Pukulan telak, calon Kapolri pilihan Jokowi diduga korupsi
- keren989
- 0
Presiden Joko “Jokowi” Widodo tak membantah tudingan dirinya mencalonkan Komisaris Jenderal (Pol) sebagai satu-satunya calon Kapolri, meski karena ada unsur kedekatan. “Yah, kenapa aku harus memilih yang jauh?” Demikian disampaikan Jokowi kepada media saat berkunjung ke PT PAL, Sabtu (10/1).
Jokowi mengaku sudah mempertimbangkan matang-matang pencalonan Budi Gunawan dan berharap tidak menimbulkan kontroversi. “Sudah dari Kompolnas. Saya pakai hak prerogratif saya, saya pilih, kata Jokowi di acara yang sama.
Nah, di atas kertas, apa yang tertulis, jawaban Jokowi di atas patut dijadikan pedoman mengapa ia memilih mencalonkan Budi Gunawan, meski banyak kritik dan keberatan. Kritik paling keras adalah soal dugaan keterkaitan Budi Gunawan dengan kasus “bank gendut”.
Kritikan lainnya adalah apakah Budi Gunawan yang pernah menjadi ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri melanggar etika karena diduga terlibat dalam penyusunan visi misi Jokowi saat proses Pilpres 2014. Informasi tersebut disampaikan politikus asal DPR tersebut. Partai Demokrat Indonesia. Perjuangan (PDI-P), Trimedya Panjaitan.
Saat Pilpres, Budi Gunawan kedapatan bersama Trimedya dan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hadar Gumay, di sebuah restoran. Namun Wakil Kapolres Badrodin Haiti membantah ada yang salah dalam pertemuan tersebut. Kemarin saya menulis Kontroversi pemilihan Kapolri oleh Jokowi.
Kalimat penutup saya adalah: “Apa jadinya kalau Kapolri berselisih paham dengan Presiden?”
Saking serius dan antusiasnya, Jokowi memperkenalkan “kenalan dekatnya” itu untuk menjadi Kapolri, hingga ia pertama kali menerima surat rekomendasi dari Komisi Kepolisian Nasional yang baru diterimanya pada Jumat pagi (8/1) dengan mengirimkan Budi. Nama Gunawan siang itu. Padahal, Kapolri Jenderal (Pol) Sutarman yang menjabat saat ini baru akan pensiun pada Oktober mendatang.
Kompolnas mengatakan, Jokowi terkesan ingin buru-buru menggantikan Sutarman dan mengajukan calon penggantinya. Kompolnas menyodorkan lima nama.
Jokowi memilih satu nama. Tradisi ini dimulai pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Pengangkatan pejabat yang memerlukan konfirmasi parlemen seringkali dijadikan peluang untuk meningkatkan daya tawar legislatif terhadap eksekutif.
Jika presiden mencalonkan lebih dari satu, maka dua atau tiga nama yang diusung akan menjadi ajang tawar-menawar. SBY memilih mengajukan satu nama. Kalau DPR setuju, diterima. Jika tidak, SBY menyarankan nama pengganti.
Dalam praktiknya, tidak pernah ada cerita calon Kapolri ditolak DPR.
Nuansa serupa terjadi kali ini. Sampai sore ini. Suara Senayan bak genderang yang selaras dengan usulan Jokowi. Memberi lampu hijau agar Budi Gunawan lancar menjabat calon Kapolri. Megawati Soekarnoputri menginstruksikan Fraksi PDI-P untuk bersama-sama memperjuangkan Budi Gunawan Segalanya. Di antara 4 ajudan Megawati saat jadi presiden, Budi Gunawan seperti “yang pertama di antara yang sederajat“. Paling dekat.
Awalnya, pekerjaan Fraksi PDI Perjuangan terbilang ringan. Karpet merah akan menyambut Budi Gunawan ke Senayan. Ia dikenal ramah. Setiap orang yang mengenalnya pasti setuju.
Wakil Presiden Jusuf Kalla pun tak kalah membela pencalonan Budi Gunawan. Demikian pernyataannya, seperti dimuat di laman tersebut merdeka.co.id :
“Tapi yang ada hanya orang gemuk, berapa pun ukurannya, kan? Apakah Rp 24 Miliar Gemuk? “Kalau ada yang punya dana, kalaupun ada, bukan berarti koruptor, belum tentu benar,” lanjut JK.
Berdasarkan laporan kekayaan yang disampaikan ke KPK, Budi Gunawan melaporkan memiliki harta sekitar Rp 22,6 miliar pada Juli 2013.
