Netizen Ditangkap karena Unggah Video Polisi Terima Suap dan Disebut #SaveAdlun
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia (UPDATED) – Mahasiswa Universitas Khairun Ternate, Adlun Fiqri Rahmadhanimengunggah video yang memperlihatkan suap yang dilakukan petugas kepolisian di Ternate, Maluku Utara.
Adlun mengunggah video tersebut melalui YouTube dan menyebarkannya melalui akun Facebook miliknya. Ia pun membagikan video tersebut di grup Facebook Saya suka Maluku Utara. Video tersebut sekarang diblokir dari situs YouTube.
//
Namun, ia kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Ternate atas tuduhan pencemaran nama baik polisi dan petugas kepolisian yang terekam dalam video bertajuk. Perilaku Polisi Menerima suap.
Dua hari kemudian, Senin, 28 September, Adlun langsung diamankan Polres Ternate. Yang dikenakannya adalah Pasal 27 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Berdasarkan petisi di Change.orgmengawali kejadian tersebut dengan kegiatan pengaturan lalu lintas yang dilakukan oleh beberapa petugas polisi lalu lintas Ternate di depan RS Dharma Ibu Ternate.
Adlun ditilang karena mengendarai sepeda motor yang tidak dilengkapi kaca spion. Selain Adlun, ada juga beberapa pengendara sepeda motor yang mendapat tilang. Saat Adlun menanyakan pelanggaran yang dilakukannya kepada salah satu petugas polisi lalu lintas, yang bersangkutan menjawab denda yang harus dibayarkan sebesar Rp 250.000.
Beberapa pengendara sepeda motor yang ditilang juga diminta membayar pelanggarannya. Petugas polisi lalu lintas mengatakan, jika pengendara menghadiri sidang, yang harus dibayar adalah Rp1 juta, sedangkan jika membayar langsung di tilang hanya Rp150.000.
Saat terjadi perbincangan antara petugas polisi lalu lintas dengan salah satu pengemudi, Adlun kemudian membuat video yang diunggah ke YouTube.
Menurut informasi yang diberikan rekannya Faris Borero pada hari Senin tanggal 28 September, Adlun sedang mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM), lalu salah satu petugas polisi bertanya, “Apakah kamu yang mengunggah video itu?”
Adlun merasa tidak nyaman dan menjawab, “Bukan aku.”
Namun beberapa saat kemudian, seorang polisi menarik Adlun dan membawanya ke Satuan Lalu Lintas (Satlantas). Saat itu, video yang diunggah baru dilihat 311 orang.
Polisi berniat segera membawa Adlun ke Kapolres, namun Kapolres meminta agar diproses terlebih dahulu. Akhirnya, Adlun ditempatkan di sel tahanan.
‘Proses hukum yang cacat’
Ayah Adlun, Ibrahim Sigoro yang sedang menjenguk anaknya di Ternate, kepada redaksi Malut Post mengaku belum mendapat informasi sama sekali soal penangkapan anaknya.
“Namun, saya menelepon anak saya untuk menanyakan keberadaannya HAADPHpadae–itu tidak diambil. Seharusnya polisi memberi tahu saya, karena saat itu saya masih di Ternate, katanya Ibrahim.
Selain itu, Badan Pengurus Harian Aliansi Masyarakat Adat Kepulauan Maluku Utara (BPH AMAN Malut) juga belum menerima kabar apapun dari Adlun maupun pihak kepolisian. Semasa kuliah, Adlun tinggal di kantor AMAN Maluku Utara dan aktif dalam berbagai kegiatan sosial.
Pada Senin malam pukul 21.30 waktu setempat, beberapa teman Adlun datang ke kantor polisi, namun dilarang menemui Adlun dengan alasan jam berkunjung telah lewat.
Keesokan harinya, Selasa 29 September, Ibrahim menjenguk putranya di kantor polisi, namun ia juga tidak bertemu dengan Adlun. Ibrahim didampingi LBH Maluku Utara dan berbagai awak media memimpin ke ruangan Satuan Reserse Kriminal Polres Ternate untuk bertemu Sjamsuddin Lossen, Kasat Reskrim Polres Ternate.
Sjamsuddin berdalih Adlun sedang diperiksa sehingga tidak bisa ditemukan. Sjamsuddin juga mengatakan telah menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Pada hari yang sama, Adlun ditetapkan sebagai tersangka meski belum didampingi kuasa hukum.
Sjamsuddin mengatakan, perbuatan Adlun mencoreng nama baik polisi dan patut dihukum.
“Yang jelas kami sudah memeriksa 4 orang saksi, dan semuanya menunjuk dia (Adlun) sebagai pelakunya. Ia pun mengaku video itu direkam sendiri. ATindakan tersebut tidak hanya merugikan individu, tetapi juga institusi kepolisian, sehingga penindakan akan dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.” dia berkata.
