• October 8, 2024
Tes Keperawanan Siswi: Moral yang Dipertanyakan

Tes Keperawanan Siswi: Moral yang Dipertanyakan

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Mengapa pemikiran tentang keperawanan muncul di benak saat pertemuan tentang pendidikan? Apakah anggota DPRD ini melakukan masturbasi dalam imajinasinya?

Fenomena tes keperawanan di Indonesia seolah selalu muncul ibarat jamur yang menyebar di lemari saat musim hujan.

Betapa tidak, pernyataan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jember, Jawa Timur, pekan lalu yang menjadikan tes keperawanan sebagai indikator kelulusan siswi tingkat menengah mengingatkan kembali sejarah panjang birokrasi dan masyarakat. yang cenderung mendiskriminasi perempuan di negaranya sendiri. .

Seperti itu diberitakan di media, ide tersebut muncul dari dua anggota DPRD Jember saat rapat dengan Dinas Pendidikan. Dengan menggunakan moral sebagai alasan, kedua pejabat tersebut mungkin tidak menyadari bahwa yang dipertanyakan adalah moral mereka. Mengapa pemikiran tentang keperawanan muncul di benak saat pertemuan tentang pendidikan? Apakah mereka melakukan masturbasi dalam fantasi?

Pernyataan ini bukanlah yang pertama. Desember lalu, Indonesia juga menjadi sorotan ketika lembaga kepolisian mewajibkan calon polisi wanita menjalani “tes dua jari” untuk memastikan mereka masih perawan atau tidak. Tes tersebut mengharuskan calon polisi wanita telanjang bulat saat pemeriksa menyerbu area pribadi mereka.

Tes ini telah dikritik selama bertahun-tahun oleh Human Rights Watch karena menimbulkan perasaan trauma. Bahkan ada yang pingsan setelah menjalani pemeriksaan.

Apalagi jika menilik beberapa tahun terakhir, wacana keperawanan selalu menjadi isu yang dikaitkan dengan pendidikan. Kabupaten Prabumulih (Sumatera Selatan)Pamekasan (Jawa Timur) atau Jambi, hanyalah beberapa contoh yang mengawali tes keperawanan bagi siswi.

Meski gagasan ini tidak pernah benar-benar terwujud di kemudian hari, namun kecenderungan banyak politisi, tokoh agama, dan praktisi pendidikan di Indonesia memberikan kesan bahwa pikiran mereka sebenarnya sedang berada di bawah kendali.

“Tes keperawanan adalah tindakan yang tidak ilmiah, kejam, diskriminatif, dan merendahkan martabat perempuan.”

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengecam tes keperawanan sebagai tindakan yang “tidak ilmiah, kejam, diskriminatif, dan merendahkan martabat” terhadap perempuan di mana pun di dunia.

Aktivis kemanusiaan Andreas Harsono mengatakan itu adalah tes keperawanan melanggar hak asasi manusia. Andreas menyatakan, wacana ini akan terus berlanjut hingga presiden sendiri yang mengakhirinya dengan mengeluarkan arahan presiden untuk melarang segala tes terkait hal tersebut di seluruh tingkatan lembaga di Indonesia.

“Apa yang terjadi di Jember merupakan perpanjangan dari apa yang ada sebelumnya. Karena aparat kepolisian dan TNI juga melakukan hal yang sama, kata Andreas.

“Ini tidak akan berakhir sampai presiden sendiri yang bertindak,” tambah Andreas.

Dan juga, konsep keperawanan itu sendiri perlu dikoreksi. Perlu masyarakat kita ketahui bahwa robeknya lapisan selaput dara tidak hanya disebabkan oleh hubungan seksual saja, namun bisa juga disebabkan oleh olahraga atau aktivitas berat lainnya.

“Tes keperawanan bukanlah solusi untuk menjaga moral dan mencegah generasi muda melakukan seks bebas. Tes keperawanan hanya akan berakhir dengan trauma psikologis dan stigma.”

Tes keperawanan bukanlah solusi untuk menjaga moral dan mencegah generasi muda melakukan seks bebas. Alih-alih memberikan hasil positif, tes keperawanan hanya akan berakhir dengan trauma psikologis dan stigma – jika seorang gadis akhirnya diketahui tidak perawan lagi.

Kegiatan positif seperti konseling seks dini dan pengenalan reproduksi lebih enak didengar dibandingkan mengurus keperawanan yang notabene merupakan hak perempuan.

Rakyat Indonesia, cintailah wanita-wanita di negerimu. Hargai mereka. Mereka mempunyai kedudukan yang sama dengan laki-laki dalam segala aspek, baik politik, sosial, maupun pendidikan.

Perempuan kitalah yang melahirkan pemimpin-pemimpin masa depan dan pemimpin masa depan Indonesia.

Sampai kapan privasi mereka akan dilanggar dan menjadi bahan lelucon di pelosok khatulistiwa ini? —Rappler.com

Karolyn Sohaga adalah seorang aktivis sosial yang memiliki ketertarikan pada sastra, isu perempuan dan hak asasi manusia.

Togel Sydney