• November 24, 2024

Andreas Harsono bicara soal HAM, Jokowi dan Gus Dur

JAKARTA, Indonesia – Dalam perbincangannya dengan Rappler Indonesia, Selasa sore, 9 Desember 2014, Peneliti Hak Asasi Manusia Andreas Harsono mengungkapkan kekecewaannya terhadap keputusan Presiden Joko “Jokowi” Widodo terkait penerapan hukuman mati. Ia juga mengatakan, Jokowi mempunyai tantangan berat untuk membuktikan komitmennya dalam menegakkan hak asasi manusia (HAM).

Pekerjaan rumah HAM Presiden Jokowi semakin menumpuk. Mulai dari pembunuhan aktivis HAM Munir Said Talib, hingga tragedi Trisakti saat kerusuhan Mei 1998.

Tapi, kata Andreas, Jokowi baru saja menjabat. Terlalu dini untuk menilai. “Baru dua bulan menjabat,” ujarnya. Jadi, kinerja Jokowi di bidang HAM masih menjadi pertanyaan besar bagi para aktivis HAM, termasuk dirinya.

Di sisi lain, Andreas mengaku khawatir dengan pemerintahan saat ini, sebab dua menteri era Jokowi ternyata tersangkut kasus HAM. Yakni Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dan Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno.

Bagaimana kritik Andreas terhadap Presiden Jokowi? Simak hasil wawancara singkatnya:

Menurut Anda, apakah penegakan HAM akan menjadi prioritas di pemerintahan Presiden Joko Widodo? Ingatlah bahwa baru-baru ini ada dua insiden terkait hak asasi manusia di Indonesia. Pertama, pembebasan Pollycarpus Budihari Prijanto (pembunuh aktivis HAM Munir) dan penerapan hukuman mati.

Belum ada indikasi. Presiden Jokowi baru menjabat dua bulan. Tapi kalau melihat kasus Pollycarpus, dia memang berhak bebas. Kita tidak bisa menyalahkan Jokowi. Namun, dalam kasus hukuman mati, hal itu menjadi tanggung jawabnya.

Bagaimana cara menggantinya? Kalau hanya divonis katakanlah 30-40 tahun saja, Anda masih bisa mendapat ganti rugi. Meskipun masa-masa sulit. Tapi setidaknya jangan biarkan orang mati. Oleh karena itu alasan penolakannya. Di Eropa saja sudah dihapuskan.

“Menurut saya, (Jokowi) tidak ada niat membawa peradaban Indonesia ke arah yang lebih baik dalam hal penghormatan terhadap hak hidup masyarakat. Padahal 140 negara telah menghapuskan hukuman mati.’

Lantas, apakah Jokowi ingin menjadi pemimpin ke arah yang lebih baik? Menurut saya, dia tidak punya niat membawa peradaban Indonesia ke arah yang lebih baik dalam hal penghormatan terhadap hak hidup masyarakat. Padahal 140 negara sudah menghapuskan hukuman mati.

Lalu Presiden Jokowi harus segera menghentikan penerapan hukuman mati?

Ya, banyak negara telah menghentikannya.

Masih terkait dengan kebijakan Presiden Jokowi, apakah menurut Anda Presiden Jokowi masih mempunyai kemauan politik untuk menegakkan HAM di Indonesia, mengingat banyaknya kasus HAM yang belum terselesaikan. Apakah Anda yakin persoalan ini akan terselesaikan pada masa pemerintahan Jokowi?

Harus dilihat satu per satu. Tidak dapat digabungkan satu sama lain.

Kasus pembunuhan aktivis HAM Munir memang agak rumit. Belum ada indikasi akan dibuka kembali. Belum ada indikasi Kejaksaan Agung akan mengajukan banding atas putusan bebas Mayjen TNI (Purn) Muchdi Purwoprandjono di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Muchdi sebelumnya pernah diadili namun dibebaskan.

Namun dalam kasus tragedi pelanggaran HAM tahun 1965, rasanya seperti terjadi kemarin pagi mengatakan Baiklah Dia ingin meminta maaf.

Tapi saya sedikit ngeri. Sebab, ada dua orang di sekitar Jokowi yang bermasalah dengan HAM. Yakni Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu yang punya masalah dan jadi perbincangan banyak orang. Kedua, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno. Mereka dekat dengan Jokowi.

Kasus lainnya, pembunuhan buruh Marsinah, atau tragedi Trisakti tahun 1998 masih belum ada indikasi akan dibuka.

Sekarang saya kembali ke pertanyaan. Menurut Anda, presiden Indonesia mana yang paling menunjukkan komitmennya dalam menegakkan HAM?

Gus Keras?

Anda benar sekali. Selama 22 bulan berkuasa, ia melakukan perubahan paling banyak dibandingkan seluruh presiden Indonesia, mulai dari Soekarno, Soeharto, hingga Habibie.

Pertanyaan berikutnya, mampukah Jokowi menandingi reputasi Gus Dur? Saya tidak tahu. Andai bisa menandingi reputasi Gus Dur. Besar.

Jadi kalau presidennya seukuran Gus Dur. Gus Dur sudah meninggal, tapi melihat orang-orang mendatangi makamnya di Jombang, Jawa Timur, gila.

Gus Dur juga melakukan perubahan di Papua. Dia mengizinkan Irian berganti nama menjadi Papua. Dia mengizinkan pengibaran bendera Bintang Kejora, namun tidak terjadi apa-apa. Ia juga membebaskan seluruh tahanan politik Papua.

Bisakah Jokowi menandingi Gus Dur? Hanya itu. Bisakah Anda menandingi Gus Dur di Papua? Bebaskan tahanan politik? Sebab, kini tapol di Papua berjumlah 69 orang.

Terakhir, terkait kelompok agama minoritas seperti Syiah, apakah menurut Anda Presiden Jokowi juga akan memberikan jaminan kepada mereka? Mengingat Mas Gus Dur yang pernah mengakui agama Khonghucu. Bagaimana dengan pemerintahan saat ini?

Pertanyaannya, maukah Jokowi mengeluarkan modal politik untuk membongkar Front Pembela Islam yang selama sepuluh tahun terakhir melakukan diskriminasi? Jadi tidak perlu jauh-jauh, FPI saja dulu. – Rappler.com

Andreas Harsono adalah peneliti hak asasi manusia yang tinggal di Jakarta. Ia pernah menerbitkan buku ‘Agamaku’ yaitu Jurnalistik. Andreas membantu mendirikan Aliansi Jurnalis Independen Indonesia. Ia juga menerima Nieman Fellowship on Journalism dari Harvard University di Amerika. Baca blog pribadinya www.andreasharsono.net dan ikuti Twitter-nya @andreasharsono.


Keluaran Sydney