• October 7, 2024

Calon Kapolri Baru: Rekam Jejak Badrodin Haiti

JAKARTA, Indonesia — Menyusul keputusan Presiden Joko “Jokowi” Widodo terkait kisruh antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian RI, nama Badrodin Haiti menjadi perbincangan pada Rabu, 18 Februari.

Komjen Badrodin Haiti ditunjuk Jokowi sebagai calon kapolri baru, setelah Jokowi membatalkan pencalonan Komjen Budi Gunawan.

(BACA: Budi Gunawan Batal Diangkat, Badrodin Calon Kapolri Baru)

Saya bersyukur atas kepercayaan ini, kata Badrodin usai Jokowi mengumumkan pencalonannya.

Menurut dia, komunikasinya dengan presiden selama ini tidak pernah membahas soal pencalonan Kapolri. Badrodin mengaku hanya melaporkan tugas rutinnya sebagai Plt Kapolri.

Jika ditunjuk dan disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Badrodin berharap konflik antara KPK dan Polri bisa cepat selesai.

Lulusan terbaik

Badrodin lahir pada tanggal 24 Juli 1958 di Jember, Jawa Timur. Dia karirnya dimulai dalam dunia kepolisian setelah lulus sebagai lulusan terbaik Akpol pada tahun 1982 dan meraih Penghargaan Adhi Makayasa.

Saya berharap konflik antara Polri dan KPK bisa cepat selesai.

Pekerjaan pertamanya dimulai di Polda Metro Jaya sebagai danton sabhara Dit Samapta Polda Metro Jaya pada tahun 1982 dengan pangkat inspektur kedua (Ipda).

Pada tahun 1989, Badrodin bertugas di Reskrim Polres Bekasi selama dua tahun. Di sela-sela tugasnya di Bekasi, ia diangkat menjadi anggota Pasukan Penjaga Perdamaian Otoritas Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Kamboja.

Sejak itu, ia menjabat sebagai kepala unit daerah di berbagai daerah; kKapolres Surabaya Timur (1998-2000), Kapolres Probolinggo (2000), Kapolda Medan, Sumatera Utara (2000-2003), Kapolda Semarang, Jawa Tengah (2004), Kapolda Banten (2004), dan Kapolda Pusat Kapolda Sulawesi (2006-2008).

Minggu Damaic?

Saat menjabat Kapolda Sulawesi Tengah, Badrodin menangani konflik berdarah di Poso, Sulawesi Tengah. Dia dianggap sukses meredakan konflik Poso karena gaya blusukan yang menyelidiki langsung akar permasalahannya. Ceritanya tertulis di buku Tangan Dingin Sang Jenderal, Poso Damai: Catatan Jurnalistik Elkana Lengkong.

Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai Badrodin bersalah dugaan pelanggaran HAM di Poso.

Anggota Subkomisi Pengawasan dan Penyidikan Komnas HAM Siane Indriani mengatakan, pada tahun 2007 pernah terjadi penyerangan terhadap sekelompok orang yang dilakukan anggota Polda Sulteng dan Tim Khusus Seksi 88 Anti Teror di Tanah Runtuh, Jabatan.

Masyarakat yang kebetulan sedang merayakan malam Takbiran diserang petugas karena diduga terkait jaringan teroris.

“Pada 22 Januari 2007, terjadi penyerangan yang menewaskan 17 orang di Tanah Runtuh akibat penyerangan yang bersifat menindas,” kata Siane seperti dikutip Kompas.com.

Siane beralasan, Badrodin selaku Kapolda menganggap pihak tersebut bertanggung jawab atas penyerangan tersebut karena diduga memerintahkan 700 anggotanya untuk melakukan tindakan represif tersebut.

Setelah bertugas di Poso, Badrodin dipercaya menjabat sebagai Kapolda Sumut dengan pangkat baru, Inspektur Jenderal (irjen).

Selama berpangkat Irjen, ia pernah menjabat Kadivkum Polri, Asisten Kapolri, dan Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) Mabes Polri.

Pangkat tersebut bertahan hingga tahun 2013 dengan mendapat tiga bintang, yakni Komisaris Jenderal (komjen).

Pada tahun 2014, ia dipromosikan menjadi Wakil Kapolri yang sebelumnya dijabat oleh Komjen Oegroseno.

Ketika mantan Kapolri Jenderal Sutarman dipecat oleh Jokowi, Badrodin mengambil alih jabatan penjabat Kapolri sambil menunggu kepastian hukum atas status Budi Gunawan.

Dugaan tagihan lemak

Meski kariernya tampak cemerlang di atas kertas, Badrodin sempat dituding sebagai anggota Polri yang punya akun gemuk.

Majalah Tempo melaporkan Terbitan 28 Juni 2010 tercatat Badrodin membeli polis asuransi senilai Rp 1,1 miliar.

Saat menjabat Kapolrestabes Medan Kota pada 2003-2004, ia menarik Rp 700 juta dari rekeningnya.

Sejak Januari 2004 hingga Juli 2005, terdapat setoran rutin sebesar Rp 50 juta per bulan di rekeningnya. Ada pula simpanan dana dari transaksi tidak jelas sebesar Rp120 juta hingga Rp343 juta.

Transaksi tersebut dinilai mencurigakan mengingat tidak sesuai dengan posisi Badrodin yang saat itu hanya dibayar sekitar Rp 22 juta.

Tempo juga menelusuri aset Badrodin yang meningkat pesat dalam 6 tahun terakhir. Berdasarkan Laporan Kekayaan Negara (LHKN), kekayaan Badrodin tercatat senilai Rp8,2 miliar dan US$4 ribu per Mei 2014. Padahal, pada 2009, kekayaannya hanya Rp2,9 miliar dan US$4 ribu.

Saat dilantik sebagai Plt Kapolri pada Januari lalu, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Syafriadi Cut Ali meminta agar akun yang diduga gemuk milik Badrodin juga diusut.

Menurut Syafriadi, kasus akun gendut Badrodin tak jauh berbeda dengan kasus akun gendut yang menjerat Budi Gunawan.

“Jangan sampai terkesan ada tebang pilih,” kata Syafriadi Tempo.co.

Masalah akun gemuk dimulai pada tahun 2011 ketika Indonesia Corruption Watch meminta Polri menjelaskan 17 rekening yang diyakini milik petinggi kepolisian. Nama Badrodin dan Budi Gunawan disertakan. —Rappler.com

Result SDY