• October 8, 2024

Pengungsi Bangladesh di Aceh bersedia dipulangkan

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Pengungsi Bangladesh menyerahkan nasib mereka di tangan pemerintah. Mereka rela kembali ke negara asalnya meski harus kembali menghadapi kemiskinan.

KUALA LANGSA, Indonesia – Muhammad Soji duduk manis di pinggir pelabuhan Kuala Langsa. Matanya menyapu laut utara Aceh dan mengamati kapal-kapal yang melintas.

Seolah tak pernah bosan memandangi laut, padahal sudah 3 bulan sebelumnya ia terapung di laut.

Ia termasuk di antara 672 pengungsi asal Bangladesh dan Myanmar yang terkatung-katung di laut dan terdampar di Kuala Langsa. Pemuda Bangladesh berusia 24 tahun ini beruntung karena 100 pengungsi dikabarkan tewas di tengah lautan kelaparan dan kehausan serta ditembak oleh nakhoda kapal setelah mesin kapal mati.

Ke mana dia pergi selanjutnya? “Bangladesh,” katanya saat berbicara dengan Rappler di kamp pengungsi, Minggu, 17 Mei.

Rupanya dia ingin kembali ke negaranya. Padahal sebelumnya dia pernah membayar ribuan taka kepada seseorang Dalal, atau penyelundup, untuk menyeberang ke Malaysia secara ilegal, untuk mencari kehidupan yang lebih baik.

Mengapa dia ingin kembali ke Bangladesh? Dia tidak bisa mengungkapkannya karena dia tidak fasih berbahasa Inggris, hanya mengerti satu atau dua kata.

Namun dia memastikan sudah tidak tertarik lagi dengan Malaysia. “Bukan Malaysia. TIDAK,” ucapnya. Dua temannya yang duduk di sebelahnya menganggukkan kepala tanda setuju.

(BACA: Pengungsi Bangladesh: tidak ada pekerjaan di negara saya)

Hal senada juga diungkapkan Rinku Islam, 21 tahun, salah satu pemuda asal Bangladesh yang juga berencana pindah ke Malaysia untuk mencari pekerjaan. “Kembali ke Bangladesh,” ujarnya, meski tahu dirinya harus kembali menghadapi kemiskinan, ada alasan kuat yang mendorongnya memutuskan untuk berkunjung ke Malaysia.

Pengalaman pahit terapung di laut selama 3 bulan membuatnya rindu pada sanak saudara di tempat kelahirannya.

Apakah Anda akan kembali ke Bangladesh secepat mungkin?

Setidaknya kunjungan Duta Besar Bangladesh untuk Indonesia, Managing Director Nazmul Quaunine, pada Sabtu, 16 Mei, menjadi titik terang. Menurut Mitra Suryono, juru bicara Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), Nazmul mengunjungi warga Bangladesh di kamp pengungsi Kuala Cangkoi.

Kedutaan Besar Bangladesh juga disebut telah mendata dan mendaftarkan para pengungsi tersebut. “Karena mereka tidak mencari suaka, kami serahkan ke Duta Besar Bangladesh,” kata Mitra.

(BACA: UNHCR: Nasib Pengungsi Bangladesh Kini di Tangan Pemerintah)

Mitra mengungkapkan, upaya pemulangan para imigran gelap tersebut belum bisa dipastikan namun Nazmul menempatkan mereka di kantor imigrasi sekitar Kuala Cangkoi.

Menunggu tiket pulang di tengah konflik dengan Myanmar

Jika memang harus menunggu untuk kembali ke Bangladesh, Rinku bisa menunggu. Namun dia khawatir hubungan antara warga Bangladesh dan etnis Rohingya di Myanmar akan memburuk.

Kedua warga ini tidak akur sejak berada di atas kapal. Berdasarkan penuturan Rinku, terjadi baku hantam menggunakan senjata tumpul maupun tajam antara kedua kelompok pengungsi tersebut.

Myanmar buruk,” Kata Rinku. Entah apa yang dimaksud Rinku jahat. Tapi tadi dia bilang kalau perkelahian itu terjadi karena mereka berebut jatah makanan.

Akibat bentrokan tersebut, sejumlah pengungsi mengalami luka-luka. Salah satunya, Dabul, pemuda Bangladesh berusia 24 tahun, mengalami luka di bagian punggung.

Farouk (22), rekan Dabul, menjelaskan dalam bahasa Inggris terpatah-patah bahwa perkelahian itu terjadi karena memperebutkan makanan. “Orang Burma dan Bengali bertempur. Bangali tidak ada makanan. Tidak ada air,” ucapnya sambil memperagakan senjata yang disayat di lehernya.

Lalu mampukah kedua kelompok ini menahan diri hingga pemerintah dan Dubes Nazmul memulangkan pengungsi dari Bangladesh? Pekerjaan rumahnya cukup berat.—Rappler.com

pragmatic play