• November 24, 2024

Tiga Menteri Jokowi Tunjukkan Sikapnya Terhadap Charlie Hebdo

“Apa yang terjadi di Paris, saat penyerangan terhadap kantor dan kantor redaksi Charlie Hebdo, adalah bentrokan antara ekstremis dan ekstremis. Ekstremis Islam dengan kebebasan berekspresi ekstremis.” Kalimat ini datang dari Prof. Din Syamsuddin, Ketua Umum Pengurus Pusat Muhamadiyah.

Awal pekan ini, Senin (19/1), Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengajak rekan-rekannya di kabinet Presiden Joko Widodo, yakni Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara untuk memfasilitasi dialog antar media. dan tokoh-tokoh media antaragama.

Formatnya adalah Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Kebebasan Berekspresi dan Sensitivitas Beragama”. Saya termasuk salah satu yang diundang dari kalangan media, karena keterlibatan saya dalam Dialog Intermedia Global pada tahun 2006-2008, pasca hebohnya kartun Nabi Muhammad SAW yang dimuat di surat kabar Denmark Jyllands-Posten. Ada pula Endy Bayuni dan Meidyastama Suryodiningrat dari surat kabar Jakarta Post, Rullah Malik dari Metro TV, dan Nasihin Masha dari Republika.

Di kalangan tokoh agama, selain Din Syamsuddin, hadir juga Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri, Prof. Azyumardi Azra, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, Slamet Effendy Yusuf, dan Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Dr. KH Marsudi Syuhud. Ada pula Yenny Wahid dan sejumlah tokoh lintas agama lainnya. Dari jajaran Kementerian Luar Negeri hadir Wakil Menteri Luar Negeri AM. Fachir memimpin diskusi.

Menlu Retno saat membuka FGD mengatakan, pihaknya ingin mengajak pihak-pihak terkait untuk berdialog dan bertukar persepsi mengenai sikap Indonesia terkait tragedi penyerangan kantor media satir Charlie Hebdo di Paris, pada 7 Januari tahun ini. Serangan tersebut, yang dilakukan oleh Kouachi bersaudara, yang menurut pihak berwenang Perancis berasal dari Ikhwanul Muslimin keturunan Aljazair, menewaskan 12 orang, termasuk empat kartunis utama majalah tersebut, dan memicu kembali perdebatan mengenai batas kebebasan berekspresi dalam kaitannya dengan pekerjaan jurnalistik. . terhadap agama dan simbol-simbolnya.

Saya menulis tentang peristiwa ini dan tren satir Rappler Indonesia tahun 2015. Kamu bisa membacanya di sini.

Pembahasan pasca penyerangan kantor Charlie Hebdo memunculkan berbagai sudut pandang, mulai dari perdebatan mengenai batasan kebebasan berekspresi, sejarah panjang diskriminasi terhadap kelompok minoritas di Perancis dan Paris serta kota-kota Eropa, kecenderungan menguatnya politik dan politisi konservatif, tren fundamentalisme di berbagai agama dan kelompok, termasuk di kalangan media berupa fundamentalis kebebasan berpendapat, perdebatan mengenai bentrokan masyarakat sipil, terorisme bahkan kemunafikan ditunjukkan oleh sejumlah kepala pemerintahan yang hadir di Paris dalam konvoi untuk menyatakan solidaritas terhadap aksi teroris tersebut. Banyak aspek.

Menteri Luar Negeri Retno mengatakan, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sikap Indonesia patut dinantikan. Akun Twitter @Portal_Kemlu_RI menyampaikan posisi Kementerian Luar Negeri mengenai Charlie Hebdo, yang berbunyi:

  • “Kebebasan berekspresi harus dihormati tetapi bukan tanpa batas #CharlieHebdo.”
  • “Semua pihak sangat menghormati perbedaan agama, keyakinan, dan nilai.”
  • “Indonesia terus mendorong kerja sama internasional untuk meningkatkan toleransi antar agama, budaya, dan peradaban.”

Saya melihat sikap Kemlu ini serupa dengan sikap saat hebohnya kartun Nabi di media Jyllands-Posten, yang kemudian menjadi alasan Indonesia, Norwegia, dan Selandia Baru memfasilitasi Dialog Intermedia Global.

“Kebebasan berekspresi bisa kita laksanakan dengan memperhatikan kearifan lokal. Nilai-nilai yang kami miliki sejak lama”

Menteri Agama Lukman Saifuddin menawarkan prinsip tersebut kembali dihangatkan maka itu saja, perpaduan antara toleransi dan toleransi dalam kehidupan beragama dan keyakinan dalam masyarakat majemuk. Hal ini berlaku baik di Indonesia maupun di masyarakat global.

“Kebebasan berekspresi bisa kita wujudkan dengan memperhatikan kearifan lokal. “Nilai-nilai itu sudah kita miliki sejak lama,” kata Menteri Lukman. Ia menyebutkan, media perlu menerapkan apa yang disebut jurnalisme damai atau jurnalisme perdamaian dalam meliput tema-tema terkait potensi konflik, termasuk antar pembawa bendera agama.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, pihaknya menaruh perhatian besar terhadap penyebaran informasi melalui internet, termasuk media sosial. Pihaknya saat ini sedang mempersiapkan pembentukan panel ahli yang melibatkan tokoh masyarakat untuk membantu Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam memutuskan tindakan terhadap situs-situs yang dianggap berbahaya bagi publik.

“Untuk situs pornografi, kriterianya jelas. Tapi kalau bicara pemahaman ideologi, termasuk agama, kami di Kementerian Komunikasi dan Informatika tidak punya keahlian itu, makanya kami akan membentuk panel, kata Rudiantara.

Ketika saya berbicara tentang kearifan lokal, saya menyebutkan prinsip-prinsip yang juga berasal dari orang tua saya. Dimana bumi dipijak, disitulah langit dipelihara. Cerdaslah dalam membawa diri. Biasanya ini adalah pesan dari orang tua kepada anak yang sedang merantau. Intinya, kita harus mengenal masyarakat dan budaya di mana kita tinggal dan hidup.

Ketika majalah Charlie Hebdo menerbitkan sejumlah karya yang mengkritik dan mengkritik sejumlah agama; Muslim, Kristen, dan Yahudi, selain mengolok-olok politisi dan kelompok elite, mereka melakukannya karena yakin dilindungi undang-undang yang berlaku di Prancis yang menjamin kebebasan berekspresi. Apa yang sebenarnya kita alami di Indonesia.

Yang berbeda adalah adanya kekhawatiran bahwa dalam masyarakat terdapat kelompok dan masyarakat yang meyakini bahwa agama adalah sesuatu yang tidak boleh diolok-olok. Orang-orang ini juga termasuk mereka yang mendukung kebebasan berekspresi. Namun batas kebebasan berekspresi adalah ketika seseorang/pihak lain merasa keberatan atau “terrugikan” dengan kebebasan berekspresi itu sendiri. Jangan menyakitiini adalah prinsip universal dalam jurnalisme.

Dalam FGD Kementerian Luar Negeri, kami membahas bagaimana Indonesia bisa menjadi contoh dalam menyikapi peristiwa yang dapat menimbulkan bentrokan antar agama dan kelompok masyarakat, termasuk pasca penyerangan Charlie Hebdo. Termasuk bagaimana reaksi Indonesia terhadap penerbitan ulang majalah yang memuat gambar sampul seorang pria bersorban yang disebut-sebut hanya menampilkan seseorang bernama “Muhammad”.

Ada tulisan “Je Suis Charlie” dan “All is Forgiven” di sampulnya. Protes atas sampul ini memicu protes ribuan orang di Pakistan, 10 orang tewas. Protes juga terjadi di Nigeria dan Aljazair. Di Nigeria, sedikitnya empat orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka. Pada tahun 2006, selama penerbitan kartun Nabi oleh Jyllands-Posten, lebih dari 100 orang tewas dalam bentrokan selama protes di Pakistan.

Di Indonesia sempat terjadi protes, namun dilakukan secara damai. Media di Indonesia tidak mempublikasikan kartun Charlie Hebdo sehingga memicu kontroversi. Bukan karena tidak mendukung kebebasan berekspresi, namun karena media di Indonesia sedang mengukur dampak dari postingan kartun tersebut terhadap sebagian kelompok yang menganggap kartun satir agama sebagai penodaan agama, padahal Charlie Hebdo tidak hanya memuat sindiran terhadap tokoh Islam dan agama.

Senada dengan itu, FGD juga membahas perlunya umat Islam mawas diri dalam menyikapi persoalan terkait agama. Tanggung jawab ada pada tokoh agama. Kementerian Luar Negeri pernah punya program memberdayakan kaum moderat. Termasuk memfasilitasi program kunjungan silang antar tokoh agama dari negara lain ke Indonesia dan sebaliknya, di semua tingkatan, termasuk generasi muda.

Yang dirasa sulit adalah membangun pemahaman berpikir moderat di antara masing-masing agama. Salah satu tokoh mengatakan, “Membangun hubungan harmonis antar agama lebih mudah dibandingkan antar agama. Butuh kesabaran dan upaya terus menerus,” tuturnya. Itu terjadi di semua agama. —Rappler.com

Uni Lubis, mantan Pemimpin Redaksi ANTV, menulis blog tentang 100 hari pemerintahan Jokowi. Ikuti Twitter-nya @unilubis dan membaca blog pribadinya unilubis.com


Keluaran Sidney