• December 8, 2024

Kedaulatan Menteri Susi atas industri perikanan

Industri budidaya ikan kita bergantung pada 70 persen impor pakan ikan. Di Hari Nusantara, Jokowi dan Susi mengingatkan kita akan swasembada perikanan.

“Bayangkan jika akibat perubahan iklim, badai El Nino, industri makanan ikan Peru terganggu. “Bukan hanya industri perikanan Peru yang mengalami permasalahan, tetapi juga industri perikanan global,” kata Cassandra de. Young, seorang analis perikanan dan pertanian dari Organisasi Pertanian Dunia (FAO), pekan lalu pada sesi mengenai dampak El Nino, pada pertemuan puncak perubahan iklim (COP 20) di Lima.

Peru dikenal sebagai eksportir pakan ikan terbesar di dunia. Tahun lalu, perubahan iklim mengganggu industri pakan ikan. Akibatnya, harga pakan naik dan hal ini dipengaruhi oleh negara pengimpor. Termasuk Indonesia.

Saya teringat ucapan de Young hari ini saat mengikuti pemberitaan kunjungan Presiden Joko “Jokowi” Widodo ke Kotabaru, Kalimantan Selatan. Kebetulan saya berada di Banjarmasin untuk memberikan pelatihan jurnalisme di Sekolah Jurnalistik Indonesia. Jokowi menghadiri puncak Hari Nusantara di sini. Presiden didampingi Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Rudi Arifin, Gubernur Kalimantan Selatan, di hadapan presiden menyatakan siap menjadikan provinsi yang dipimpinnya sebagai poros maritim. Acara tersebut diadakan di Pantai Siring Laut, Pulau Laut Utara yang terkenal

sebagai lokasi industri perikanan Kalimantan Selatan. Menurut Gubernur Rudi, budidaya ikan laut di wilayahnya mencapai lebih dari 113 hektare dan potensi ikan di perairan umum lebih dari satu juta hektare.

Menteri Susi berdialog dengan nelayan di Desa Sigam, Kotabaru kemarin, Minggu (14/12). Ia mengajak para nelayan untuk mulai mandiri dalam industri perikanan, termasuk dalam penyediaan pakan ikan. Menteri Susi kembali menyinggung persoalan ketergantungan budidaya ikan, baik pakan ikan maupun peralatan impor.

“Kalau nilai tukar dolar AS terhadap Rupiah mencapai Rp15.000 per dolar, apa jadinya para nelayan kita yang memikul beban begitu besar? Mau makan apa untuk keluarga?” kata Susi.

Susi mencontohkan, perlunya mendorong budidaya kerang yang cangkangnya bisa dijadikan tepung pakan ikan. Saat ini komposisi impor sebanyak 75.000 per tahun, sedangkan produksi dalam negeri hanya 45.000.

Tahun depan, produksi dalam negeri akan ditingkatkan menjadi 50.000-60.000 ton.

Indonesia berpotensi menjadi produsen budidaya tambak terbesar di dunia, yaitu mencapai 57,7 juta ton per tahun. Data ini saya dapatkan dari wall Facebook Profesor Rokhmin Dahuri, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan. Produksi budidaya ikan pada tahun 2013, menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan, berjumlah 13,3 juta ton, terdiri dari udang, rumput laut, dan sejumlah ikan air tawar. Berdasarkan

Rokhmin, setelah menindak kapal ikan ilegal yang masuk ke perairan Indonesia, Menteri Susi sebaiknya lebih memperhatikan budidaya kolam ikan (budidaya perikanan).

Menteri Susi tidak mengetahui apa yang disampaikan pendahulunya. Oleh karena itu, dalam dua minggu terakhir ini beliau gencar berbicara tentang perlunya swasembada perikanan, termasuk pangan ikan. Masalahnya, kata Susi, pengusaha budidaya ikan lele, nila, dan ikan budidaya lainnya menghabiskan Rp79 triliun setahun untuk membeli pakan ikan air tawar. Berdasarkan data, 95% pakan udang diimpor. Untuk pakan ikan, 70% masih diimpor.

Hingga tahun lalu, Peru menyumbang 27% impor pakan ikan Indonesia, 17% dari Vietnam, sisanya dari Thailand, Pakistan, Meksiko, Chile, dan Amerika Serikat. Saking kesalnya dengan situasi ini, Susi menyerukan penghentian impor pakan dari Thailand.

Bahan pakan ikan rumah tangga sebagian besar berbahan dasar ikan lemuru yang biasa dijadikan sarden kemasan. Selat Bali merupakan sumber penangkapan ikan lemuru. Perubahan iklim dan persaingan

dengan kebutuhan ikan sarden kalengan yang langsung dikonsumsi manusia, bahan pakan menjadi terganggu dan cenderung menurun. Di Peru, makanan laut kebanyakan dibuat dari ikan teri.

Jika Peru, yang telah lama berswasembada perikanan, khawatir dengan dampak perubahan iklim, Indonesia tentu harus lebih khawatir. Hal inilah yang diharapkan Menteri Susi. Kebutuhan konsumsi ikan masyarakat Indonesia jauh lebih besar dibandingkan Peru yang berpenduduk lebih dari 30 juta jiwa. Kita belum membicarakan ancaman El Nino yang diperkirakan akan melanda Indonesia pada Februari 2015, serta melemahnya nilai tukar rupiah.

Kombinasi kondisi eksternal yang memerlukan keseriusan untuk melaksanakan penetapan kedaulatan perikanan Indonesia. Kita masih menunggu gebrakan Menteri Susi. Saat ini, nilai tukar dolar terhadap rupiah mencapai Rp 12.599 per dolar. —Rappler.com

Uni Lubis, mantan Pemimpin Redaksi ANTV, menulis blog tentang 100 hari pemerintahan Jokowi. Ikuti Twitter-nya @unilubis dan membaca blog pribadinya unilubis.com.


sbobet mobile