Seorang gadis selamat dari kebakaran Gunung Lawu karena dipeluk oleh ayahnya
- keren989
- 0
SOLO, Indonesia – Novi Dwi Istiwanti terbaring di ruang isolasi unit perawatan intensif (ICU) RSUP Dr Moewardi, Solo, Jawa Tengah. Seluruh tubuh gadis 14 tahun itu dibalut perban berwarna putih, kecuali mata dan mulutnya. Ia akan menjalani operasi lanjutan besok untuk membersihkan luka bakar yang menutupi hampir separuh tubuhnya.
Dokter terus membatasi interaksi dan percakapan Novi dengan pengunjung. Dokter juga tidak mengizinkan mereka bercerita tentang tragedi kebakaran di Gunung Lawu yang menewaskan ayah, saudara laki-laki, dan sepupu mereka.
“Di mana ayah? Di mana Pak Nanang? Di mana Nona Rita?” Ucap Novi lirih kepada keluarga yang menjenguknya. Dipandangnya satu persatu wajah orang-orang yang datang menjenguknya, namun ia tidak melihat sosok yang ia cari.
Tidak ada yang berani mengatakan yang sebenarnya, termasuk ibunya sendiri, Sumiyatun (45 tahun). Mereka menilai belum saatnya Novi mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Mereka memahami kabar buruk justru akan meremukkan dan membuat sedih gadis remaja yang kini duduk di bangku kelas 9 MTSN 1 Ngawi tersebut, sehingga mengganggu upaya pemulihan kondisi fisiknya.
“Pak dan Mas Nanang ada di rumah. “Yang penting kamu cepat sembuh,” kata Sumiyatun kepada putranya.
Dalam benak gadis itu, ayah dan kakaknya masih hidup, karena saat berada di hutan, mereka duduk bersama. Namun sejak dievakuasi oleh tim pencarian dan penyelamatan (SAR) gabungan, Novi diturunkan terlebih dahulu untuk dilarikan ke rumah sakit di Magetan.
Korban lainnya dievakuasi satu per satu dengan ambulans.
Novi segera dipindahkan ke rumah sakit di Solo untuk mendapat perawatan lebih lanjut menjelang tengah malam, sehingga tidak bertemu dengan ayah dan saudara-saudaranya. Bahkan Sumiyatun sendiri yang menemani kepindahan Novi ke Solo tidak mengetahui bagaimana kabar suaminya saat itu.
Meski tertindas, Sumiyatun berusaha tetap tegar. Terkadang dia tidak bisa menyembunyikan ekspresi sedihnya. Di hadapan Novi, ia berusaha tersenyum dan tidak menangis. Jika perasaan sedih kembali muncul, ia segera meninggalkan kamar dan mencari tempat untuk menitikkan air matanya.
“Novi anak yang tangguh, punya kemauan yang kuat… Novi bisa bertahan karena mukjizat Tuhan.”
Hingga saat ini, Sumiyatun belum mau jujur kepada Novi bahwa ayahnya, Sumarwan, dan kakak laki-lakinya, Nanang Setya Utama, serta sepupu dan calon suaminya, Rita Septi Nurika dan Awang Feri Pradika, tewas dalam pendakian Lawu. tragedi seminggu yang lalu.
Mereka tewas terjebak kebakaran hutan Gunung Lawu di jalur pendakian Cemoro Sewu antara pos 3 dan 4. Sedangkan Novi selamat namun mengalami luka bakar sehingga memerlukan perawatan serius di rumah sakit.
Novi selamat dari kebakaran Gunung Lawu setelah “diselamatkan” oleh ayah dan kakak laki-lakinya. Sang ayah sedang menggendong putra dan putrinya saat kebakaran terjadi. Sumarwan meninggal dalam kondisi mengenaskan, sedangkan Nanang ditemukan terduduk dan meninggal dunia dalam perjalanan menuju rumah sakit.
Saat Novi bertanya lagi tentang ayahnya, ibunya segera mengalihkan topik pembicaraan. Sumiyatun terus menyemangati putranya, meski keduanya sempat terlibat adu mulut sebelum pendakian. Sumiyatun sebenarnya melarang anggota keluarganya mendaki Lawu karena mengetahui ada kebakaran.
“Suami dan anak saya (Nanang) sebenarnya sudah terbiasa mendaki gunung. Namun, itu semua hanyalah sebuah bencana. “Mau bagaimana lagi kalau itu takdir,” kata Sumiyatun.
Namun meski musibah menimpa keluarga, Sumiyatun tetap bersyukur dengan keadaan tersebut karena Novi yang baru pertama kali mendaki gunung mampu selamat.
“Novi bisa selamat karena mukjizat Tuhan,” ujarnya.
Sumiyatun dan suaminya dulunya adalah pasangan yang gemar mendaki gunung. Namun akhir-akhir ini ia jarang mendaki karena faktor usia, sehingga ia sudah tidak kuat lagi untuk berjalan menanjak.
Mereka juga dikaruniai dua orang anak yang semuanya menyukai aktivitas alam. Nanang yang duduk di bangku SMK gemar mendaki gunung, sedangkan Novi aktif dalam gerakan pramuka di sekolahnya.
“Novi anak yang tangguh, punya kemauan yang kuat,” kata Sumiyatun.
Ia belum merencanakan masa depan setelah Novi keluar dari rumah sakit. Dari seorang ibu rumah tangga yang dulunya bergantung pada suaminya yang bekerja sebagai pejabat di kota, ia harus patah kaki untuk menunjang kehidupannya dan membiayai sekolah putranya.
Namun ia memastikan akan meninggalkan rumahnya di Desa Beran, Ngawi dan menetap di Karangjati, sebuah desa di Kecamatan Caruban, Jawa Timur, tempat tinggal orang tuanya.
Di desa itulah pula suami dan putra sulungnya dimakamkan. Dengan pindah rumah, Sumiyatun dan Novi bisa mengobati rasa kesepian karena memiliki sanak saudara yang mendampingi.
“Saya sekarang sudah menjanda, berat rasanya tinggal berdua dengan Novi. “Di Karangjati masih ada nenek Novi dan anggota keluarga lainnya,” ujarnya.
Pikiran Sumiyatun saat ini hanya terfokus pada Novi. Ia berharap anak semata wayangnya cepat pulih dan bisa beraktivitas normal kembali.
Novi berkali-kali khawatir akan lulus atau tidak karena sudah lama tidak bersekolah karena sakit. Namun, ibunya terus berusaha menyemangatinya.
“Sekarang Novi adalah satu-satunya harapanku. Tidak ada pilihan, saya harus berjuang untuknya,” katanya. —Rappler.com
BACA JUGA: