• October 8, 2024
Komisi Pemberantasan Korupsi menghormati keputusan hakim Pengadilan Negeri Selatan

Komisi Pemberantasan Korupsi menghormati keputusan hakim Pengadilan Negeri Selatan

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Djoko Sarwoko, mantan Ketua Kamar Pidana Khusus Mahkamah Agung (MA), menyebut kejanggalan dalam putusan Hakim Sarpin Rizaldi.

JAKARTA, Indonesia (UPDATED) – Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan akan menghormati putusan praperadilan Budi Gunawan yang digelar hari ini, Senin, 16 Februari 2015 di Pengadilan Jakarta Selatan. Namun, KPK memerlukan waktu untuk mengkaji keputusan tersebut, baru kemudian lembaga tersebut akan mengambil sikap.

“Sebagai penegak hukum, KPK menghormati proses hukum,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi dalam siaran persnya hari ini.

Pimpinan, kata Johan, sempat membahas hasil keputusan praperadilan. “Yang dibicarakan adalah hal-hal terkait praperadilan dari segi isi materi yang menjadi sandaran hakim,” ujarnya.

Namun, pimpinan belum memutuskan sikapnya terhadap keputusan tersebut. “Harus dibaca dulu (keputusannya),” ujarnya.

Komisi Pemberantasan Korupsi akan mengirimkan surat ke pengadilan untuk meminta salinan lengkap putusan tersebut. “Setelah itu akan dikaji oleh firma hukum, tentunya bersama pimpinan,” ujarnya.

Sebelumnya, Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) pada bulan lalu menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerimaan hadiah atau janji saat menjabat Kepala Biro Pengembangan Karir Deputi Sumber Daya Manusia Polri masa jabatan 2003- 2006. periode. (BACA: KPK tetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka)

Berdasarkan keputusan tersebut, calon tunggal Kapolri mengajukan perkara praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (Baca: Mabes Polri resmi prasidang KPK)

Setelah melalui masa sidang selama 7 hari, Hakim Sarpin Rizaldi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menerima permohonan praperadilan Komisaris Jenderal Budi dan membatalkan penetapannya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Menurut Sarpin, penetapan Budi sebagai tersangka tidak sesuai aturan karena Budi bukan pegawai negeri atau aparatur negara. Menurut Sarpin, KPK juga belum mampu membuktikan unsur kerugian negara.

Dalam eksepsi tersebut, tergugat menolak eksepsi tersebut untuk seluruhnya. “Dalam pokok perkara, mengabulkan permohonan praperadilan pemohon untuk sebagian,” kata Sarpin saat membacakan putusan praperadilan. (BACA: Masyarakat Indonesia Kecewa Budi Gunawan Batal Jadi Tersangka Korupsi)

Mantan hakim itu menyarankan agar KPK mengajukan banding ke Mahkamah Agung dan KY

Mengomentari putusan tersebut, mantan Ketua Kamar Pidana Khusus Mahkamah Agung (MA) Djoko Sarwoko menilai putusan Hakim Sarpin menyimpang dari aturan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Karena pasal 77 jelas mengatur objek praperadilan. “Kemudian hukum acaranya diatur dalam pasal 80 dan 83. Kalau keputusan itu salah maka tidak bisa dilaksanakan secara hukum,” kata Djoko Sarwoko.

Djoko kemudian menyarankan agar KPK mengajukan upaya hukum lebih lanjut ke Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial terkait hal tersebut. Dengan melampirkan putusan praperadilan.

Upaya tersebut, kata Djoko, dilakukan pada tahun 2012 dalam kasus Chevron dan berhasil.

Pada tanggal 27 September 2012, hakim tunggal Suko Harsono mengeluarkan putusan praperadilan yang menyatakan bahwa tuntutan korupsi pada proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia tidak sah. Dewan Pengawas Pengadilan Tinggi kemudian menjatuhkan hukuman disiplin kepada Suko.

Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi juga dapat melaporkan kepada Komisi Yudisial. “Tetapi KY tidak bisa mengubah keputusan tersebut. “Kami hanya bisa merekomendasikan hakim untuk memberikan sanksi jika ditemukan pelanggaran kode etik,” jelas Djoko.

Kejanggalan dalam keputusan hakim

Djoko membeberkan sejumlah kejanggalan dalam pertimbangan Sarpin di persidangan. Antara lain:

  • Sprindik tidak valid. “Kalau belalang ilegal, itu tidak termasuk dalam ruang lingkup proses praperadilan. “Harus diputuskan pokok perkaranya,” imbuh Djoko.
  • Status Budi Gunawan. Hakim menyebut, Budi bukan penyelenggara pemerintahan atau aparat penegak hukum karena ditetapkan sebagai tersangka saat menjabat Kepala Biro Pengembangan Karir Deputi Sumber Daya Manusia Polri pada 2003-2006. Jabatan Karo Binkar tergolong jabatan staf administrasi atau eksekutif di bawah Wakapolri, yakni setingkat pejabat eselon II dan bukan aparat penegak hukum. “Pada dasarnya itu dalam kasus pidana. Pertanyaannya, kalau BG bukan aparat penegak hukum, lalu apa itu aparat kepolisian? Ingat, menurut undang-undang kepolisian negara bagian, polisi adalah aparat penegak hukum. “Jadi banyak inkonsistensi dan inkonsistensi di sana,” tegas Djoko.
  • Negara tidak dirugikan. Hakim Sarpin mengatakan tidak ada kerugian negara dalam kasus tersebut. “Dia lupa kalau di KUHAP ada 10 atau 20 pasal yang berkaitan dengan gratifikasi janji dan sebagainya. “Itu tergantung pada suap dan kepuasan,” katanya. Katanya, hal itu tidak merugikan keuangan negara, namun dalam rangka pemberlakuan UU No. 28 Tahun 2009 yaitu pembentukan negara yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Hakim memutus berdasarkan penyidikan dan fakta hukum, putusan yang akan datang, dia belum tahu. Bagaimana bisa ditentukan seperti itu, itu pelanggaran besar, jelas Djoko. -Rappler.com

Togel Singapura