• November 24, 2024

Industri otomotif dan visi Presiden Jokowi

Selama lima tahun terakhir, setiap berangkat ke Davos untuk mengikuti World Economic Forum, Prijono Sugiarto kebanjiran permintaan bertemu dari peserta lain. “Kami (Indonesia) masih berada di permukaan radar. “Kami diperhitungkan dunia,” kata Prijono, Presiden Direktur PT Astra International Tbk.

Davos-Kloster, sebuah resor mewah di Swiss, menjadi tuan rumah pertemuan 2.500 pengambil keputusan ekonomi dan bisnis dari seluruh dunia setiap awal tahun. Mereka adalah pendiri dan pemilik perusahaan, manajer puncak, guru bisnis, aktivis, dan kepala pemerintahan.

Awal pekan ini, Prijono Sugiarto mengundang sejumlah jurnalis senior untuk membicarakan perkembangan industri manufaktur, khususnya mobil. Dalam forum Davos, kata Prijono, dalam sehari ia bisa menerima 5-10 permintaan pertemuan dari para bos perusahaan multinasional yang ingin menjajaki kerja sama dengan Astra untuk investasi di Indonesia.

Tidak hanya pada industri otomotif, namun juga pada industri lain seperti industri keuangan, asuransi, dan manufaktur. “Momentum ini harus dijaga. Momentum ketika dunia melirik Indonesia. Saya berharap sinyal berupa pernyataan pemerintah juga dapat membantu menjaga momentum ini, kata Prijono.

Prijono baru saja menerima penghargaan utama sebagai Asia Business Leader of the Year Award 2014. Penghargaan ini diberikan jaringan televisi CNBC kepada para pemimpin bisnis yang dinilai berkontribusi dalam pembentukan perekonomian Asia. Prijono menerima penghargaan ini pada 6 November di Singapura.

“Prijono memiliki semua kriteria, termasuk visi membangun bisnis berkelanjutan. “Kebetulan dia berasal dari negara yang mendapat perhatian investor global dalam beberapa tahun terakhir,” kata Richard S. Wellins, wakil presiden Development Dimensions International, salah satu anggota juri. Prijono yang sudah hampir seperempat abad bergabung di Grup Astra berhasil mengalahkan nominasi dari 1.000 nama pemimpin bisnis di kawasan Asia.

Pengalaman Prijono sebagai pengusaha menjawab keinginan antusiasnya bertemu dengan para pemimpin Indonesia, sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Situasi tersebut dialami Presiden Joko “Jokowi” Widodo dalam Forum APEC, KTT ASEAN, dan G20, tiga pertemuan internasional yang dihadiri Presiden pekan lalu. Survei McKinsey tahun 2012 mengenai kapasitas perekonomian Indonesia saat ini dan tahun 2030 memperkuat hal ini. McKinsey memperkirakan Indonesia yang saat ini menduduki peringkat ke-16 perekonomian dunia akan menduduki peringkat ke-7 pada tahun 2030.

4 hal yang perlu diperhatikan dalam memutuskan suatu negara akan menjadi basis produksi: Sumber daya manusia yang terampil, situasi ekonomi dan politik yang stabil, potensi pasar ekspor, dan pasar dalam negeri.

Masih menurut McKinsey, populasi kelas konsumen yang saat ini tercatat sebanyak 45 juta orang, akan menjadi 135 juta orang pada tahun 2030. Jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan saat ini sebesar 51 persen, akan tumbuh menjadi 71 persen pada tahun 2030. Akan ada 113 juta orang. pekerja terampil pada tahun 2030, dibandingkan dengan 55 juta saat ini. Peluang pasar di sektor jasa, pertanian dan perikanan, sumber daya dan pendidikan, yang saat ini tercatat sebesar US$0,5 triliun, akan meningkat menjadi US$1,8 triliun pada tahun 2030.