Menurut Sjamsuddin, uang yang terekam dalam video tersebut bukanlah uang suap, melainkan uang yang hilang oleh pengemudi saat ditilang.
Keesokan harinya, Rabu, 30 September, Adlun akhirnya ditemukan. Adlun menceritakan kronologi kejadian tersebut kepada kuasa hukum LBH Maluku. Ia pun mengaku mengalami kekerasan saat berada di sel tahanan.
“Saya diberitahu dorong ke atas lalu tulang rusuk saya ditendang dengan sepatu bot. “Dia dipukul di bagian lengan hingga lebam, juga dipukul di bagian kepala belakang,” ujarnya.
Surat perintah penangkapan baru dikeluarkan hari itu juga, Rabu 30 September. Adlun dijerat Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan denda maksimal lima tahun dan denda satu miliar.
Reaksi warganet
Tagar #SaveAdlun pun muncul di media sosial Twitter. Netizen mengungkapkan kekecewaannya terhadap polisi.
Mengapa polisi semakin gegabah? Daripada introspeksi, ngapain nangkap orang yang mau koreksi | #SimpanAdlun
— #Pembangunan Diaspora (@jayteroris) 1 Oktober 2015
Negara macam apa itu? Mengungkap dugaan pemerasan, alasan dia ditangkap #SimpanAdlun http://t.co/wRKKWRgqjX
— Pengacara Muda (@dusrimulya) 30 September 2015
Akun Facebook atas nama Toety Feminisosialistha meminta solidaritas agar netizen mengirimkan SMS ke Kapolres Ternate agar segera melepaskan Adlun.
//
Penundaan penahanan
Tapi menurut teman-teman, skorsingnya masih menunggu,” jelas Aploen yang juga aktivis Literasi Jalanan Kota Ternate dan Komunitas Tuala Kabaya (TAKY) kepada Rappler. .
Jumat, 2 Oktober lalu, Kapolda mendatangi Kapolres dan meminta Adlun segera dibebaskan. Akhirnya, pagi tadi Adlun sudah bisa menghirup udara bebas kembali, namun masih berstatus bebas bersyarat.
“Petugas polisi yang dimaksud saat ini sedang terpojok. “Kami menuntut agar oknum polisi tersebut segera diadili,” lanjut Aploen.
Berdasarkan keterangan Aploen, polisi tersebut adalah Bripka Affandi Satlantas Ternate. Ia meminta Affandi segera diperiksa dan Adlun Fiqri segera dibebaskan tanpa syarat karena tidak bersalah.
Selain itu, Aploen dan komunitasnya akan terus memperjuangkan penyidikan terhadap oknum polisi yang melakukan praktik suap.
Penarikan laporan
Akhirnya, pada Senin, 5 Oktober, tuntutan terhadap Adlun Fiqri resmi dicabut.
Berdasarkan keterangan Apoel, pada pukul 1 siang telah dilakukan penandatanganan perjanjian pelepasan Adlun Fiqri yang dikuasai LBH Maluku Utara dan kuasa hukum Adlun Maharani.
“Orangtuanya ingin dia menjadi seperti itu. Adlun sudah dibebaskan dan tidak ingin memperpanjangnya lagi,” kata Apoel kepada Rappler.
Orang tua Adlun ingin proses hukum tidak dilanjutkan. Saat ini laporan atas nama Adlun Fiqri sudah dicabut, dan laporan terhadap Bripka Affandi juga belum dilanjutkan.
Meski demikian, Apoel dan kawan-kawan Literasi Jalanan serta komunitas TAKY sebenarnya masih ingin aparat kepolisian yang terlibat ditindaklanjuti secara hukum.
“Kami dan teman-teman belum tenang. Kami akan Petugas polisi harus diadili. “Dan mungkin setelah ini kami berencana melakukan langkah lain,” lanjut Apoel. “Kami tidak puas dengan sikap polisi terhadap Adlun Fiqri.”
Seperti yang tertera di Facebooknya, Adlun aktif sebagai anggota komunitas Literasi Jalanan. Dikutip dari blognya, Ia juga aktif dalam Kegiatan Literasi Halmahera – sebuah program yang bertujuan untuk mengajarkan pendidikan alternatif kepada masyarakat yang belum mengenyam pendidikan formal di Pulau Halmahera.
Selain itu, Adlun juga rutin membagikan artikel berbagai isu sosial melalui akun media sosialnya.
Gerakan anak bangsa: situasi yang berujung pada bubarnya Indonesia secara resmi http://t.co/ni1YVQy5ne
—adlun fiqri (@ikhytoms) 26 September 2015
Peringati Hari Tani Nasional, Ribuan Petani Minta Jokowi Selesaikan Konflik Pertanian -… http://t.co/mSIkGgXJ4v
—adlun fiqri (@ikhytoms) 23 September 2015
—Rappler.com
BACA JUGA: