Ego Sektoral, Ancaman Kabinet Jokowi-JK
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Meski Presiden Jokowi sudah mengumumkan akan mengesampingkan ego sektoral, namun sinergi antar kementerian tetap diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Mengapa Indonesia masih banyak mengimpor garam? Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah jenuh dengan pengembangan petambak garam, tapi kenapa Kementerian Perdagangan buka keran impor?
Ini kisah Menteri Susi Pudjiastuti yang bertemu Menteri Rachmat Gobel di rapat koordinasi kabinet. Kisah industri garam bisa kita bahas secara detail, mulai dari kualitas garam yang dihasilkan petani, ketergantungan petani garam pada metode tradisional penjemuran di bawah sinar matahari versus mekanisasi industri garam Australia yang menjadi sumber utama garam kita. impor garam, dan sebagainya.
Sekadar catatan Menteri Susi, investasi di industri garam bukan urusan Kementerian Perdagangan. Impor harus dilakukan jika industri lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan penggunaan garam. Komoditas ini belum menjadi ‘komoditas politik’ seperti beras atau minyak. Namun bayangkan 247 juta masyarakat Indonesia mengonsumsi makanan yang tidak mengandung garam? Sampai-sampai ada istilah populer untuk menggambarkan segala sesuatu yang kurang tepat: seperti makan sayur tanpa garam.
Dengan demikian, seluruh impor yang dilakukan Kementerian Perdagangan merupakan akibat dari kurang seriusnya pemerintah dalam mengembangkan industri, khususnya industri pertanian. Pada era Soeharto, sektor pertanian padi cukup sukses. Soeharto peduli dengan bidang ini.
Ada kritik bahwa Orde Baru di era Soeharto terlalu peduli pada beras dan mengabaikan diversifikasi pangan. Masyarakat Sabang sampai Merauke dianjurkan makan nasi.
Presiden-presiden pasca era Soeharto kurang begitu peduli terhadap pembangunan sektor pertanian. Semua presiden telah diliput secara luas oleh media karena mereka baru pertama kali mendapatkan panen. Makan di gubuk bersama petani. Gambar yang berguna saat membuat video dan poster kampanye. Namun berapa banyak infrastruktur pertanian yang dibangun dalam 16 tahun setelah reformasi?
Infrastruktur pertanian kita umumnya sudah tua. Lebih dari 40 tahun. Bagaimana cara meningkatkan produktivitas pertanian dengan infrastruktur kuno? Bicara infrastruktur, masalahnya bukan pada Kementerian Pertanian. Ini merupakan wilayah Kementerian Pekerjaan Umum. Sebab, kebijakan anggaran Kementerian Keuangan mendukungnya. Jika Kementerian Keuangan lebih banyak berperan sebagai “kasir” dan lebih mementingkan menjaga defisit anggaran, memang akan menjadi rumit.
Jadi, membicarakan pembangunan sektor pertanian berarti membicarakan keprihatinan seluruh kabinet. Bukan satu atau dua. Hal ini merupakan masalah kemauan politik dan fokus pemerintah yang memerlukan perintah tegas dari kepala eksekutifnya: Presiden.
Kabinet Presiden Jokowi-JK menawarkan prioritas dan fokus kerja yang lebih tajam. Ada yang digabungkan, ada pula yang dibuat lebih fokus pada satu bidang. Kita belum mendengar penjelasan dari Presiden soal pembagian kerja. Menurut saya, hal ini penting dilakukan agar masyarakat yang berkepentingan paham harus kemana, tentang apa?
Saya teringat pertemuan dengan Tim Transisi Jokowi awal September lalu. Hadir Rini Soemarno, Hasto Kristiyanto dan Andi Widjajanto. Persoalan ego sektoral sebagai ancaman menjadi perbincangan kami. Misalnya saja terkait dengan pengembangan usaha kecil dan menengah.
Departemen yang menanganinya ada di Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian. Manajemen artinya ada alokasi anggaran. Tantangannya adalah bagaimana pola anggaran baru akan mempertajam fokus kementerian. Kita tahu Jokowi hanya bisa melakukan hal ini pada anggaran 2016.
Apakah ini berarti ego sektoral masih akan bertahan? —Rappler.com
Uni Lubis, mantan Pemimpin Redaksi ANTV, menulis blog tentang 100 hari pemerintahan Jokowi. Ikuti Twitter-nya @unilubis dan membaca blog pribadinya unilubis.com.