• November 24, 2024

Stille menyanyikan Nawa Cita setahun Jokowi-JK

Apa yang bisa kita banggakan dari pemerintahan Joko “Jokowi” Widodo dan Jusuf Kalla setahun terakhir? Jika Anda yakin Jokowi bisa membawa kebaikan, maka berbahagialah.

Jika Anda yakin keadaan bangsa ini masih buruk atau semakin buruk, maka itu hak Anda.

Kedua cara pandang ini tentu mempunyai argumentasinya masing-masing, saya sendiri masih menganggap pemerintahan ini belum bisa diukur. Setahun bukanlah waktu yang terlalu singkat untuk mengukur pencapaian suatu pemerintahan.

Namun jika perlu dilakukan pengukuran, misalnya untuk mengetahui apakah kinerja Jokowi-JK berjalan baik dalam setahun terakhir, hal itu tentu bisa dilakukan. Namun indikator apa yang kami sepakati untuk digunakan? Bagaimana kita mengukurnya dan dengan apa kita mengukurnya?

Perdebatan seperti ini bisa jadi lebih seru dibandingkan penentuan tanggal pertama Syawal. Atau bisa juga menjadi diskusi yang lebih alot dibandingkan memutuskan mana yang lebih baik antara Liverpool dan Persia.

Setahun pemerintahan Jokowi-JK, saya kira kita bisa mengukur kinerja mereka berdasarkan Nawa Cita yang mereka sampaikan saat kampanye. Apakah mereka berhasil memenuhi janji-janji dasar yang mereka buat selama kampanye?

Misalnya janji bahwa Jokowi dan JK bila terpilih akan mengembalikan negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara, dengan melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif, keamanan nasional yang andal, dan pembangunan negara. pertahanan negara Tri-Matra yang terpadu berdasarkan kepentingan nasional, dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.

Meskipun bahasanya tidak buruk rapat, berlapis-lapis dan tidak jelas apa maksudnya, tapi bisa kita sederhanakan bahwa Nawa Tujuan pertama pemerintahan terpilih saat ini adalah mewakili negara di tengah masyarakat. Bentuk apa? Yakni memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara.

“Apakah pemerintah sudah memberikan rasa aman kepada seluruh warganya? Apakah negara ada di Sampang, Lombok, Singkil, Paniai, dan Lumajang?”

Pertanyaannya sekarang apakah pemerintah sudah memberikan rasa aman kepada seluruh warganya? Apakah negara hadir di Sampang, Lombok, Singkil, Paniai dan Lumajang? Jika iya, maka pemerintahan Jokowi-JK pasti berhasil memenuhi Nawa Cita yang pertama.

Nawa Cita yang kedua adalah memastikan pemerintah tidak absen dengan membangun pemerintahan yang bersih, efisien, demokratis, dan amanah. Agak ribet karena selama ini manajemen pemerintahan Jokowi-JK kerap menimbulkan tanda tanya.

Misalnya saja ketika Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Panjaitan mengeluarkan pernyataan yang cenderung negatif. Libas dan buldoser, misalnya. Apakah pemerintahan kita benar-benar dijalankan oleh negarawan atau preman? Tapi kalau dirasa perlu dan wajar, atau dimaknai sebagai ketegasan, maka Nawa Cita kedua pemerintahan ini sudah menjadi top market top.

Lebih lanjut, Jokowi-JK berjanji membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dalam kerangka negara kesatuan. Jika ini ya, saya jamin berhasil. Misalnya saja membangun angkutan umum yang memadai di luar Pulau Jawa, seperti Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, atau Papua. Pemerintah kita bekerja sama dengan China untuk membangun kereta super cepat dari pinggiran Bandung hingga Jakarta. Haibat benar, benar? Ini Bentuk Komitmen Pemerintah Terhadap Nawa Cita!

Janji kampanye Nawa Cita lainnya adalah menolak negara-negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan amanah. Jokowi juga melakukannya.

Misalnya, alih-alih melakukan penebusan atas pelanggaran HAM berat tahun 1965 atau menegakkan hukum bagi keluarga Munir, pemerintah kita justru meluncurkan Program Bela Negara sebagai upaya untuk menunjukkan bahwa negara tidak lemah. Program ini merupakan perwujudan luar biasa dari Nawa Cita keempat. Sistem hukum kita sudah ambruk akibat pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belakangan ini, tapi yang terpenting negara kuat dulu.

Pemerintah juga berjanji melalui Nawa Cita kelima untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia dengan meningkatkan mutu pendidikan dan pelatihan dengan program Indonesia Pintar, wajib belajar 12 tahun gratis. Pendidikan kita semakin baik asoi Kalau tak percaya, lihat saja bagaimana beberapa pejabat daerah menerjemahkan Nawa Cita dengan berbagai kebijakan keren.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menjalankan 5 hari sekolah tanpa mempedulikan beban belajar anak sekolah, sedangkan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini melarang penjualan kondom kepada anak sekolah. Kebijakan yang terakhir ini patut kita dukung secara khusus, karena pelarangan penjualan kondom dapat mencegah terjadinya seks bebas, seperti halnya pelarangan penjualan sepeda motor kepada remaja akan mengurangi angka kecelakaan anak di jalan.

Jokowi dan JK juga berjanji akan meningkatkan produktivitas masyarakat dan daya saing di pasar internasional, sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama negara-negara Asia lainnya. Selain itu, mereka juga menjanjikan kemandirian ekonomi dengan mengalihkan sektor-sektor strategis perekonomian dalam negeri, misalnya melalui kelapa sawit dan sawah.

Di Papua misalnya akan diubah menjadi sawah, hutan yang banyak mengandung sagu akan ditebang menjadi sawah. Tentu saja sawit, meminjam istilah Pak Luhut, industri sawit harus dilindungi!

Nawa Cita kedelapan disebut berisi revolusi karakter bangsa, melalui kebijakan penataan kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan. Sayangnya, kita tidak bisa mengukurnya. Bagaimana dengan itu?kenapa kamu tidak mencobanya? ukuran karakter? Mata pelajaran kewarganegaraan masih bisa diukur. Apa yang dimaksud dengan revolusi karakter bangsa?

Hal ini tentu saja terkait dengan Nawa Cita terakhir Jokowi-JK, yakni penguatan keberagaman dan penguatan pemulihan sosial Indonesia, melalui kebijakan penguatan pendidikan keberagaman dan penciptaan ruang dialog antar warga.

Misalnya, dialog ini melibatkan penangkapan seorang korban peristiwa 1965 di pengasingan bernama Tom Iljas dan mencegahnya kembali ke Indonesia. Menolak melakukan penebusan bagi korban kejahatan terhadap kemanusiaan. Membiarkan kasus pembunuhan Paniai tanpa penyelesaian menyeluruh. Atau mungkin mereka bersikeras memperkenalkan PLTU Batang dan Waduk Jatigede tanpa peduli dampak sosial yang terjadi. Inilah dialog dan pendidikan keberagaman yang ditawarkan pemerintah kita.

Luar biasa, bukan? —Rappler.com

BACA JUGA:

Arman Dhani adalah seorang penulis lepas. Penulisannya bergaya satir penuh sarkasme. Saat ini ia aktif menulis di blognya www.kandhani.net. Ikuti Twitter-nya, @Arman_Dhani.


Hongkong Pools