Jokowi mengaku belum mengetahui isi keputusan presiden mengenai kenaikan bea mobil pejabat
- keren989
- 0
Keputusan presiden untuk menaikkan tunjangan uang muka mobil bagi pejabat mendapat banyak kritik. Presiden mengaku tidak tahu apa-apa.
JAKARTA, Indonesia (UPDATED)— Peraturan presiden tentang kenaikan tunjangan uang muka kendaraan PNS semakin menuai kontroversi. Presiden Joko “Jokowi” Widodo, Minggu, 5 April mengaku belum mengetahui kebijakan yang ditandatanganinya sendiri.
Peraturan Presiden No. 39 Tahun 2015 diteken Jokowi pada 20 Maret. Perpres ini mengatur kenaikan tunjangan uang muka PNS untuk pembelian kendaraan perorangan, dari Rp 116.650.000 menjadi Rp 210.890.000.
Dalam deskripsi di situs web Sekretariat KabinetPemerintah menyatakan keputusan ini diambil berdasarkan masukan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Kronologis lahirnya Keppres tersebut
Pada 5 Januari, Ketua DPR Setya Novanto meminta peninjauan kembali besaran angsuran tunjangan PNS dan instansi pemerintah untuk pembelian kendaraan perorangan.
Besaran hibah sebelumnya telah ditetapkan dalam Keputusan Presiden No. 68 Tahun 2010. Setya meminta nilainya dinaikkan menjadi Rp 250.000.000 dengan alasan harga kendaraan sedang naik.
Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto kemudian meneruskan surat tersebut kepada Bambang Brodjonegoro, Menteri Keuangan. Permintaan itu dikabulkan Bambang, namun nominal yang disepakati hanya Rp 210.890.000,- itulah yang kemudian disetujui Jokowi.
Saat ditanya soal Perpres ini, Jokowi mengaku belum mengetahui keputusan yang ditandatanganinya sendiri.
“Tidak semua hal itu saya ketahui 100 persen. Artinya, hal-hal seperti itu harus ada di kementerian. Kementerianpertunjukan apakah berdampak baik atau buruk bagi negara ini,” kata Jokowi, Minggu Kompas.
“Haruskah aku memeriksanya satu per satu? Artinya, tidak perlu ada pengurus lagi jika presiden masih ada memeriksa satu per satu.”
Namun, Jokowi berjanji akan mengkaji ulang Perpres tersebut karena menilai kebijakan tersebut kurang tepat dalam kondisi perekonomian saat ini.
“Sekarang bukan saat yang tepat. Pertama karena kondisi perekonomian, kedua karena keadilan, dan ketiga karena bahan bakar, ujarnya seperti dikutip dari Antara Metrotvnews.com.
Siapa yang berhak mendapatkan manfaat?
Dalam Pasal 1 Perpres No. 68 Tahun 2010 mengatur bahwa PNS yang dapat menikmati tunjangan pembelian kendaraan:
- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI)
- Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI)
- Ketua Mahkamah Agung (MA)
- Hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
- Anggota Badan Audit Keuangan (FBA)
- Anggota Komisi Yudisial (JC)
Ditentang oleh masyarakat
Sebelumnya, Perpres ini mendapat reaksi keras baik dari pengamat maupun masyarakat.
Sulit bagi Presiden Jokowi untuk tidak memenuhi “permintaan” DPR terkait titipan mobil, kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Bukankah sudah mungkin untuk tidak memenuhi rapor DPR terkait Kapolri?
— Hidayat Nur Wahid (@hnurwahid) 6 April 2015
Ya, presiden @jokowi_do2 tingkatkan perkiraan kenaikan uang muka pembelian mobil untuk kantor nasional, sementara banyak orang yang kelaparan!
— ♥ibundaHayfa♥ (@nhnandalestari) 6 April 2015
Baru kali ini presiden menandatangani surat dan masih menyalahkan menterinya. Benar-benar keren.
— Ulil Abshar Abdalla (@ulil) 5 April 2015
Terbukanya peluang korupsi
Direktur Pusat Analisis Anggaran Uchok Sky Khadafi menilai keputusan presiden ini membuka peluang korupsi.
“Sebaiknya Perpres 39/2015 dicabut. “Bukan karena tidak efektif, tapi karena mengarah pada korupsi,” ujarnya Perbarui suaraSenin 6 April.
“Dugaan saya, uang itu masuk ke kantong pribadi. “Ngomong-ngomong, kalau diaudit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), bisa dikatakan Anda membeli mobil, dengan bukti mobil tua, atau mobil yang Anda beli sendiri.”
“Masalah pertama tentu saja menambah dana itu sendiri. Di tengah berbagai pencabutan subsidi bagi masyarakat, pemberian tambahan tunjangan angsuran bagi pejabat dirasa tidak adil. Kesannya subsidi rakyat dihilangkan dan dialihkan ke pejabat, kata Direktur Lingkar Civil Indonesia Ray Rangkuti. tribunnews.com.
Bahkan relawan pendukung Jokowi pun menyayangkan keputusan tersebut.
“Kami sungguh menyayangkannya. “Tidak terlalu peka terhadap kondisi masyarakat,” kata Ketua Umum DPP PROJO Ormas Budi Arie Setiadi Detik.com.
‘Presiden juga bisa salah’
Kepala Kantor Personalia Presiden Luhut Panjaitan membantah Jokowi terkesan lempar tanggung jawab atas Keputusan Presiden tersebut.
“Tidak bisa disalahkan. Memang benar hal ini (presiden terkadang menandatangani dokumen tanpa memeriksanya). Saya juga akan menandatanganinya jika semuanya sudah diparaf. Ya, itu bisa saja salah. Masa jabatan presiden TIDAK bisa bingung?” kata Luhut.
“Tidak kalah hati-hatinya jika kamu adalah pejabat sekelasnya. “Saya di kantor hanya kalau (dokumennya) diparaf 3-4 inisial, baru saya percaya.”
Kemungkinan pencabutan Perpres juga terbuka jika ternyata kondisi tidak memungkinkan.
“Dia bisa mengambilnya kembali. Dia sangat mengkhawatirkan hal itu. “Iya katanya mungkin ada mekanisme proses pengambilan keputusan yang salah (jadi), (jadi) tidak salah kalau dicabut,” kata Luhut. “Bisa jadi. Aku TIDAK tahu. Kita hanya perlu menunggu.”
—Rappler.com/dengan laporan dari Ata