• October 7, 2024

Kabinet Kerja Jokowi mengecewakan dan jauh dari harapan masyarakat

Susunan kabinet Jokowi dinilai terlalu banyak kompromi dibandingkan kesepakatan politik

Enam hari setelah pelantikannya, Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengumumkan nama-nama menteri yang akan mengisi kabinet di pemerintahannya. Jokowi menyebut kabinet pemerintahannya sebagai Kabinet Kerja, sebagai simbol untuk menunjukkan bahwa tugas utama para menteri adalah bekerja untuk rakyat.

Beberapa nama yang ditunjuk untuk mengisi jabatan menteri memang pantas, misalnya Direktur Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), Indroyono Sisilo, sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman atau Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI), Ignasius Jonan, sebagai Menteri Perhubungan. Keduanya dinilai mampu membuktikan kehebatannya di bidangnya masing-masing.

Namun, ada nama-nama lain yang menimbulkan pertanyaan mengenai sejauh mana kompromi politik yang dilakukan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam membentuk kabinet pemerintahannya. Banyaknya nama yang terkesan “disampaikan” memang mengecewakan dan jauh dari ekspektasi masyarakat, khususnya masyarakat pendukung Jokowi.

Memang ada beberapa capaian yang patut diapresiasi dari proses pembentukan Kabinet Kerja. Fakta adanya 8 menteri perempuan di kabinet ini, sebuah rekor baru dalam sejarah pemerintahan Indonesia, patut diapresiasi. Sudah waktunya bagi perempuan untuk memainkan peran yang lebih besar dalam pemerintahan. Begitu pula dengan jumlah menteri yang berusia di bawah 45 tahun sebanyak 20 orang, sebuah langkah yang menunjukkan komitmen Jokowi dalam memberikan peran lebih besar kepada pemimpin muda.

Namun, seperti disampaikan beberapa pengamat, capaian tersebut hanya bersifat kuantitatif. Kualitas jelas lebih penting.

Meski masih terlalu dini untuk menilai kinerja kabinet baru, setidaknya Jokowi telah memberikan alasan bagi banyak pihak, terutama lawan politiknya, untuk bersuara dan mengkritik. Suka tidak suka, kritik tersebut sangatlah wajar, karena kabinet bersih dan tidak ada kesepakatan politik menjadi salah satu jargon yang selalu dilontarkan kubu Jokowi saat kampanye pemilu presiden, bahkan menjadi salah satu alasan banyak orang untuk memberikan suaranya. kepada Jokowi.

Banyaknya menteri baru yang berlatar belakang politik menjadi bukti nyata bahwa kabinet Jokowi penuh dengan kepentingan dan kesepakatan politik. Total ada 15 menteri baru yang berasal dari partai politik pendukung Jokowi, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Nasional Demokrat (Nasdem), dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Satu hal yang cukup mengejutkan, baik PDI-P maupun PKB sama-sama mendapat empat kursi di kabinet.

Yang cukup memprihatinkan, beberapa jabatan strategis telah diberikan Jokowi kepada para insan partai, salah satunya tentu saja Puan Maharani yang ditunjuk sebagai Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Puan yang merupakan putri Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri ini mungkin punya pengalaman panjang sebagai politikus, namun tidak di pemerintahan. Oleh karena itu, wajar jika banyak pihak yang mempertanyakan pantaskah Puan diberi posisi sebagai menteri koordinator yang bertugas mengawasi dan mengoordinasikan kementerian di bawahnya.

Berbagai media massa memberitakan bahwa Kabinet Kerja juga mencetak rekor baru di Indonesia, yakni kabinet dengan jumlah tenaga profesional terbanyak sepanjang sejarah. Ini mungkin benar, tapi agak menyesatkan. Faktanya, dari 20 nama profesi, ada delapan tokoh yang punya koneksi politik, enam di antaranya dekat dengan PDI-P. Rini Mariani Soemarno (Menteri Badan Usaha Milik Negara) dan Susi Pudjiastuti (Menteri Kelautan dan Perikanan), misalnya, keduanya sudah lama dikenal dekat dengan Megawati.

Seperti yang diutarakan lawan politiknya saat kampanye, Jokowi sepertinya tak bisa lepas dari bayang-bayang berbagai tokoh di balik pencalonannya sebagai presiden. Saat itu, lawan-lawan politiknya berusaha merusak reputasi Jokowi dengan selalu mempertanyakan kemampuannya sebagai seorang pemimpin. Komentar bahwa ia hanya seorang pengurus partai dijadikan pembenaran bahwa Jokowi bukanlah pemimpin yang kuat dan dapat diandalkan, sebuah tuduhan yang selalu dibantah keras oleh kubu Jokowi.

Karena banyaknya kompromi politik yang terlihat di balik terbentuknya Kabinet Kerja, maka tak heran jika banyak pihak yang menuding Megawati berperan sangat kuat dalam proses seleksi menteri baru. Misalnya, Tjahjo Kumolo, Sekretaris Jenderal PDI-P, tak segan-segan mengatakan kepada awak media bahwa tak lama setelah ia dilantik menjadi Menteri Dalam Negeri, ia harus melapor kepada Megawati yang disebutnya “bos”.

Kami sejak awal tidak terlalu berharap kabinet di bawah kepemimpinan Jokowi akan benar-benar terbebas dari segala urusan politik. Bagi mereka yang melek politik, tentu paham bahwa hal itu tidak ada makan siang gratis dalam politik. Namun sebagai politisi yang menjanjikan semangat baru, masyarakat berharap Jokowi setidaknya mampu meredam berbagai tekanan politik hingga tercipta pemerintahan yang benar-benar pro rakyat. Melihat susunan kabinet yang ada, mimpi itu sepertinya sudah pupus, setidaknya untuk saat ini.

Pada akhirnya, harus dipahami bahwa meski Jokowi gagal melewati ujian pertamanya sebagai presiden, perjalanannya masih panjang untuk membuktikan bahwa dirinya layak memimpin bangsa ini. Sebagai pemimpin Kabinet Kerja, tugas utama Jokowi adalah memastikan para menterinya dapat bekerja efisien dan memberikan hasil nyata kepada publik secepatnya. Kesuksesan Jokowi lainnya adalah berani mengganti menteri yang kinerjanya kurang baik atau tersangkut kasus korupsi.

Saat ini kami hanya bisa menunggu. —Rappler.com

Tasa Nugraza Barley adalah konsultan komunikasi yang pernah menjadi jurnalis di sebuah surat kabar berbahasa Inggris di Jakarta selama dua tahun. Dia suka membaca buku dan bertualang, dan dia sangat menikmati rasa kopi yang diseduh. Ikuti Twitter-nya @garsbanget


togel online