Jika ucapan Jokowi kepada media saat berkunjung ke PT PAL bisa kita jadikan acuan, maka kini kita menunggu tanggapan Jokowi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka. Saat Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan kenalan dekatnya menjadi tersangka dugaan korupsi.
Pada Selasa sore (13/1), KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi transaksi mencurigakan. Menurut Bambang Widjajanto, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, informasi tersebut diperoleh dari masyarakat sejak Juni dan Agustus 2010. Pemaparan laporan dilakukan pada bulan Juli 2013. Investigasi dibuka pada Juli 2014. Artinya, saat pemilihan presiden berlangsung.
Menurut Bambang Widjojanto, KPK juga memiliki dokumen Laporan Harta Kekayaan PNS sebagai salah satu dasar penyidikannya. Budi Gunawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau 12 B UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Jokowi sudah diperingatkan. Bahkan Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, jika Jokowi ingin melihat pemerintahan ini bersih dan benar, maka tidak ada salahnya menelusuri catatan pejabat yang ingin dilantik. Kritik serupa datang dari mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Hussien yang menginformasikan melalui serangkaian tweet bahwa dirinya telah menyerahkan beberapa catatan transaksi mencurigakan ke Mabes Polri.
Hal ini juga harus dipertimbangkan oleh Jokowi. Namun dia memilih menerapkan asas praduga tak bersalah terhadap Budi.
Dalam penunjukan Jaksa Agung politisi Partai Nasional Demokrat dan pencalonan Kapolri, Jokowi tidak melibatkan KPK dan PPATK. Berbeda dengan menyiapkan kabinet.
Mengapa? Saya bisa merujuk pada jawaban Jokowi di atas. Hal itu diyakini Jokowi karena calonnya merupakan kenalan baik. Apalagi dugaan akun gemuk belum bisa dibuktikan.
Bahkan pemeriksaan internal di Mabes Polri menyatakan bahwa Budi Gunawan “tampak“. Mantan Kapolri Da’i Bachtiar mengatakan Budi layak menjadi Kapolri, dan Kabag Humas Mabes Polri Ronnie Sompie membenarkan adanya pemeriksaan internal Polri.
Yang memilih bungkam adalah Kapolri Jenderal Sutarman.
Entah kenapa, KPK memutuskan untuk melemparkan “bom waktu kepada Budi Gunawan (dan Jokowi serta Megawati dan PDI-P) pada hari ini, hari dimana Komisi III melakukan pemeriksaan pada bulan Juli 2014. Rapat DPR RI membahas pencalonan Budi Gunawan.
Kami berasumsi KPK tidak punya motif lain selain penegakan hukum. Penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka justru menjadi pukulan telak bagi Presiden Jokowi. Tidak menutup kemungkinan para pendukung fanatik Jokowi akan menyimpulkan kejadian tersebut sebagai kepiawaian Jokowi dan mengulurkan tangan kepada lembaga lain untuk menghalangi pencalonan Budi Gunawan yang mendapat persetujuan keras dari Megawati Sukarnoputri.
Jika ya, berapa harganya? absurd. Presiden yang berdaulat dan mempunyai amanah yang kuat haruskah menggunakan tangan lain untuk menolak calon Kapolri pilihan partai politik? Seberapa besar risiko yang dihadapi Jokowi? Main mata dengan KPK? Membalikkan PDIP?
Saya memilih untuk tidak mendukung skenario itu, meski saya semakin memandang Jokowi sebagai seorang politisi. Politisi sejati. Saya kira Jokowi mendukung Budi Gunawan dengan sepenuh hati. Karena prestasi yang diraih Budi Gunawan (bahkan Presiden SBY yang berselisih dengan Megawati memberi promosi bintang tiga kepada Budi), dan karena Jokowi mengenalnya dengan baik. Bonusnya adalah dukungan Megawati yang memimpin koalisi parpol pendukung Jokowi.
Oleh karena itu, menurut saya, kali ini ada hikmah pahit namun sangat berharga yang didapat Jokowi. Sejarah politik Indonesia akan mencatatnya sebagai presiden pertama di era demokrasi yang mengajukan calon Kapolri yang berstatus tersangka korupsi.
Jokowi masih punya banyak waktu untuk menjaga kepercayaan masyarakat. Dia bukan presiden selama 100 hari. —Rappler.com
Uni Lubis, mantan Pemimpin Redaksi ANTV, menulis blog tentang 100 hari pemerintahan Jokowi. Ikuti Twitter-nya @unilubis dan membaca blog pribadinya unilubis.com.
Laporan penuh: