Tragedi Hercules: Kepergian Imam Pencinta Keluarga
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
“Selain suka membantu, dia sangat toleran. Misalnya kita sedang marah, katakanlah emosional, dia malah bertindak sebaliknya. Sangat menyegarkan.”
MEDAN, Indonesia—Janson Halomoan Sinaga, 52 tahun, warga Pematang Siantar, baru saja kehilangan kakak laki-lakinya pada Kamis, 24 Juni. Namun, beberapa hari kemudian dia kembali kehilangan saudara perempuannya dan 4 anggota keluarganya.
Adik Janson, Sahat Martua Sinaga, 49 tahun, warga Kepulauan Natuna, menjadi korban jatuhnya pesawat Hercules di Simpang Sima Lingkar, Medan, 30 Juni lalu.
Duka semakin mendalam ketika korban kecelakaan pesawat tersebut tidak hanya Sahat, namun juga istri dan anak pendeta, Rasia Purba (49) dan Irine Sinaga (19), serta kedua keponakannya, Agus Salim Sitio (23) dan Glike. Boru Simbolon (15). .
“Ada 5 orang di keluarga kami yang menjadi korban,” ujarnya kepada Rappler saat ditemui di posko Disaster Victim Identification (DVI) RS Adam Malik, Rabu, 1 Juli.
Pendeta yang mencintai keluarga
Bagaimana mereka berlima bisa berada dalam satu pesawat? Janson mengatakan ini bukan kebetulan.
“Sahat bilang satu keponakan ingin disekolahkan di sana (Glike), yang satu lagi ingin mendapat pekerjaan,” ujarnya.
Keputusan ini diambil keluarga besar setelah orang tua Glike yang memiliki 7 orang anak tidak mampu lagi membiayai sekolah anaknya.
“Ambillah kebijakan itu, agar Mama Glike tidak terlalu berat.”
Janson bersedia menanggung seluruh biaya sekolah hingga jenjang selanjutnya, SMA.
Sedangkan Agus menganggur, kadang bekerja, kadang tidak. “Biarkan aku mencari sesuatu untuk dikerjakan,” kata Janson menirukan Sahat.
Perpisahan setelah melepas rindu
Adapun kedatangan Sahat di Pematang Siantar, kata Janson, terbilang istimewa. Sahat jarang pulang ke rumah. Oleh karena itu beliau disambut oleh seluruh saudara-saudaranya di Pematang Siantara.
“Kami sudah lama tidak bertemu, kami ingin melepas kerinduan,” ujarnya.
Mereka berbicara dari pagi hingga malam. Bahkan dalam perjalanan menuju Bandara Polonia, Medan, Janson sempat berbincang hangat dengan Sahat.
“Jadi mengatakan“Bagaimana saudara-saudara kita bisa saling menguatkan, saling mendukung,” ujarnya.
Janson mengatakan Sahat sangat peduli dengan keluarganya, terutama kakak-kakaknya.
“Selain suka membantu, dia sangat toleran. Misalnya kita sedang marah, katakanlah emosional, dia malah bertindak sebaliknya. “Keren sekali,” ucapnya dengan bibir bergetar.
Mengapa Sahat memilih menaiki Hercules?
“Pertama dia mendapat informasi ada jadwal Hercules dari Medan menuju Natuna pada 30 Juni,” ujarnya.
Sahat tertarik dan membayar untuk mengambil penerbangan tersebut. Namun pendeta yang sudah 20 tahun tinggal di Kepulauan Natuna itu tidak merinci berapa biayanya.
“Dia hanya bilang pertimbangannya praktis, tidak perlu angkut ke Batam,” ujarnya. “Kalau soal uang, dia hanya bilang akan memberikan sebagian (ke TNI). —Rappler.com