• November 26, 2024

Tidak tersedia dalam pecahan kecil di ATM? Transaksi tunai memang menjengkelkan

Artikel ini dipicu oleh hal kecil yang sungguh di luar dugaan. Suatu hari saya tiba-tiba ingin naik bus umum ke kantor. Saya dengan percaya diri naik dan kemudian turun di dekat kantor saya. Saat itulah drama dimulai.

Saya tidak memeriksa berapa banyak uang yang ada di dompet saya. Tampaknya uang kertasnya hanya seratus ribu, padahal tarif angkutan umum hanya Rp 3 ribu. Saya memberikan uang seratus kepada sopir angkutan umum yang kemudian memarahi saya karena tidak membawa uang kembalian. Saya tidak banyak berdebat.

Saya bilang, “Ambil saja semua kembaliannya, Pak.” Tentu saja aku berbohong, hehehe. Saya meminjam sejumlah kecil uang dari keamanan sebuah kompleks perkantoran yang kebetulan saya kenal.

Hari itu, saya membayangkan saya adalah seorang pekerja dengan gaji sekitar Rp3-4 juta per bulan dan harus naik angkutan umum setiap hari. Pasti ada hari-hari tertentu saya akan menarik uang di ATM yang hanya menyediakan 2 jenis pecahan: 50 ribu dan 100 ribu.

Lalu saya harus berbelanja kue, snack atau barang lainnya yang tidak terlalu saya perlukan di franchise convenience store. Semua untuk mendapatkan sejumlah uang untuk naik angkutan umum dalam beberapa hari ke depan. Mahalnya biaya penukaran uang kecil bagi rakyat kecil.

(BACA: Tips berhemat saat rupiah melemah)

Saya sempat mencari data jumlah ATM 10 bank terbesar dari segi aset. Sungguh, hanya pengangguran seperti saya saja yang mencari data ini. Totalnya (berdasarkan laporan tahunan masing-masing bank tahun 2013) sebanyak 63.126 unit ATM. Dugaan saya, 10 bank ini dari total aset dan dana masyarakat yang dihimpun menguasai lebih dari 60% pangsa pasar perbankan nasional.

Seperti yang kita ketahui bersama, ATM ini hanya berisi satu pecahan. Kalau tidak Rp 50 ribu ya Rp 100 ribu. Coba bandingkan dengan ATM di luar negeri yang berdenominasi dollar atau euro.

Informasi yang saya dapatkan dari beberapa teman yang ada disana, pilihannya banyak. Teman-teman ini juga meyakinkan saya bahwa orang-orang di sana kebanyakan mengambil uang $20. Jarang menerima anak-anak seharga $50 atau $100.

Pasalnya, jika ingin mengeluarkan uang lebih dari $50, lebih baik menggunakan kartu debit atau kredit. Dengan cara ini, uang yang dikeluarkan lebih banyak uang kembaliannya untuk pembelian sehari-hari. Saya sangat percaya dengan informasi dari teman saya. Bagaimana tidak percaya kawan, saya belum pernah kesana. Jarak terjauh yang saya tuju adalah ke Bekasi.

Komunitas kecil sangat terkena dampaknya

Saya mengutip data BI mengenai uang yang beredar berdasarkan pecahannya. Setiap bulannya sepanjang tahun 2014, uang yang beredar berkisar antara Rp442 triliun hingga Rp564 triliun. Uang logam yang beredar sekitar Rp 5 triliun, sisanya uang kertas.

Dari total uang kertas yang beredar, 60% pecahan Rp 100 ribu, 30% pecahan Rp 50 ribu. Mengapa 90% uang yang beredar di Indonesia adalah dua pecahan terbesar?

Terdapat puluhan ribu pasar tradisional di seluruh Indonesia. Entah berapa banyak lagi pedagang kaki lima, warung makan, dan toko kecil yang ada di kota. Jumlah penduduk miskin dan hampir miskin di Indonesia mendekati 100 juta jiwa. Bagaimana mungkin 90 persen uang yang beredar di masyarakat ada pada dua pecahan tertinggi tersebut?

Komunitas-komunitas kecil inilah yang paling terkena dampaknya karena mereka harus membagi tagihan yang sangat besar dengan mengeluarkan uang untuk mendapatkan sejumlah kecil uang.

Sekitar 90% uang yang beredar dengan dua pecahan tertinggi mencerminkan beberapa hal:

Pertama adalah inefisiensi transaksi yang dialami oleh masyarakat bawah.

Keduakurangnya penetrasi mesin pengambilan data elektronik (EDC) bank di toko-toko sehingga masyarakat masih menggunakan pembayaran tunai.

Ketiga, ada yang salah dengan perekonomian Indonesia. Transaksi besar dilakukan secara tunai. Untuk apa? Saya tidak tahu. Yang pasti ada berbagai tujuan, mulai dari positif hingga negatif, seperti korupsi yang jejaknya tidak ingin ditelusuri oleh PPATK. Oh, itu sungguh menakutkan.

Saya pernah ngobrol dengan Ulin Yusron. Ya, Ulin adalah orang terkenal di Twitter. Diskusi kami mengarah pada pentingnya pembatasan transaksi tunai di bank untuk mengurangi potensi korupsi.

