Untuk peliputan di Papua, jurnalis asing harus didampingi TNI
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Meski mendukung kebijakan Presiden Joko “Jokowi” Widodo yang membuka akses ke Papua bagi pers dan warga asing, Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengatakan demi keamanan pihaknya akan mendampingi jurnalis asing yang datang ke wilayah paling timur Indonesia itu.
“Saya kira teman-teman pers asing harus didampingi. Jadi kalau terjadi sesuatu, kami bisa memberikan saran, bantuan, dan sebagainya, kata Moeldoko, Senin, 22 Juni, dalam rapat dengan Komisi I DPR RI.
Pertemuan yang membahas situasi dan kebijakan di Papua juga dihadiri oleh Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
(BACA: Apakah Jurnalis Asing Bisa Meliput Secara Bebas di Papua?)
Moeldoko menegaskan, pertimbangannya bukan karena ingin menutupi apa yang terjadi di Papua, melainkan untuk meminimalisir risiko karena kondisi di Papua tidak selalu baik dan aman.
“Kami akan membantu agar bisa memberikan bantuan dan keamanan yang positif,” kata Moeldoko.
Hal ini didukung pernyataan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Marciano Norman. Meski demikian, Marciano mengatakan warga asing dan jurnalis asing tidak boleh disalahgunakan untuk mendiskreditkan pemerintah Indonesia terkait isu Papua.
Insya Allah BIN dan otoritas lainnya akan bekerja sama untuk memastikan kebijakan ini berjalan sebaik-baiknya, kata Marciano.
Menurut dia, pemerintah memahami latar belakang alasan orang asing dan jurnalis asing ingin berkunjung ke Papua, demi pemberitaan yang berimbang.
“Jangan berprasangka buruk. Masuknya jurnalis asing juga harus menunjukkan secara objektif apa yang sudah dilakukan dan apa yang masih kurang. “Kami menyadari masih ada hal-hal yang kurang,” kata Marciano.
(BACA: Polisi: Jurnalis asing di Papua adalah ancaman tersembunyi)
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan pemerintah Indonesia tidak pernah melarang orang asing atau pers asing berkunjung ke Papua. Menurutnya, ada 22 kunjungan asing ke Papua yang disetujui Kementerian Luar Negeri.
“Hampir tidak ada penolakan, kecuali ada persyaratan administratif yang kurang, dan mungkin jika kondisi keamanan tidak memungkinkan atau kurang kondusif,” kata Retno.
Jokowi Ampuni 31 Tahanan Politik Papua Lainnya?
Dalam rapat yang sama, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tantowi Yahya mengatakan, pihaknya akan menjadikan hasil rapat bersama pimpinan PNS di atas hari ini sebagai bahan perumusan keputusan resmi terkait usulan Presiden Jokowi soal grasi. , amnesti dan penghapusan tahanan politik di Papua.
Namun keputusan baru bisa diambil setelah mendapat rekomendasi dari lintas komisi.
“Persoalan itu nantinya akan diserahkan ke Komisi III DPR. Tapi terlebih dahulu rapat gabungan Komisi I, Komisi III, dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam). “Akan dipimpin oleh salah satu pimpinan DPR,” kata Tantowi.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengumumkan pemerintah Indonesia akan membuka akses ke Papua bagi orang asing dan jurnalis asing. (BACA: Jokowi Berikan Amnesti kepada 5 Tahanan Politik Papua)
“Mulai hari ini jurnalis asing boleh dan bebas datang ke Papua, sama seperti (kalau datang dan memberitakan) di daerah lain,” kata Jokowi, di Merauke, Papua, pada 10 Mei 2015.
Pengumuman tersebut disaksikan Panglima TNI Jenderal Moeldoko dan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti.
Di hari yang sama, Jokowi juga memberikan amnesti kepada 5 tahanan politik Papua, yakni Apotnalogolik Lokobal (20 tahun penjara), Numbungga Telenggen (penjara seumur hidup), Kimanus Wenda (19 tahun penjara), Linus Hiluka (19 tahun penjara), dan Jefrai Murib. (kehidupan).
Selain lima eks tapol di atas, Presiden Jokowi juga memberikan amnesti dan abolisi kepada 31 tapol lainnya.
Namun Jenderal Moeldoko mengingatkan, pemberian amnesti dan penghapusan tahanan politik di Papua bisa berdampak negatif, meski sejauh ini belum menunjukkan dampak negatif terhadap keamanan di sana.
“Sepanjang kami menilai kelima nama ini, kami lihat tidak ada yang negatif. Positif karena kita lihat saja nanti bagaimana,” kata Moeldoko. —Rappler.com