• October 6, 2024

Jokowi: Jangan campur tangan dalam eksekusi mati

JAKARTA, Indonesia – Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada Selasa, 24 Februari kembali menegaskan sikapnya terhadap hukuman mati, beberapa hari setelah calon duta besar Indonesia untuk Brasil ditolak oleh Presiden Brasil Dilma. Rousseff.

“Saya diberitahu tentang kejadian itu pada Jumat malam kredensial “Dari Menteri Luar Negeri, dan saya perintahkan agar duta besar kita di Brazil dipanggil kembali ke negara asalnya,” kata Jokowi kepada wartawan di Istana Merdeka, Selasa.

“Pertama-tama, apa yang harus saya katakan adalah tidak seorang pun boleh campur tangan dalam masalah eksekusi, karena ini adalah kedaulatan hukum kita. Kedaulatan politik kita. “Dan kita punya hukum positif mengenai hukuman mati,” tegas Jokowi.

“Mengapa saya menarik isu Brasil, karena ini masalah kehormatan negara, kehormatan nasional. Bagi saya ini masalah besar, lanjut Jokowi.

Sebelumnya, pada Jumat, 20 Februari, pemerintah Indonesia memanggil kembali Duta Besar untuk Brasil Toto Riyanto setelah Presiden Dilma Rousseff menolak menerima surat kepercayaan.

Jokowi mengaku sebelumnya sudah mendapat telepon dari Presiden Rousseff soal warganya yang terancam hukuman mati di Indonesia. Ia pun menerima permintaan keringanan hukuman dan pengampunan dari Presiden Prancis. Namun, Jokowi kembali menegaskan bahwa eksekusi mati adalah “masalah kehormatan dan martabat bangsa”.

Tidak seorang pun boleh ikut campur dalam masalah eksekusi karena ini adalah kedaulatan hukum kita. Kedaulatan politik kita.

“Kami ingin memiliki hubungan baik dan bersahabat dengan negara mana pun. Tapi kalau sampai terjadi hal seperti ini, kita harus menariknya kembali dengan tegas, ujarnya.

Presiden Brasil Dilma Rousseff menolak menerima kredensial (Kredensial Duta Besar) Toto sebagai bagian dari protes terhadap eksekusi warga negaranya.

“Kami menilai perubahan situasi ini penting untuk menjelaskan keadaan hubungan Indonesia dan Brazil,” kata Rouseff, Jumat, 20 Februari.

Marco Archer Cardoso Moreira, yang ditangkap pada tahun 2003 dalam upaya menyelundupkan 13,4 kilogram kokain, dijatuhi hukuman mati di Penjara Nusa Kambangan pada 18 Januari 2015. Permintaan belas kasihan Rouseff ditolak Jokowi.

Warga negara Brazil lainnya, Rodrigo Gularte, saat ini sedang menunggu eksekusi yang tidak jelas karena menyelundupkan 6 kilogram kokain pada tahun 2004. Keluarga Gularte telah meminta maaf kepada pemerintah Indonesia. Hal ini juga ditolak oleh pemerintah.

Kejaksaan Agung sebelumnya menyatakan bahwa Gularte, 39, mengalami gangguan jiwaberdasarkan laporan awal dari psikiater dan surat dari Kepala Lembaga Pemasyarakatan (LP) Nusakambangan.

Menteri Luar Negeri: Melanggar Konvensi Wina, tindakan Brazil tidak dapat diterima

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyayangkan langkah Presiden Brazil tersebut dan menyampaikan protes keras terhadap penolakan Duta Besar Indonesia untuk Brazil.

“Apa yang dilakukan Brazil merupakan sesuatu yang tidak dapat diterima oleh Indonesia dan sangat bertentangan dengan apa yang diatur dalam Konvensi Wina,” kata Retno di Istana Merdeka usai Jokowi menyampaikan keterangan persnya.

Menurut Retno, yang dimaksud adalah Brasil melanggar Konvensi Wina pasal 29yang berbunyi:

“Agen diplomatik tidak bisa disentuh. Dia tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas segala bentuk penahanan atau penangkapan. Negara penerima harus memperlakukannya dengan hormat dan harus mengambil semua langkah yang tepat untuk mencegah serangan terhadap tubuh, kebebasan atau martabatnya.”

Meski menjadi sorotan dunia, Retno meyakini hukuman mati tidak akan mengganggu hubungan diplomatik Indonesia dengan negara lain. “Hukuman mati masih menjadi bagian dari hukum positif di Indonesia. Sehingga kita tidak akan bosan-bosan menjelaskan kepada dunia tentang permasalahan penegakan hukum,” kata Retno.

Sebelumnya, Jumat malam, Kementerian Luar Negeri juga memanggil Duta Besar Brasil untuk Indonesia untuk dimintai keterangan. Seruan tersebut disampaikan hanya satu jam setelah Menteri Luar Negeri Brasil mengumumkan penundaan penyerahan bantuan tersebut kredensial Indonesia.

Protes keras dan catatan protes kami telah kami sampaikan kepada pemerintah Brasil melalui duta besarnya di Jakarta, lanjut Retno.

Dubes Toto: Semuanya berjalan lancar, sampai…

Duta Besar Indonesia untuk Brazil, Toto Riyanto, mengaku sebelumnya belum ada tanda-tanda akan adanya penolakan surat kepercayaan dari pemerintah Brazil.

“Pada tanggal 19, saya menerima undangan nota diplomatik dari Kementerian Luar Negeri Brazil pada pagi hari tanggal 20 setelah kegiatan penyerahan surat. kredensial yang aku bawa dari Jakarta,” kata Toto kepada wartawan Senin 23 Februari di kantor Kementerian Luar Negeri di Jakarta.

“Pada tanggal 20 pagi, mereka menjemput saya di wisma Indonesia dan membawa kendaraan pemerintah Brazil yang berbendera Indonesia, dan juga dilengkapi dengan dua kendaraan bermotor yang masing-masing membawa saya ke istana,” lanjutnya.

Menurut Toto, saat itu ia dan empat calon duta besar lainnya ingin menunjukkan surat kepercayaannya kepada Presiden Rousseff, namun malah dibawa ke ruangan lain oleh menteri luar negeri Brasil. Empat duta besar lainnya datang menemui Presiden Rousseff.

“Rencananya berhasil kredensial itu saya sebelumnya, tapi ketika saya harus melakukannya, saya dipanggil oleh menteri luar negeri mereka. “Saya dibawa ke sebuah ruangan dan diberitahu bahwa penyerahan surat kepercayaan saya ditunda,” akunya.

“Satu hal yang menjadi pertanyaan adalah, saya datang bukan hanya membawa surat kredensial atas nama saya sendiri, tetapi juga atas nama Presiden saya dan atas nama bangsa Indonesia. “Di situlah menurut saya tidak wajar,” tutupnya.—Rappler.com


sbobetsbobet88judi bola