• October 18, 2024
5 hal yang perlu diperbaiki

5 hal yang perlu diperbaiki

JAKARTA, Indonesia — Pemerintahan Joko “Jokowi” Widodo dan Jusuf Kalla genap satu tahun pada hari ini, 20 Oktober 2015. Pada tahun tersebut, Jokowi juga diuji dengan menepati janji-janjinya yang terangkum dalam Nawa Cita.

Apakah Jokowi sudah memenuhinya? Tampaknya belum semua janji Jokowi terealisasi tahun ini. Bahkan, ia kerap membuat kebijakan kontroversial yang ditentang masyarakat.

Berikut catatannya:

Jokowi tetapkan calon Kapolri yang bermasalah

Menjamin rasa aman warga negara dengan membangun kepolisian nasional yang lebih profesional, kata Jokowi dalam janjinya.

Baru tiga bulan menjabat, pada Januari 2015 Jokowi menunjuk Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai satu-satunya calon kapolri.

Penunjukan Budi sempat menuai kontroversi karena diduga memiliki rekening jumbo akibat korupsi dan pencucian uang.

Temuan ini kemudian membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Budi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerimaan hadiah atau janji saat menjabat Kepala Biro Pengembangan Karir Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006. periode.

Pada akhirnya, Budi berhasil memenangkan gugatan praperadilan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Meski gagal menjadi Kapolri yang kini dijabat Jenderal Badrodin Haiti, Budi tetap diangkat menjadi Wakapolri pada 22 April lalu.

Menurut Direktur Eksekutif Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia (Impartial) Poengky Indarti, pihaknya awalnya melihat kepemimpinan Jokowi masih menyesuaikan diri dengan partai, yakni dengan menunjuk Budi yang merupakan mantan ajudan Megawati saat menjabat presiden.

Megawati merupakan Ketua Umum PDI-Perjuangan yang mencalonkan Jokowi menjadi presiden.

Tapi pada akhirnya, Jokowi memilih Badrodin Haiti yang saat ini mampu memimpin Polri dengan baik, kata Poengky kepada Rappler hari ini.

Namun, menurutnya, hal tersebut masih belum menjadi jaminan.

“Polri tidak bisa dibiarkan sendiri untuk melakukan reformasi. “Harus ada pengawasan, baik internal maupun eksternal, untuk membimbing Polri menjadi perwira profesional,” ujarnya.

Kriminalisasi pimpinan dan peninjauan kembali UU KPK

“Lembaga hukum seperti KPK harus diperkuat, baik jumlah maupun anggarannya: ke depan KPK harus diperkuat, anggaran harus ditambah, kalau perekonomian bagus bisa melonjak. mungkin saya perkirakan kurang lebih 10 kali lipatnya,” kata Jokowi.

Di bawah kepemimpinan Jokowi, KPK mengalami masa-masa sulit, terutama pasca penetapan tersangka Budi Gunawan. Ketegangan pun muncul antara dua institusi, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Polri.

Polisi kemudian menetapkan dua pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, sebagai tersangka kasus pidana berbeda.

Kegiatan penindakan dan penyidikan di KPK sudah tidak terdengar lagi. Selain itu, Penyidik ​​Senior Novel Baswedan juga pernah terlibat kasus dugaan penganiayaan warga saat bertugas sebagai polisi di Lampung beberapa tahun lalu.

Belakangan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terindikasi akan dilemahkan dengan adanya 15 poin revisi undang-undang yang diajukan DPR. Kini KPK dan pemerintah tengah mempertimbangkan revisi undang-undang tersebut pada empat hal, salah satunya mekanisme penyadapan.

Menurut aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho, agenda Jokowi memperkuat KPK belum berhasil.

“Jadi agenda pemberantasan korupsi Jokowi ya, diliputi isu kriminalisasi pimpinan KPK. “Dalam kutipannya, Jokowi gagal menyelamatkan KPK dari upaya pelemahan,” kata Emerson kepada Rappler.

Penyelesaian Kasus Tragedi 1965

Hormati hak asasi manusia dan penyelesaian secara adil terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu, seperti kerusuhan 1998, tragedi 1965, Munir, dan lain-lain, kata Jokowi.

Penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu tidak hanya tercantum dalam salah satu agenda prioritas pemerintah atau Nawa Cita poin 4 dan poin 9, namun juga tertuang dalam visi dan misi pemerintah yang berbunyi:

“Kami berkomitmen untuk menyelesaikan secara adil kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu yang terus menjadi beban sosial politik bangsa Indonesia, seperti Kerusuhan Mei (1998), Trisakti-Semanggi I dan II, Penghilangan Paksa (1997) -1998), Talangsari-Lampung (1989), Tanjung Priok (1984), Tragedi 1965-1966.”

Namun penyelesaian ini tidak didukung oleh Kejaksaan Agung. Menurut Jaksa Agung HM. Prasetyo, memaksakan perkara ini lewat jalur hukum juga bukan pilihan tepat.

“Kalau peradilannya dipaksakan, apa akibatnya,” kata Prasetyo.

Joshua Oppenheimer, sutradara film Tukang daging Dan Kesunyian yang bertema pembantaian tahun 1965 mempertanyakan sikap Prasetyo.

Menurut Joshua, pernyataan tersebut menunjukkan kekurangseriusan dan erat kaitannya dengan jabatannya sebagai Jaksa Agung.

“Ini adalah masalah benar dan salah. “Apakah kekejaman seperti yang terjadi pada tahun 1965 merupakan tindakan heroik atau kejahatan terhadap kemanusiaan?” kata Oppenheimer.

Proses hukuman mati memang bermasalah

“Untuk memberantas narkoba dan psikotropika: negara kita darurat narkoba, saya tidak akan mengabulkan permohonan ampun dalam kasus narkoba,” kata Jokowi.

Indonesia mengeksekusi 14 narapidana narkoba sepanjang tahun 2015. Keputusan ini mendapat tentangan dari sejumlah organisasi hak asasi manusia, termasuk Amnesty International dan Human Rights Watch.

Sebelumnya, pada Desember 2014, Jokowi menolak 64 surat pengampunan hukuman yang diajukan terpidana mati.

“Sampai saat ini, kita tidak pernah tahu apa alasan sebenarnya presiden menolak pengampunan tersebut, dan apakah presiden sudah mempelajari atau membaca seluruh 64 kasus tersebut?” tulis laporan Komisi Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS).

Kabinetnya tidak ramping

“Menciptakan koalisi yang ramping sehingga kedepannya lebih mengutamakan kepentingan rakyat dibandingkan kepentingan pembagian kursi. menolak politik transaksional dalam pembentukan kabinet,” kata Jokowi.

Di awal pengumuman susunan kabinet. Jokowi melantik 15 menteri dari 4 partai. Empat menteri dari PDI-P, 3 menteri dari Nasdem, 2 menteri dari Hanura, dan 5 menteri dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Pengamat politik menilai dengan susunan kabinet seperti ini, Jokowi akan terjebak oleh kepentingan partai politik yang selama ini mendukungnya.

—Rappler.com

BACA JUGA:

situs judi bola