• October 8, 2024
Miss Aceh dikritik karena tidak berhijab

Miss Aceh dikritik karena tidak berhijab

Tokoh Aceh marah karena keduanya tidak mengenakan hijab yang dianggap tidak mewakili syariat Islam di Aceh.

BANDA ACEH, Indonesia- Sejumlah kalangan di Aceh, Senin, 16 Februari 2015, mengecam keras keikutsertaan 2 remaja putri Aceh pada pemilihan Miss Puteri Indonesia 2015, karena mengatasnamakan provinsi yang menegakkan syariat Islam.

Keduanya rupanya tidak mendapat izin dari pemerintah Aceh. Mereka adalah Ratna Nurlia Alfiandini (20) dan Jeyskia Ayunda Sembiring (22).

Ratna merupakan mahasiswa kedokteran gigi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur. Dia berpartisipasi dalam pemilihan Puteri Indonesia 2015.

Sedangkan Jeyskia merupakan mahasiswi kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) yang mengikuti ajang Puteri Indonesia tahun 2015.

Ratna adalah gadis kelahiran Surabaya. Informasinya, kakek Ratna berasal dari Sigli, Kabupaten Pidie.

Sedangkan Jeyskia merupakan putri kelahiran Lhokseumawe. Meski lahir di Aceh, namun ia tinggal di Provinsi Riau. Ayah Jeyskia konon berasal dari Sumatera Utara dengan nama keluarga Sembiring.

Dalam foto yang tersebar di situs resmi Puteri Indonesia dan Puteri Indonesia, kedua remaja putri wakil Aceh tersebut tak berhijab sehingga mendapat protes keras dari berbagai kalangan.

Puteri Indonesia akan tayang di RCTI, Senin malam, 16 Februari 2015. Sedangkan Puteri Indonesia akan tayang pada Jumat malam, 20 Februari 2015 di Indosiar.

Ditentang oleh pemerintah Aceh

Kepala Biro Humas Pemerintah Aceh Mahyuzar menyayangkan sikap Panitia Penyelenggara Puteri Indonesia dan Puteri Indonesia yang tidak melibatkan Pemerintah Aceh terkait keikutsertaan kontestan yang menyandang nama Aceh.

Karena kedua peserta membawa nama dan budaya Aceh, menurutnya seharusnya panitia penyelenggara sudah mendapat persetujuan dari pemerintah Aceh, dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh.

“Kami tidak ingin nama Aceh digunakan oleh sebagian pihak karena tidak menggambarkan jati diri Islam Aceh. “Jangan sampai masyarakat dirugikan karena sikap beberapa pihak tersebut,” ujarnya.

Mahyuzar menambahkan, sebagai daerah yang menegakkan syariat Islam, para kontestan yang mewakili Aceh dalam kontes Puteri Indonesia dan Puteri Indonesia harus mencerminkan semangat syariat Islam dan memahami budaya Aceh.

“Pemerintah Aceh tidak tertarik dengan kontes kecantikan tingkat nasional dan sejenisnya. Namun karena ada peserta yang mengatasnamakan Aceh, maka harus ditanggapi dengan serius agar tidak timbul polemik di kalangan masyarakat, tegasnya.

Para pemuka agama dan ormas juga mengecamnya

Ketua Umum Nahdlatul Ulama (NU) Aceh, Faisal Ali mengecam keras sikap panitia seleksi dua acara tersebut yang tidak meminta izin kepada pemerintah Aceh atas keikutsertaan perwakilan Aceh.

“Seharusnya pemerintah Aceh menggugat keduanya dan panitia penyelenggara melalui jalur hukum karena mencemarkan nama baik Aceh. “Tindakan mereka mengambil keuntungan sebagai wakil Aceh melanggar hukum,” ujarnya.

Menurutnya, sikap tegas pemerintah Aceh ini sangat dinantikan masyarakat agar menjadi pembelajaran bagi siapa pun di kemudian hari untuk tidak lagi menggunakan nama Aceh jika tidak mendapat izin resmi.

“Kalau pemerintah Aceh tidak melakukan penindakan secara hukum, saya curiga mungkin sudah keluar izin. “Setelah masyarakat protes, pemerintah Aceh menyatakan tidak punya izin,” kata Faisal yang juga Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh.

“Protes keras dan tuntutan hukum terhadap panitia merupakan wujud keseriusan pemerintah Aceh yang telah menghina nama baik Aceh.”

Ia menambahkan, sebenarnya ada baiknya remaja putri Aceh mengikuti ajang Miss dan Puteri Indonesia untuk memajukan berbagai budaya dan adat istiadat di tingkat nasional asalkan bisa membawa nilai-nilai Islam masyarakat Aceh.

Proses seleksi juga resmi dilakukan di Aceh dengan komitmen dari mereka yang terpilih untuk tidak meninggalkan nilai-nilai Aceh.

“Tetapi jika tidak bisa membawa nilai-nilai itu, lebih baik tidak ikut serta. Apapun kata orang, kita harus bangga dengan penegakan syariat Islam di Aceh,” ujarnya.

Kritik terhadap keikutsertaan kedua remaja putri tersebut juga diutarakan sejumlah ormas Islam di Aceh, antara lain Mahasiswa Islam Indonesia (PPI), Hisbut Tahrir dan Presiden BEM Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Banda Aceh. Mereka mendesak pemerintah Aceh mengambil sikap tegas terhadap masalah ini. – Rappler.com

Keluaran SGP