal (kalimat persuasi yang paling klise adalah: “Kamu lebih cantik dengan hijab). meyakini bahwa tafsir yang menilai kesopanan dalam berbusana bisa diwujudkan dalam bentuk lain, tidak harus hijab.

Walaupun saya termasuk golongan keempat itu, saya menghormati saudara-saudara seiman, baik yang berhijab atau tidak, apakah mereka yakin berhijab atau tidak. Hari Solidaritas Hijab Internasional ini adalah momen yang tepat untuk mengatakan, muslimah mempunyai kebebasan untuk memilih berhijab dimanapun dan kapanpun – namun muslimah juga harus bebas memilih untuk tidak berhijab dimanapun dan kapanpun. — Rappler.com

Bunga Manggiasih menaruh perhatian pada kebijakan publik karena berinteraksi dengan pengambil kebijakan selama bekerja sebagai jurnalis. Di waktu luangnya ia memberikan dukungan kepada blogbungamanggiasih.com dan akun Twitter @bungtje.

BACA JUGA:


slot demo pragmatic