Misalnya Anda dibatasi uang tunai hanya Rp 100 juta per hari, maka untuk menyuap seseorang senilai Rp 1 miliar membutuhkan waktu 10 hari. Jika penyuap ingin mengirimkan melalui transfer rekening, PPATK akan mengikuti jejaknya. Menarik ide ini.

Namun perbincangan aku dan Ulin beberapa waktu lalu tiba-tiba menjadi basi. Meluasnya pemberitaan mengenai rekening gemuk pejabat yang menggunakan KTP palsu membuat rencana pembatasan transaksi tunai bisa jadi sia-sia. Penerima suap bisa membuat rekening atas nama KTP palsu lalu mengisinya dengan dana dalam jumlah besar. Mereka yang disuap juga membuat rekening atas nama KTP palsu yang bisa menerima transfer dalam jumlah besar. Tidak ada salahnya dilacak oleh PPATK. Bagaimanapun, keduanya salah.

KTP palsu untuk membuat akun merupakan kejahatan karena membuka peluang untuk berbuat jahat. Jangankan korupsi skala besar, kejahatan kecil-kecilan juga dilakukan oleh akun-akun dengan KTP palsu.

“Bagaimana mungkin 90 persen uang yang beredar di masyarakat ada pada dua pecahan tertinggi?”

Anda sering mendapat SMS: Cukup transfer uang ke rekening xxx, Anda mendapat hadiah 100 juta dari bank xxx?

Saya yakin mereka semua menggunakan rekening bank yang dibuka dengan KTP palsu. Bank tersebut disebut telah menerapkan sistem Know Your Customer (KYC). Coba uji, tunjukkan SMS penipuan ke bank, suruh mereka memblokir rekening atau selidiki pemiliknya. Kita yang akan merasa terganggu tentunya akan disuruh melaporkannya ke kantor polisi terlebih dahulu.

Ada yang mau tahu dimana tempat membuat KTP palsu? Semua orang sepertinya tahu ke mana harus pergi. Semua orang kecuali polisi tentu saja. Perdamaian, Pak Badrodin. Saya hanya bercanda. Tolong jangan kriminalisasi saya.

Mengatur sistem transaksi nasional

Foto oleh AFP

Kembali ke transaksi kas kecil. Mungkin tidak ilmuwan, tapi saya yakin karena uang kembalian sulit, angkutan umum memakan waktu lama, dan tidak gratis, banyak masyarakat menengah ke bawah yang memilih membeli sepeda motor. Tidak perlu pusing menyiapkan uang sedikit, lebih bebas berangkat jam berapa, bebas dari hukum, karena bisa saja berkendara di trotoar dan melawan arah.

Apakah lebih murah menggunakan sepeda motor? Hanya perhitungan biaya transportasi yang bisa benar. Misalnya saja biaya naik angkutan umum pulang pergi dibandingkan dengan biaya bahan bakar sepeda motor. Tentu saja mobil lebih irit.

Namun jika ditambah dengan cicilan sepeda motor beserta bunga, biaya perawatan, parkir, dan harga sepeda motor yang setiap saat turun signifikan dari harga barunya, maka efisiensi biaya transportasi tidak lagi berlaku.

Dampak inefisiensi transaksi kecil terhadap masyarakat sangatlah besar. Kebiasaan mengendarai sepeda motor dibandingkan menggunakan angkutan umum atau sarana lainnya membuat masyarakat sulit beralih dari budaya kendaraan pribadi ke angkutan umum. Bisnis mobil menuai hasil yang bagus. Jika Anda mempunyai kebiasaan mengendarai sepeda motor, Anda akan memilih mengendarai mobil saat gaji Anda meningkat. Jika gajinya naik sangat tinggi, mobil tersebut berubah menjadi mobil mewah, tidak hanya fungsional tetapi juga diminati.

Saya sering melihat kejadian ini di sekitar saya. Tentu saja saya tidak termasuk. Saya sangat sadar kapan Persatuan Lubis atau Nukman membaca tulisanku mereka akan memandang sinis dan berkata: Lambemu, Kok.

Saya sangat berharap pemerintah dan perbankan benar-benar menata sistem transaksi nasional ini agar lebih efisien. Banyak uang rakyat kecil yang terbuang percuma ketika pemerintah menyombongkan pertumbuhan.

Tn. Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Bpk. Jusuf Kalla berkali-kali mengatakan, pasar tradisional yang melayani masyarakat menengah ke bawah merupakan pilar penting perekonomian yang tidak kalah pentingnya dengan pasar modal. Namun sistem transaksi di negara ini telah membebani mereka dengan biaya yang tinggi selama bertahun-tahun.

Harapannya, negara juga hadir untuk urusan-urusan penting yang justru terpinggirkan. —Rappler.com

Kokok Herdhianto Dirgantoro adalah mantan jurnalis dan mantan pegawai bank. Kini beliau menjalankan kantor konsultasi di bidang komunikasi strategis. Namun Kokok sangat tertarik mempelajari masalah ekonomi. Gaya tulisannya lucu, namun penuh analisis. Ikuti Twitter-nya @kokokdirgantoro.


SDy Hari Ini