Besarnya pasar, kentalnya struktur demografi kelompok usia produktif, dan potensi tenaga kerja terampil merupakan hasil dari proses pendidikan gratis minimal 12 tahun yang dilaksanakan di seluruh wilayah di Indonesia. Antara lain, negara ini mempunyai potensi menarik investasi. Tentu saja ada banyak catatannya. Presiden Jokowi berjanji akan mempercepat dan memudahkan perizinan. Menjaga momentum juga tidak kalah pentingnya.

“Saat situasi politik di Thailand mulai kacau, para bos mobil antusias memindahkan operasional bisnisnya ke Indonesia dalam dua tahun terakhir,” kata Prijono.

Ekspor mobil Negeri Gajah Putih yang sempat mencatatkan angka 1,3 juta unit turun menjadi 800 ribu. Penjualan mobil sekitar 2,5 juta unit per tahun dan menyumbang setidaknya 10% terhadap produk domestik bruto Thailand. Sejumlah produsen mobil yang menanamkan modalnya dalam beberapa dekade terakhir sebagian besar berasal dari Jepang.

Ada empat hal yang biasa menjadi pertimbangan dalam menentukan suatu negara akan menjadi basis produksi: Ketersediaan sumber daya manusia yang terampil, situasi ekonomi dan politik yang stabil, potensi pasar ekspor dan pasar dalam negeri.

Tapi sampai kapan Indonesia hanya menjadi pasar utama komposit? Menjadi ajang bersaingnya merek asing?

mobil nasional?

Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintahan Jokowi yang sejak kampanyenya telah mengusung semangat kemandirian ekonomi, termasuk industri.

Oktober lalu, saat hadir di arena pameran mobil Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jokowi mengungkapkan optimisme Indonesia bisa mewujudkan mobil nasional. Keyakinan tersebut didasari oleh data bahwa seluruh mobil merek Jepang yang dirakit di Indonesia dijual di pasar Indonesia dan untuk ekspor, sebagian besar suku cadangnya dibuat di Indonesia.

“Yang masih belum kita miliki adalah”merek‘,” kata Jokowi. Mobil ekspor dari produsen mobil besar Jepang yang beroperasi di Indonesia, termasuk yang bernaung di bawah bendera Astra, sudah mengandung 80-90 persen komponen lokal.

Tentu saja tidak sesuai dengan keinginan Presiden Jokowi merek mobil lokal rakitan SMA, namun merk lokal, komponen lokal, kualitas berstandar internasional yang mampu bersaing di pasar ekspor.

Hal inilah yang sedang dipersiapkan Astra. Agya dan Ayla, dua mobil kategori SUV hemat bahan bakar rancangan karyawan Astra Mark Wijaya, menjadi peluncurannya. Kandungan lokalnya 86 persen. Desain Mark Wijaya memenangkan kompetisi global yang diikuti oleh desainer mobil Italia, Prancis, dan Jepang.

“Inovasi akan terus kami dorong melalui pusat penelitian dan pengembangan di Karawang,” kata Prijono.

Sejak menjabat sebagai Chairman Astra, ia mencanangkan visi untuk tahun 2020. “Kalau di Korea ada Samsung, di India ada Tata, saya ingin Astra menjadi ikon india pada tahun 2020,” ujarnya.

Kritik terhadap perkembangan industri otomotif pun tak luput dari perhatian. Misalnya, kemudahan yang diberikan pemerintah membuat kemacetan parah di kota-kota besar menjadi kejadian sehari-hari. Masalahnya, produksi mobil digenjot, sebagian untuk memenuhi pasar ekspor, namun panjang jalan tidak bertambah.

Dalam rencana program pembangunan infrastruktur yang dicanangkan pemerintah jelang kenaikan harga BBM pekan ini, terungkap rencana pembangunan jalan baru sepanjang 2.650 kilometer dan jalan tol sepanjang 1.000 kilometer.

Mungkinkah ini jawaban Presiden Jokowi atas kritik tersebut? —Rappler.com

Uni Lubis, mantan Pemimpin Redaksi ANTV, menulis blog tentang 100 hari pemerintahan Jokowi. Ikuti Twitter-nya @unilubis dan membaca blog pribadinya unilubis.com.


Togel Singapore