• November 27, 2024

Kami membiarkan mereka mati secara perlahan

Terbayang betapa marahnya Presiden Joko “Jokowi” Widodo, begitulah istilah dalam bahasa jawa yang artinya marah, jengkel dan tidak sabar melihat proses melihat dampak asap kebakaran hutan di enam provinsi yang terjadi dalam dua provinsi terakhir, untuk melihat. bulan.

November tahun lalu, Jokowi blusukan ke Desa Sungai Tohor, di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Kawasan tersebut sudah 17 tahun dilanda kebakaran hutan, hingga disebut sebagai perkampungan merokok. Jokowi berangkat ke sana untuk memenuhi petisi Abdul Manan, mengecek langsung ke lapangan dan mengambil tindakan nyata.

Di Desa Sungai Tohor, Jokowi menggulung kemeja putih yang biasa dikenakannya, mengganti sepatu dengan boots, dan terjun ke kanal yang membuat lahan gambut menjadi kering dan mudah terbakar saat suhu udara panas dan berangin. Padahal, lahan gambut harus basah.

Jokowi menginstruksikan masyarakat setempat untuk membangun pemblokiran saluran (penyumbatan saluran) gambut. Bermodal bantuan tunai Rp300 juta langsung dari presiden, masyarakat Sungai Tohor berhasil membangun sepuluh pembatas saluran gambut.

Tiga bulan kemudian, Greenpeace Indonesia, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang aktif mengadvokasi lingkungan, melakukan pengecekan. Tampaknya sekat kanal berperan dalam mengatasi kekeringan dan mengurangi kebakaran hutan.

Masyarakat Desa Sungai Tohor belajar dari perintah Jokowi.

Sayangnya, pemerintah Provinsi Riau, Jambi dan Kalimantan, yang juga memiliki lahan gambut yang dikelola oleh pemegang konsesi pertanian dan kehutanan, belum mengambil pelajaran dari hal ini. Rupanya enam provinsi dikelilingi asap selama dua bulan terakhir, ribuan warga menderita infeksi saluran pernapasan, ratusan penerbangan dibatalkan atau ditunda. Aktivitas perekonomian terganggu.

Malaysia dan Singapura marah karena asap mengelilingi negaranya.

Memadamkan lahan gambut jauh lebih sulit karena api berada jauh di dalam lahan gambut, dan tidak mudah dipadamkan bahkan dengan invasi serangan bom air atau bom air, apalagi jika helikopter sedang terbang tinggi, sehingga air yang dibuang menguap sebelum sampai ke bumi.

Yang paling menyedihkan adalah kelalaian dalam mencegah meluasnya kebakaran hutan dan lahan gambut menempatkan kita pada posisi yang sama: membiarkan polusi asap menyerang warga di wilayah terdampak. Ini seperti perlahan-lahan menuntun mereka menuju proses kematian.

Sudah ada anak-anak yang jadi korban, meninggal. Hanum dan Nabila. Innalillahi wainnailaihi rojiun. Semoga tidak ada lagi korban jiwa akibat bencana kabut asap.

Hari ini Harian Republika memuat berita satu halaman penuh di halaman depan, bahwa warga di Pekanbaru membeli tabung oksigen. Duh.

Mengapa saya bilang Pemprov tidak belajar? Lembaga yang seharusnya menjamin pencegahan kebakaran hutan dan lahan gambut lambat memberikan bantuan?

Jika mereka belajar, maka Jokowi tidak perlu memberikan instruksi penanganan kebakaran hutan gambut seperti saat ia berkunjung ke Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, 23-24 September lalu. Saat itu, Jokowi memerintahkan hal itu dilakukan membasahi kembaliatau membasahi lahan gambut dan membuat penampungan air di lahan yang dikelola swasta.

Padahal, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah memberikan peringatan dampak El Nino dan musim kemarau panjang sejak bulan Juni tahun ini. Jadi, diketahui keadaan cuacanya, diperkirakan dampaknya, dan diberikan contohnya.

Namun kita malas atau tidak mau belajar. Harga dari kelalaian ini sangat tinggi.

Ada baiknya Jokowi memerintahkan aparat mengusut tuntas dan menghukum pelaku kebakaran hutan. Tapi itu juga tergantung pada penegakan hukum.

Bukan rahasia lagi bahwa hukum di negeri ini, yang tajam ke bawah, namun tumpul ke atas. Teman saya, seorang pemimpin redaksi sebuah surat kabar ternama, mengingatkan saya akan kondisi yang ada di negara plutokrasi, dimana sistem pemerintahan dijalankan dan dipengaruhi berdasarkan kekayaan yang dimilikinya.

Plutokrasi berasal dari bahasa Yunani, plouto yang berarti kekayaan dan kratos yang berarti kekuatan. Secara historis, sejarah keterlibatan orang-orang kaya dalam politik kekuasaan dimulai di Yunani.

Apakah kondisi ini yang menyebabkan upaya pencegahan kebakaran hutan selama ini gagal, dan dampak penanggulangannya lambat?

Saya harap tidak. Sebab jika itu terjadi, saya akan menutup mata terhadap kerja keras petugas pemadam kebakaran, petugas Badan Penanggulangan Bencana Nasional dan Daerah, ribuan prajurit TNI dan Polri serta relawan yang turut serta memadamkan api.

Tapi, bukankah pihak berwenang, termasuk polisi hutan, bisa mencegah kebakaran hutan dengan melakukan pengawasan lebih ketat di lapangan?

Bencana akibat ulah manusia yang tidak bisa diprediksi fenomena alamnya seperti kebakaran hutan, membuat kita harus mendorong Presiden untuk lebih tegas dalam memastikan pengawasan terhadap setiap tatanan. Sejauh mana penerapannya?

Istana harus membuat sistem pengawasan terhadap pelaksanaan perintah presiden. Sekretaris Kabinet yang saat ini dipimpin oleh politikus senior Pramono Anung Wibowo bisa menjadi semacam pusat pemantauan atas semua instruksi tersebut. Berlaku untuk semua hal termasuk paket deregulasi ekonomi.

Padahal, Jokowi sudah menyadari lemahnya tindak lanjut dan pengawasan peraturan dan instruksi pemerintah. Menteri Perdagangan Thomas Lembong menyampaikan hal itu kepada saya dalam wawancara yang kami lakukan Jumat, 2 Oktober lalu.

“Sekarang saya memahami kekhawatiran presiden. Katanya, kami suka mengikat diri dengan aturan memperluas. Presiden mengingatkan pada rapat kabinet, setelah peraturan dibuat, siapa yang mengontrol dan mengawasi peraturan tersebut? Ingatlah bahwa pemerintah melayani, membantu. “Tetapi sampai saat ini kami masih tahap awal membuat puluhan izin yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan atau industri,” kata Tom.

Menurut saya, hal serupa juga terjadi pada kasus kebakaran hutan dan lahan gambut. Peringatan diberikan, contoh ditampilkan.

Namun siapa yang memastikan pencegahannya maksimal? Bagaimana cara menghukum pemerintah daerah yang lalai? Dengan memastikan mereka tidak terpilih lagi. — Rappler.com

BACA JUGA:

Uni Lubis adalah jurnalis senior dan Eisenhower Fellow. Dapat disambut di @UniLubis.


link sbobet